10. Kepercayaan.

22.1K 1.5K 23
                                    

     El memberi jalan untuk suster dan dokter yang akan memeriksa keadaan Andira. Fokusnya teralihkan pada ponsel yang menyala.

Skandalnya masih jadi topik hangat yang di perbincangkan, padahal sudah masuk hari ketiga Andira di rawat. Mungkin masih butuh waktu lama untuk gosip itu reda.

"Dok, saya masih mau di rawat.. Tambahin harinya bisa?"

El sontak menatap Andira dengan memicing curiga, bukannya dari dua hari yang lalu selalu merengek ingin pulang?

El mempunyai satu firasat, dia bukanlah orang bodoh. El akan cari tahu.

***

"Mau beli sesuatu?" El menatap Andira lekat namun tidak terbaca.

Andira bahkan menyerah untuk membaca El. "Engga, cuma mau rebahan sambil nonton aja." jawabnya.

El pun memutuskan sibuk lagi dengan tab, melirik ponsel Andira yang menyala. Ada pemberitahuan muncul di layar yang terkunci itu.

08**********
Semua akan gue kasih tahu, lo cuma harus nunggu.

El kembali menatap Andira walau sekilas, fokusnya kembali ke tab.

"Kenapa harus bohong?" ujar Andira yang masih menatap televisi.

El kembali menatap Andira datar.

"Soal skandal yang lagi rame di Indo," kini tatapan layu Andira menatap El dengan agak kecewa.

"Gue mau sentuh lo, makanya lo harus cepet sembuh." balas El.

Andira sontak merasakan wajahnya panas, pasti sudah memerah kedua pipinya atau bahkan mungkin seluruh wajahnya.

"Berita yang rame sekarang ga bisa bikin lo sembuh." tambah El acuh.

Niatnya Andira ingin marah pun malah berujung kicep dengan debar jantung yang tidak seperti biasanya.

***

Andira tertawa lepas, El yang duduk di sampinya hanya tersenyum tipis melihat kekonyolan drama korea yang kini tengah tayang di televisi.

El biasanya tidak nonton, nonton pun karena di paksa Andira. Selalu begitu.

"Rachel sama Samantha bhahaha.. Lo pahamkan, El?" tanyanya dengan masih geli.

El menatap Andira lalu mengangguk kecil, dia paham.

"Apa coba?"

El menjatuhkan tatapannya ke dada Andira. "Ini Rachel, ini Samantha." tunjuknya.

Andira sontak memeluk dadanya kaget, kenapa menjelaskan soal itu harus melibatkannya.

"Anak-anak lo tumbuh besar dan terawat." jelas El dengan datar.

Andira kembali melotot, kali ini dia bisa merasakan pipinya mulai panas.

El menatap Andira lekat, membuat Andira sesak nafas dan salah tingkah.

Bisa El lihat, sekarang Andira sudah tidak semurung sebelumnya. El lega soal itu.

"Kenapa liatin terus?" tanya Andira dengan berusaha tenang.

"Cepet sembuh." di usap pipi Andira sekilas lalu kembali fokus pada televisi.

Andira tidak merespon, dia ikut menatap televisi walau fokusnya tidak lagi pada drama.

Andira mengkhawatirkan jantungnya yang tidak karuan.

***

Andira memakan apel yang sudah di potong kecil-kecil tanpa kulit itu dengan tenang sambil menatap televisi di depannya.

El kembali masuk ke ruangan setelah menjawab semua pertanyaan wartawan yang terus menghubungi nomor ponselnya.

Entah mereka tahu dari mana.

"Darimana?"

Ah El lupa bilang saat keluar tadi, mau bilang pun tak tega kalau harus membangunkan Andira.

El mendekat dan duduk di kursi samping kasur Andira. "Jawab telepon dari beberapa wartaman." jawabnya.

Andira menyudahi kegiatannya yang tengah memakan apel. "Ga bilang." acuh Andira yang sebenarnya kembali kecewa.

El mengambil alih wadah apel yang sudah dikupas itu ke nakas, tak lupa melirik ponsel Andira yang lagi-lagi menyala bahkan tidak terkunci dan menampakan sebuah pesan percakapan.

Seceroboh itu Andira, sangat mudah sekali mengetahui semua tentangnya.

08**********
El engga sesimple itu, dia bukan manusia biasa yang butuh pekerjaan buat dapet uang.. Dia kaya, kenapa harus kerja? Lo pikir aja sendiri.

Me.
Gue ga percaya, kecuali El yang ngomong sendiri.

08**********
Lo ga percaya tapi nunggu gue dateng, lucu banget.

Me.
Gue udah ga percaya sama omong kosong lo, jadi gue mau pulang dan pertemuan kita batalin! Lo cuma mau rusak rumah tangga gue sama El!

El tersenyum samar, sambil pura-pura merapihkan beberapa buah.

"El.."

El menoleh, Andira sudah kembali rebahan.

"Hm?" sahut El sambil menghampiri Andira.

"Bosen parah, pulang yuk.." Andira meraih jemari El yang lebih besar dari miliknya itu dan hangat.

"Karena batal janjian?"

Andira terhenyak. "Ja-janjian?" gelagapnya pura-pura tidak paham.

"Jangan percaya sama dia.."

Andira menelan ludah. "U-udah tahu ya, maaf El.. Awalnya sempet penasaran, makanya diiyain waktu dia bilang mau jenguk sambil ceritain semua tentang lo." jelasnya.

"Lo bisa langsung tanya ke gue."

Andira menatap wajah datar El dengan lagi-lagi merasa bersalah.

"Dia bilang lo manfaatin gue, bukannya gue yang manfaatin lo?" tatapannya kembali sendu.

"Lo percaya?"

Andira diam sesaat lalu menggeleng. "Gue cuma penasaran." jujurnya.

El mengusap balik jemari Andira yang menggenggam sebelah tangannya itu. "Apapun yang terjadi, lo istri gue dan lo harus percaya sama suami lo." dikecup jemari Andira sekilas.

Andira berdebar. "Emang kita bakalan terus di status ini? Lo sebenernya bisa pergi, El. Bayi ini—"

El membungkam mulut Andira dengan bibirnya, memagutnya pelan dan hati-hati.

El merengkuh tengkuk Andira, mengusapnya dengan semakin memperdalam ciumannya.

One Night Stand (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang