5. Masak

29.2K 1.7K 38
                                    

      Andira menatap El dengan mata basah dan bibir bergetar, memang hanya El yang selalu paham tanpa perlu banyak bercerita. Si datar yang peka.

"Lo selalu percaya diri.." El menyeka air mata yang kian deras jatuh itu. "Jangan kayak gini." lanjutnya.

Andira semakin terisak. "Gue kotor, El. Gue bahkan hamil." suaranya bergetar.

El menyudahi aktivitasnya karena merasa air mata itu tak kunjung berhenti.

"Lo menganggap diri kotor, terus mereka yang sering ONS harus di anggap apa?" Andira tidak menjawab, semakin sibuk menangis. "Itu hanya kecelakaan, kita cuma harus bertanggung jawab sama bayi yang lagi tumbuh karena kecelakaan itu, Andira." lanjutnya.

Andira mendekat, memeluk El dan kembali terisak.

"Lo boleh nangis, tapi jangan terpuruk. Inget, tanggung jawab lo gede sekarang.. Ada nyawa baru." sambungnya.

Andira mengangguk. "Tapi bantuin, gue ga bisa nanggung semua sendiri." lirihnya dengan suara parau.

El mengangguk yakin. "Gue juga harus tanggung jawab." balasnya.

Andira mengurai pelukan, menatap El penuh haru. Kenapa bisa El mau menikahinya dan menjadi ayah dari bayi yang di kandungnya?

"Gue juga terlibat, harusnya jaga lo bukan bikin lo hamil." tambah El.

Andira mengerjap, menatap wajah El yang selalu datar.

"Gue ga jaga lo. Harusnya gue tetep jaga lo, sedewasa apapun lo sekarang. Gue minta maaf."

***

Andira menghampiri El yang tengah memasak di dapur. "Kok masak? Bukannya selalu pesen?" herannya.

El menoleh, menatap dua mata sembab itu sekilas. Tidak menjawab.

"Kenapa masak?" Andira kembali menyuarakan pertanyaan yang belum di jawab.

"Lagi mau." singkat El dengan kedua tangan sibuk mengiris beberapa sayuran.

Andira memutuskan duduk sambil mengamati El yang mengabaikan kehadirannya.

Andira menipiskan bibirnya saat tidak sengaja melirik ke arah bibir El. Ingatan saat dia dan asistennya berciuman membuat Andira berdebar malu.

El mengangsurkan spatula ke arah Andira, Andira yang memang sedang hanyut dalam pikiran sontak tersentak pelan.

Andira menatap El dan spatula bergantian dengan tidak paham.

"Rasanya enak apa engga." di tatapnya Andira datar, mengabaikan kedua pipi Andira yang merona. Entah apa yang di pikirkan Andira.

"O-oh.." Andira mencolekan telunjuknya lalu dia emut. "Em, enak." kepalanya mengangguk pelan.

Tanpa kata El kembali sibuk memasak.

"Sejak kapan bisa masak?" Andira memulai percakapan.

El melirik sekilas. "SMP." jawabnya singkat.

"Wow, baru tahu."

El tidak merespon.

"Lo ga pernah pulang ke rumah? Orang tua lo pasti kangen."

El mematikan api, dengan tidak merespon Andira. Apalagi hal itu sensitif.

"Gue tanya, El."

El berbalik menghadap Andira. "Lo itu 6 tahun di bawah gue, kenapa ga pake embel-embel kakak?" tanyanya mengalihkan topik.

Andira berdehem. "Lo bu-bukan kakak gue." setelahnya beranjak dari duduk. "Udah beres? Gue juga mau makan." lanjutnya sama-sama mengalihkan topik.

El mengangguk. "Sana, tunggu di meja makan." setelahnya El menyiapkan beberapa piring.

"Gue bantuin bawa."

***

Andira sendawa tanpa jaim, mengusap perutnya yang sudah penuh terisi makanan.

Andira tidak tahu kalau masakan El seenak itu. "Nanti masak aja lagi, El. Enak." jujurnya.

El meneguk air minum sedikit. "Gue bukan pembantu tapi asisten yang tugasnya jagain doang, masak cuma lagi mau." jelasnya acuh.

"Setiap hari aja maunya."

El mendengus pelan.

"Masak lagi ya ntar malem.." mohon Andira.

El menghela nafas lalu mengangguk pelan.

Andira tersenyum lepas.

"Jangan senyum lebar gitu, lo serem." kata El dengan santai.

Andira mendengus, mengusap matanya yang sembab. Pastilah mengerikan wajahnya kini.

One Night Stand (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang