23. Mau Peluk

18.1K 1.2K 15
                                    

       El tahu diri, dia memang pantas mendapatkan hukuman seperti ini. Andira pantas marah besar padanya sampai meminta ingin pulang ke rumah orang tuanya.

El dan Andira sudah 1 minggu tidak satu atap dan Andira tidak mengajaknya berbicara bahkan tidak menganggapnya ada.

El tidak akan bosan, dia tetap ingin tahu perkembangan anaknya, apa yang di inginkan Andira demi memenuhi keinginan sang anak.

"Siang, sayang." El hendak mengecup kening Andira namun Andira refleks menjauh.

El tidak masalah, dia hendak mengusap kepala Andira namun lagi-lagi istrinya itu menghindar.

"Bukannya mau ini?" El mengangkat satu paper bag mini yang berisi beberapa cemilan yang katanya Andira sedang menginginkannya.

Andira melirik sekilas lalu kembali cuek.

El menyimpannya di meja. "Marah aja, aku emang salah. Tapi, aku mau usap dia dan abis itu aku pulang." pintanya.

Andira tetap diam namun tidak menghindar saat El mendekat untuk mengusap perutnya yang membuncit.

El pun mencuri kesempatan dengan mengecup perut itu dan mencuri kecupan juga di bibir Andira kilat.

El sudah sangat rindu, dia terpaksa mencuri ciuman walau rasanya masih kurang.

El berlalu begitu saja, mengabaikan Andira yang menekuk wajahnya marah.

Tipe manusia di kasih jantung minta nyawa!

El mengulum senyum samar, pasti sekarang Andira sedang marah dan manyun lucu.

Ha! El kembali menumpuk rindu.

***

"El dari awal sudah bilang ke papa, dia melakukan kejahatan demi menghalangi kejahatan lain."

"Kenapa papa setuju? Di sini anak papa di per—" tidak! El tidak memperkosanya karena dia pun meminta secara tidak sadar? Itu yang Andira tangkap dari cerita El saat itu. "Anak papa di rusak." lanjutnya dengan kembali cengeng.

Atha menghela nafas gusar. Atha awalnya marah, bahkan memukul El sebagai luapan emosi. Tapi, jika di pikirkan ulang memang mungkin itu yang terbaik.

Atha memang banyak uang tapi tidak bisa mengandalkan itu untuk melindungi nyawa Andira agar tidak di lenyapkan mereka. Atau mungkin memang sudah jalannya begitu.

"Papa tahu. Ga ada yang membenarkan ide gegabah, El."

Keduanya terdiam, hanyut di pikiran masing-masing.

"Kalian sudah berumah tangga, bukannya papa ngusir kamu.. Papa cuma mau kamu selesaikan masalah ini berdua, jangan kabur-kaburan.. Mau sampai kapan kamu begini?"

Atha mengusap kepala Andira, sudah sangat lama rasanya dia tidak sedekat ini dengan anaknya yang paling mandiri.

"Papa kangen kita bareng-bareng, mau bakar ikan di halaman belakang?"

Andira menggeleng. "Ayam aja atau sosis.." jawabnya.

"Mual ya? Cucu papa baik'kan?"

"Baik, pa.."

***

Andira bersandar di bahu papanya, menikmati senja yang mulai membias di langit dengan begitu indah.

Keduanya selesai makan dan tengah menikmati waktu berdua sebagai penebusan waktu yang sempat memberi mereka jarak.

"Sehat terus, bahagia juga.. Berkarier boleh tapi ingat kalau saat ini kamu memiliki suami dan akan menjadi ibu."

Andira bergumam, masih fokus menatap langit.

Andira menoleh saat merasakan pipinya yang tidak bersandar di bahu Atha di usap sekilas.

Atha pun mendongak walau agak silau.

"Sore, pa." sapa El saat bersitatap dengan Atha.

"Sore.. Mau jemput Andira?"

Andira menjauh dari bahu papanya dengan menatap lurus apapun.

El menatap Andira. "Iya, izin mau bawa Andira pulang." jawabnya.

"Oke.. Kalian ngobrol dulu, papa masuk." pamitnya.

El menatap lekat Andira sampai yang di tatap gelisah dan risih.

"Masih ada sosis bakarnya?"

Andira melirik lalu menggeleng saja.

"Suami kamu mau, bikinin.."

Andira menelan ludah,

aku-kamu terus?

Andira beranjak menuju tempat pembakaran, menyalakan api lalu mulai membakar sosis.

"Ma-mau pake sambal pedas apa engga? Mau ayam bakar engga?"

"Mau kamu pulang."

Andira menghela nafas panjang. "Iya, abis ini pulang." balasnya pelan.

El mengulum senyum. "Matiin aja, sosis udah cukup. Balik lagi duduk—" menepuk sebelahnya. "Mau peluk, kangen."

One Night Stand (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang