15. Honeymoon

19K 1.2K 25
                                    

"El?"

El yang tengah menuntun Andira menoleh dan menghentikan langkahnya, mengabaikan sopir yang membawa koper mereka menuju mobil.

"Bener Elkan? Heyy! Ini gue Renna.." perempuan itu begitu terdengar antusias, hanya memusatkan pandangannya pada El seorang.

"Oh, hay." El sebenarnya agak lupa, dia mana ada teman waktu dulu karena dia yang terlalu cuek sekitar.

"Ihh apa kabar?"

El terdiam sejenak, haruskah dia membalas tingkah Andira sebelumnya?

"Baik—" El mencoba tersenyum walau tipis sekali. "Lo gimana?" tanyanya balik yang bukan sekali gaya El.

"Oh baik-baik, selama ini kemana aja sih, kita cari-cari.. Waktu reuni yang lain pada tanyain tahu!" riangnya, dia merasa senang karena El meresponnya.

Renna sangat ingat kalau dulu El yang tampan itu tidak ada yang bisa menyentuhnya, mengajak bicara pasti diabaikan.

Andira melirik El dan juga perempuan yang mengaku teman El bernama Renna itu.

El tidak merespon kebawelan Renna.

"Eh ngobrol di cafe sana bentar bisa?" Renna masih tetap antusias, mengabaikan Andira.

"Sorry, gue ga bisa." El menjawab datar.

Renna menelan rasa kecewa lalu melirik jemari El yang bertaut dengan perempuan cantik di sampingnya.

"Ga papa, btw—" Renna menatap Andira penasaran. "Ini siapa, El?" tanyanya.

El dengan datar menjawab. "Temen." singkatnya.

Andira sontak menatap El yang hanya menatap lurus itu.

"Ah, hay.. Gue juga temennya, El."

Andira tersenyum kikuk. "Hay, Andira." balasnya.

Andira tanpa sadar menekuk wajahnya sedih, menggigit bibirnya saat merasakan kecewa.

Selama perjalanan pulang, Andira hanya duduk diam dalam mobil itu. Mengabaikan cemilan yang dibeli.

El melirik Andira, tersenyum samar setelahnya. El juga merasakan hal yang sama saat Andira mengenalkannya sebagai teman.

Andira terkesiap saat sebuah lengan melingkar di pinggangnya, dengan cepat dia menoleh pada El.

"Ngantuk?"

Andira menggeleng pelan.

"Laper?"

Andira menggeleng pelan.

"Suka gue sebut temen?"

Andira menggeleng lagi lalu setelahnya terkesiap kaget. "Maksudnya—" dia diam, tidak bisa menjelaskannya.

El mengusap bibir Andira dan menatap bibirnya lekat. "Makanya, lain kali hati-hati. Gue juga ga suka." setelahnya El kembali menatap lurus ke arah sopir dan jalanan.

Andira mengigit bibir, menatap El dalam diamnya.

"Maaf, bukan malu atau apapun itu. Gue cuma ga siap ditanya-tanya hal lain kayak, kenapa ga undang, kok tiba-tiba dan sebagainya. Gue takut." lirihnya di akhir.

El kembali menatap Andira, mengusap kepalanya sekilas. "Hm.. Sekarang makan, dia laper." diusap perut Andira.

Andira mengangguk patuh.

***

El masih betah menatap Andira yang begitu lahap memakan cemilan sehat itu.

Apa memang ibu hamil serakus ini? Andira mana pernah makan sebanyak ini, selahap ini.

"Pelan."

Andira melirik El lalu tersenyum dengan kedua pipi penuh makanan.

El jadi penasaran, seenak apa makanan yang berbahan dasar sayur itu. Di raih satu keping kecil lalu memakannya.

El langsung melepehkannya, pada dasarnya dia memang kurang suka sayuran.

"Enyak tyahu." kata Andira masih mengunyah.

El mengecup singkat bibir Andira sebagai penawar rasa tidak sukanya pada makanan itu.

Andira mendengus.

Dasar modus!

***

El membantu Andira turun, sementara waktu mereka akan menginap di hotel. Atha dan Dini masih belum ada di rumah.

Mungkin lusa?

Andira menatap gedung tinggi yang mewah di hadapannya. "Emangnya harus yang semewah ini? Kita cuma sehari doang." ujarnya.

El mendekati telinga Andira. "Tiga hari, sayang." bisiknya serak dengan penuh kode yang dia harap Andira paham.

Andira yang paham sontak merona, jantungnya bertalu-talu heboh.

Sebenarnya, ada apa dengan dia dan El? Semakin hari mereka begitu semakin intim.

Andira jadi takut, takut jatuh ke dalam pesona El.

"Apa harus sejauh ini?" Andira mengeluarkan suaranya.

El menatap Andira sambil terus menuntunnya ke dalam gedung, dia tidak menjawab. Fokus mengisi data dan sebagainya lalu mengambil kunci.

El menuntun Andira menuju lift, membiarkan lift itu membawa mereka naik.

Setelah sampai, El menuntut Andira menuju kamar mereka.

"Honeymoon."

Andira menatap El yang menutup pintu dan berujar singkat.

El menatap Andira dengan pandangan hangat. "Kita pasangan normal, ga akan pisah walaupun bayi ini anak orang lain. Gue ga bisa cerai, gue ga mau." tegasnya dengan menatap Andira lekat.

Andira mencari kebohongan di mata El, tidak ada. Kenapa dia hanya menemukan kenyamanan yang tulus?

"Suka sama gue, El?"

El meraih tengkuk Andira, mendekatkan wajahnya lalu mengulum bibirnya perlahan.

Andira tidak paham dengan semuanya tapi dia mencoba menerima.

El mendorong Andira perlahan, menuntunnya menuju kamar dengan tanpa melepaskan pagutannya yang kian menuntut itu.

One Night Stand (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang