4. Ciuman Pembuktian

33.7K 1.9K 14
                                    

      El sudah rapih dengan kaos hitam dan jeans hitam, terlihat santai. Semua sudah dia urus dengan baik, dokter kandungan yang akan memeriksa Andira pun sudah dia urus.

El mengayunkan langkahnya menuju kamar Andira, mengetuk pintunya beberapa kali lalu membuka pintu karena Andira tidak menyahut.

El mematung sesaat, wajah datarnya menegang walau samar.

Andira masih belum sadar, hanyut melamun sambil memakai branya.

El sontak memalingkan wajahnya saat melihat kalau bawah Andira belum di tutup apapun.

Astaga!

El jadi bingung, mundur keluar atau tetap di sana. Dia begitu canggung.

El berdehem, membuat Andira yang tengah memasang celana— setelah cd dipasang— pun menoleh.

Andira menatap El sayu, beban yang ada di kepalanya terus memukul, membuat Andira tidak bisa panik dan tidak bisa berpikir soal El di dalam kamarnya sudah berapa lama.

"Dokter dateng." wajah datar El masih berpaling, menatap kursi mini di samping kiri.

Andira hanya mengangguk lemah, meraih kaos kebesaran berwarna pink itu lalu memakainya.

Barulah El menatap Andira yang layu. "Mau makan dulu?" El melirik ponselnya yang menyala.

Andira tidak menjawab, dia sibuk di meja rias untuk mengeringkan rambut dan berdandan sedikit.

El duduk di sofa mini yang ada di kamar Andira, sesekali melirik ponsel dan melirik Andira.

"Gimana? Makan dulu?"

Andira menoleh, menatap wajah datar El dengan sendu. "Mau makan lo, El." jawabnya.

El menghela nafas. "Gue pesen yang kayak biasa." setelahnya beranjak.

Lagi-lagi si datar itu mengabaikannya, Andira merasa semakin tidak percaya diri.

Apa El kayak gitu karena jijik? Gue udah kotor

***

Andira melamun di balkon, suster dan dokter sudah pulang 30 menit yang lalu.

Andira benar-benar merasa dunianya sudah hancur, semangat hidupnya sudah di sedot habis.

Andira menunduk, terisak dengan begitu menyesakan.

Andira mendongak saat sebuah telapak tangan menyentuh puncak kepalanya.

Wajah datar El yang Andira lihat, tatapannya benar-benar sulit Andira baca.

"Jadiin pelajaran, Dira." walau datar suaranya lembut.

Andira masih menatap El dengan berderai air mata dan putus asa.

"Mabuk, pergaulan bebas itu ga baik, ga pantes lo ikutin. Lo sama mereka itu beda. Kalau udah kecelakaan kayak gini siapa yang dirugiin? Lo, bukan mereka."

Andira beranjak, menabrakan tubuhnya pada El. Andira hanya ingin di peluk agar tidak merasa sendiri.

"Nyesel.."

El mengusap punggung Andira, menenangkannya dengan pelukan.

"Terus gimana?" Andira mengurai pelukannya. "Gue mohon, tolong gue, El." lirihnya dengan menatap El sendu.

"Kenapa harus gue?" tatapan El lurus, menatap Andira yang kacau.

Andira menyandarkan keningnya di dada El, beban di kepalanya begitu terasa berat.

"Karena lo—" Andira tersedu-sedu. "Gue cuma mau lo." entahlah, Andira tidak bisa menemukan alasan lain.

El menatap lurus apapun, wajah datarnya sungguh sulit di baca.

Andira membuat jarak lalu bersimpuh di kaki El, memohon dengan merendahkan harga dirinya.

El sontak tidak suka.

"Apa-apaan!" di tarik bahu Andira untuk bangun.

Andira sungguh terlihat kacau, frustasi. "Karier gue hancur, gue emang bego!" di pukul kepalanya sendiri.

Andira terus mengumpati dirinya sendiri dan El dengan cepat menghentikan itu semua.

"Lo mau gue tanggung jawab?" El menyorot Andira serius. "Lo ga boleh kayak gini, kalau lo mau gue nikahin lo dan jadi ayahnya!" tegasnya.

El menyeka air mata Andira dengan rahang mengeras, ini pertama kalinya Andira seterpuruk ini.

El tidak tahu kalau melihatnya seperti itu dia akan terganggu.

"Lo pasti jijik sama gue.."

"Jangan sok tahu."

"Cium gue kalau gitu!"

Keduanya saling menatap, El terlihat datar-datar saja, berbeda dengan Andira yang menyorotnya sedih.

El menunduk, perlahan mendekatkan bibirnya pada bibir Andira. Wangi tubuh Andira langsung menyeruak.

El menempelkan bibirnya, belum berani untuk lebih jauh. Dia akan menunggu respon Andira.

El pun mulai menggerakan bibirnya saat Andira tidak menolak seperti mendorongnya.

El meraih pinggang Andira, memeluknya dan memperdalam ciumannya.

El menyudahinya, sebelah tangan yang berada di dalam kaos Andira dia tarik. Insting laki-lakinya bahaya.

El menatap wajah layu Andira, Andira yang percaya diri ternyata sedang tidak percaya diri, merasa dirinya kotor.

"Harus percaya diri, Andira."

One Night Stand (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang