18. Luka dan Kejutan

15.3K 1.2K 24
                                    

      Andira merapihkan kemeja El yang menjadi kebesaran di tubuhnya, rambut tak lupa dia cepol asal sambil membawa langkah keluar kamar.

El kemana?

Andira terus melangkah menuju dapur untuk mengambil air minum, kebetulan air di nakas habis.

"El?" Andira celingukan sambil menyimpan gelas di pantry.

Andira melirik ke arah balkon, sepertinya El ada di sana. Mungkin berjemur karena cuaca hari ini bagus.

Andira meminum air sambil mengamati apartemen yang katanya apartemen El selama dia menjadi asistennya.

Cukup nyaman.

Andira heran, kenapa El tidak mau menetap di rumah papa dan mamanya. Apa kurang bebas? Mungkin iya.

Andira menoleh pada pintu saat suara bel memanggil.

"Siapa yang bertamu sepagi ini?" gumam Andira sambil membawa langkah untuk membuka pintu.

"Pagi, mba."

Andira menatap kurir paket itu lalu tersenyum.

"atas nama mba Andira? Ini ada paket." di serahkan satu box cantik itu pada Andira.

Andira membiarkan kurir itu memfotonya sebagai bukti sudah menerima lalu pamit pergi.

Andira mengamati kado itu sambil membawa langkah kembali memasuki apartemen.

"Siapa?"

Andira mendongak, menatap El sekilas. "Ini, ada paket tapi ga tahu apa." jawabnya agak ragu.

El hendak meraih box itu namun Andira menolak.

"Jangan, ini itu untuk Andira." tunjuknya pada nama yang tertera di box. "jadi gue yang buka." lanjutnya.

"Gue yang buka!"

"Ga! Gue aja."

"Andira!"

Andira mengamati tulisan itu. "Soulmate? Dari siapa ya?" gumamnya mengabaikan El.

El mengamati kegiatan Andira serius, dia sudah tahu dari siapa box itu. Soulmate? Lucu sekali!

Andira menatap isi box itu yang hanya bulu-bulu halus, kertas yang dipotong kecil.

"Ih! Apaan sih!" Andira mengubek isinya dan "Aakkhh!" pekiknya.

El menarik lengan Andira, tiga jarinya berdarah akibat goresan benda tajam yang mungkin ada terselip di tumpukan bulu dan kertas itu.

"ahh sakit, El." kedua mata Andira terlihat basah.

El menarik box itu, menyimpannya agak jauh sambil membawa Andira untuk dia obati.

El membasuh luka Andira, membawanya duduk lalu mulai menyeka luka itu dengan tissue anti septik.

"perih hiks.."

El membaluri luka itu dengan obat luka, wajahnya tetap terpasang datar tidak terbaca emosinya.

"Pelan, El. Perih.." lirihnya.

El membalut luka itu satu persatu, tidak merespon keluhan Andira.

"Siapa sih yang kirim, jahil banget! Becandanya ga lucu sama sekali!"

El menutup kotak obat lalu menatap Andira. "Resiko ga nurut sama suami." ujarnya datar.

Andira cemberut. "Iya tahu!" balasnya sewot, menyeka air matanya kasar.

El meraih lengan Andira, mengusap luka itu lalu mengecupnya. "Gue marah! Dia berani lukain lo kayak gini."

Andira mengerjap, sebelah mana marahnya? Dia hanya bisa melihat wajah datar tak terbaca saja.

***

Andira berlari pelan, mengampiri El yang tengah bersantai. Katanya mau meeting soal kontrak, tapi El masih saja santai.

"El, ada barang bagus. Mau beli ini." Andira duduk begitu saja di pangkuan El tanpa aba-aba.

"Egghh!" El sampai bersuara saking kaget dan agak ngilu anunya di duduki sekencang itu.

"liat, ini keluaran terbaru baru kemarin. Ayo, beli. Tas ini unik."

El menatap wajah Andira yang semakin berisi, sosok model yang kurus perlahan terhapus.

"El! Liat cepet." Andira menepuk pelan pipi El.

El pun melirik tab di tangan Andira. "Lo bukan model lagi, kenapa—"

"Emang harus jadi model dulu? Beli ini itu bebas, yang mampu beli bisa beli."

"Pembatalan kontrak kerja ruginya banyak, jangan pikirin itu dulu." El memangku Andira agar duduk di sampingnya.

Andira memberengut sedih, kalau saja kartunya masih aktif tidak di blokir papanya, mungkin Andira masih bisa bahagia menerima tas-tas mahal itu.

Andira mendongkak saat El mengusap pipinya.

"Udah makan?"

Andira menepis usapan El. "Ga nafsu!" setelahnya beranjak untuk kembali ke kamar.

El hanya melirik lalu kembali menatap televisi.

***

Andira membuka mata saat merasakan tubuhnya melayang dan kini tengah berada di gendongan.

"Emh? El?" suara seraknya terdengar sambil menatap El sayu karena kantuk.

"Ada yang nunggu."

"Hm?" Andira mengerjap dan menyandarkan kepala di bahu El. "siapa?" tanyanya pelan dengan mata terpejam.

El mendudukan tubuhnya, membuat Andira pun duduk di pangkuan El.

"Dia.."

Andira mengangkat kepala lalu menoleh ke belakang.

Andira mengerjap lalu melotot kaget dan penuh haru.

"Eeelllll!" di tatapnya El dengan haru bahagia.

El tersenyum tipis.

Andira melilitkan tangannya di leher El, menempelkan bibirnya dengan bahagia. El menerimanya, memagutnya tak kalah bahagia. Kepalanya berpindah dari kiri ke kanan lalu pagutan pun terlepas.

Andira turun dari pangkuan El, dia mendekati tas mewah itu.

"Makasih, El."

El hanya bergumam lalu membuka ponselnya yang menyala.

S
Gara-gara lo! Kita terancam ga akan dapet warisan!
Kita ga akan biarin lo bahagia!
Andira pasti benci lo kalau dia tahu semuanya, tunggu aja!

P

art 17 hanya ada dikaryakarsa bagi yang mau. Makasih:)

One Night Stand (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang