HARMONI | PART 19

495 72 6
                                    

Matanya memicing melihat seseorang dari jauh sana. Kemudian dia berteriak kepada orang-orang yang ada didalam sana.

"Ada seseorang kesini!!"

Lantas sekumpulan orang-orang yang terdiri dari pria dan ibu paruh baya itu bergegas menghampiri pria tadi yang berteriak. Seorang pria paling muda diantara mereka, ia lantas bergerak membukakan pintu. Namun pergerakannya dihentikan oleh seseorang.

"Kita gak tau kalau anak itu terinfeksi atau enggak," ujar pria paruh baya tersebut dengan tatapan menajam padanya.

"Liat! Jalan nya aja gontai gitu kayak zombie," sahut yang lain.

"Tol..long say-saya...siapapun di-sana!" Terdengar suara rintihan minta tolong berasal dari anak tersebut.

Lagi-lagi pria muda ini dihentikan oleh pria paruh baya yang tidak mau menolong anak diluar sana yang sedang membutuhkan bantuan. Pria muda itu mendesis kesal.

"Kalau kamu membuka pintu ini, saya pastikan kamu akan keluar dari sini!" ancam bapak tersebut.

Pria muda bernama Hendry itu menggerang frustasi. Ia mengintip disela lubang pintu itu melihat bagaimana kondisi anak yang menggunakan seragam SMA itu. Kondisinya nampak memprihatinkan tetapi tidak memungkinkan untuk tidak mencurigainya sebab pakaian yang kumuh. Takut jika anak berjenis kelamin laki-laki itu sudah terinfeksi.

"Kamu baik-baik aja dik?" tanya Hendry. Berharap mendapat jawaban pasti layaknya manusia.

Hendry tersentak kaget ketika tangannya ditarik paksa kebelakang oleh seseorang. Melihat bapak itu membuat nya menghela nafas kasar.

"Sudah saya bilang! Percuma kamu bertanya padanya. Dia sudah terinfeksi," sergahnya dengan alis menukik tajam.

"Tau dari mana bapak kalau anak itu sudah terinfeksi? Kita bawa dulu masuk kedalam. Dia benar-benar membutuhkan bantuan," ujar Hendry. Lelaki yang begitu tangguh dengan perikemanusiaannya.

"Jika terjadi apa-apa. Keluarkan anak itu dan kamu juga keluar dari tempat ini!"

Setelah merunding, akhirnya Hendry membawa anak tersebut masuk kedalam ruangan yang menjadi tempat bersembunyi ibu-ibu dan bapak-bapak. Anak itu tidak sepenuhnya sakit seperti yang dilihat Hendry, bahkan tubuhnya menegap namun wajahnya pucat.

Dibagian dadanya nampak luka, seorang wanita yang menjadi tangan medis untuk mereka ia membantu membersihkan luka anak itu. Sedari tadi anak itu tak membuka suara apapun, dia hanya sekedar menggeleng atau mengangguk untuk menerima dan menolak tawaran mereka.

"Kamu kesini sama teman-temanmu?" tanya wanita itu yang mengobatinya. Dia menggeleng lemas.

"Namamu siapa?"

Anak laki-laki itu menoleh pada sang perawat. Tatapan yang sulit diartikan oleh wanita tersebut, bahkan pergerakan tangannya yang mengobati luka dibagian punggung anak itu pun jadi berhenti.

"Ad-ada apa?"

Pandangannya masih sama tidak teralihkan. Sedetik kemudian ia menatap kearah lain membuat perawat itu menghela nafas lega. Sepertinya salah jika bertanya mengenai namanya anak itu terlihat kebingungan jika dilihat dari raut wajahnya.

"Daren."

Perawat itu memiringkan kepalanyanya untuk menatap anak itu yang sepertinya tadi menyebutkan namanya. Lantas dia bangkit dari kursi dan menatap perawat tadi. Tatapannya benar-benar tidak dapat diartikan olehnya. Menyeramkan namun tidak. Benar-benar susah diartikan.

Perawat itu jadi kelabakan sendiri ia bingung harus berbuat apa sampai akhirnya anak itu menyunggingkan senyumnya. Senyuman seringaian.

"Dimana Febri?"

Harmoni | RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang