Lauren berlarian di lorong rumah sakit.
Mengabaikan tatapan orang yang menatapnya dengan aneh.
Bagaimana tidak? Gadis itu hanya memakai baju tidur lengkap dengan jaket serta sendal jepit dan rambut yang berantakan.
"Gimana kondisi Nevan?" Tanya Lauren ketika tiba di depan ruang UGD.
Raga menghampiri Lauren kemudian menepuk bahunya prihatin. "Ren..yang sabar ya."
"MAKSUD LO..???!!!!"
"Ceweknya Nevan...lu harus sabar, lu harus ikhlas—"
"Nathan...Nevan gapapa kan? Bilang sama gue Nevan gapapa kan? Dia baik-baik aja kan?"
Nathan hanya diam, sedangkan Lauren langsung terduduk dengan lemas.
Isakannya mulai terdengar. "Gue..gue bahkan belum kasih kesempatan kedua buat lo."
*Cklek
Pintu terbuka, menampilkan sang dokter dengan snelli dan stetoskop nya.
Lauren semakin menundukkan kepalanya dengan airmata yang sudah membanjiri pipinya. Tangannya di gunakan untuk menutup telinganya.
Nathan menghampiri Lauren, dan membantu gadis itu untuk bangkit.
"Kenapa nangis sih Ren?" Raga menghampiri Lauren.
"Tau...maksud kita tuh kan lu harus sabar, harus ikhlas nungguin dokter yang lagi periksa kondisi Nevan." Ucap Nathan tanpa dosa di selingi senyum jahil diwajahnya.
"LO BERDUA JAHAT TAU GAK?!!"
"Eitss tunggu dulu, jangan ngamuk sekarang. Kasian dokternya." Ucap Raga kemudian menatap sang dokter. "Gimana dok kondisinya?"
"Luka di kepalanya sangat parah, menyebabkan pasien kehilangan banyak darah."
"Dok saya boleh jenguk?"
"Kita dulu lah, enak aja lu."
"Boleh, tapi satu satu ya. Ketika pasien sudah sadar jangan langsung ditanya-tanya. Saya permisi." Sang dokter pun pergi.
Tanpa basa-basi Lauren langsung masuk ke ruangan dengan cat putih tersebut.
Air matanya kembali jatuh tanpa bisa di cegah.
"Makasih, makasih karena udah banyak berubah." Tangannya tergerak untuk menggenggam tangan Nevan.
"Makasih, karena masih nunggu gue disaat banyak cewek yang ngantri buat dapetin lo."
"Gue minta maaf, bangun ya. Katanya mau dapet kesempatan kedua? Ayo bangun."
"Perasaan gue gak pernah berubah, Van. Walaupun gue keliatan cuek, percayalah kalo perasaan gue tetep sama."
Lauren beralih memeluk Nevan. "Gue...gue sayang sama lo, dan begitu pun seterusnya."
Lauren menenggelamkan wajahnya di dada bidang Nevan, menumpahkan semua kesedihannya disana.
Gadis itu tersentak ketika merasakan tangan besar yang membalas pelukannya.
"Gua juga sayang sama lu."
"Nevan? L-lo.."
Nevan tersenyum tipis, tangannya tergerak untuk menghapus sisa air mata di pipi gadisnya.
"Jangan nangis, gua gapapa."
"UDAHAN DRAMANYA WOI...PEGEL NIH." Protes Rean.
"Lebay, lecet dikit doang minta masuk UGD." Cibir Raga yang langsung duduk di sofa.
"Maksudnya?"
"Ini semua rencana Nevan, Ren."
"Padahal lukanya dikit doang tapi langsung minta dirawat di UGD, mentang-mentang rumah sakit punya bokapnya."
"Jadi lo gapapa?" Lauren menatap Nevan yang langsung dibalas anggukan.
"Gua kan udah bilang gua gapapa."
"T-tapi kata dokternya."
"Dokternya itu om nya dia Ren, disogok batu akik mau aja tuh aki aki."
Lauren menatap Nevan marah, gadis itu membalikkan badannya bersiap untuk pergi.
*Greb.
Nevan memeluknya dari belakang dan meletakkan dagunya di bahu sempit Lauren.
"Maaf."
"Lo kira lucu pura-pura kecelakaan gini? Lo kira kecelakaan bisa di jadiin candaan? Lo gak tau kan seberapa khawatirnya gue?"
"Sstt..kata siapa gua pura-pura? Gua beneran kecelakaan kok. Tapi lukanya gak separah itu."
"Gak lucu." Lauren membuang muka ketika Nevan memutar tubuhnya.
"Abisnya lu sih—"
"KOK JADI GUE??!!" Balas Lauren sewot.
"Lama banget ospeknya, sekarang gua mau minta golden tiket gua lagi."
"Apa?"
"Lauren Anggita, Will you be mine..Again?"
"Gak tau." Ketus Lauren.
Nevan terkekeh. "Yaudah, gua mau balapan dulu." Katanya lalu mengambil kunci yang ada diatas nakas.
"Gak boleh." Lauren menahan tangannya.
Nevan mengangkat sebelah alisnya. "Hak nya anda ngelarang saya apa ya?"
Lauren lantas langsung memeluk Nevan erat dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Nevan.
"Gak boleh."
Nevan terkekeh. "Coba kasih alasan kenapa gua harus nurut?"
"Karena..."
"Hm?"
"Karena gue sayang sama lo." Setelah mengecup sekilas bibir Nevan, Lauren lantas menyembunyikan wajahnya di dada bidang Nevan.
Nevan terkekeh lagi, tangannya tergerak untuk membalas pelukan Lauren dan mengecup puncak kepala gadisnya.
"Yeu anjing, tau gini gua langsung pulang tadi."
"GELI GUA LIATNYA."
"Baru kali ini gua liat Nevan se cringe ini."
Ucap Raga, Nathan dan Rean yang diabaikan oleh sepasang muda-mudi yang tengah berpelukan itu.
—TAMAT—
Hayo...siapa yang ngira sad ending?
Pertama-tama aku mau minta maaf kalo endingnya gak sesuai sama ekspektasi kalian.
Dari awal aku udah bilang kalo book ini ringan, gak ada konflik yang berat dan terlalu serius.
Chapter nya juga aku rasa udah cukup banyak untuk short story kayak book ini
Ini juga first time aku namatin cerita. jadi mohon maaf kalo masih banyak kekurangan hehe.
Aku belum tau bakal bikin epilog atau engga, bingung soalnya...tapi nanti kalo ada ide pasti langsung aku publish kok.
Makasih buat yang udah baca book ini, makasih juga untuk yang udah vote dan meluangkan waktunya untuk sekedar meninggalkan jejak
Loafss<3.
KAMU SEDANG MEMBACA
STICKY NOTE [COMPLETE] ✔️
Historia Corta[FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA] "Ini siapa sih ngirimin gua sticky note mulu"