6. Kebersamaan

23.8K 1.6K 15
                                    

     
    El menoleh, Andira tersenyum dengan masih melilitkan tangan di pinggangnya. Memeluk dari belakang.

El tersenyum sangat tipis, sudah satu bulan mereka bersama. Kemesraan sudah mulai biasa bagi keduanya.

Andira cukup terhibur dengan perubahan dia dan El. Sejenak bisa melupakan soal fakta siapa ayah dari bayinya.

"Masih mual?" tanya El dengan kembali membersihkan beberapa buah apel.

Andira menggeleng, menyandarkan kepalanya ke punggung El yang begitu nyaman.

"Mau apel? Jus atau jangan?"

Andira tersenyum, El semakin perhatian walau wajahnya masih tetap datar tak terbaca.

"Jus.."

Tanpa kata El mulai membawa langkah ke tempat alat untuk membuat jus berada, di ikuti Andira dengan masih nemplok bagai lintah.

"Pake susu?"

Andira menggeleng. "Mual, polosan aja." jawabnya lalu melepaskan pelukan, dia tahu kalau El kesulitan.

Andira mengamati kegiatan El dengan senyum tipis, dia merasa bersalah karena melibatkan El dalam masalahnya tapi dia tidak memiliki siapapun selain El.

"Makasih, El."

El menoleh, menatap tatapan sendu Andira. El tahu kalau Andira sedang memikirkan masalahnya.

El menyentuh pipinya, mengkode Andira untuk menciumnya di sana.

Andira mendekat, mengecup bibir El sekilas.

"Minta di pipi, tapi ga papa." El kembali membuat jus.

Andira merona, setidak fokus itukah dia? Astaga! Andira malu.

***

Andira tertawa lepas, El jatuh tepat di depan matanya dengan begitu lucu. Wajah yang biasa datar ternyata bisa juga berekspresi kaget.

El melirik tajam Andira, namun sesaat karena tawa Andira begitu lepas, cantik dan terlihat tulus.

Andira yang terus di pandang pun menghentikan tawanya canggung.

El beranjak, mendekati Andira lalu mengusap sebelah pipinya. "Apa gue harus jatuh dulu biar lo sebahagia ini?" tanyanya dengan masih memasang wajah datar khasnya.

Andira kicep dengan debar jantung yang tidak biasa.

"El.."

"Hm?" El menarik tangannya, menghentikan usapannya.

"Bilang ke mama, papa, gimana?"

Keduanya hanya diam, saling tatap. Andira masih selalu tidak bisa membaca El.

"Mau nikah kapan? Karier gimana?" tanya El lembut.

Andira begitu nyaman jika El memperlakukannya lembut.

"Udah ga ada harapan lagi.. Mungkin harus jeda karena hamil." Andira menatap El dengan kedua mata merebak basah.

El membingkai wajah Andira, dulu mana bisa dia menyentuhnya begini. El tahu diri kalau dulu hanya asisten.

"Lusa, kita pulang."

Andira menggeleng. "Mama, papa aja yang ke sini. Di sana, terlalu takut. Hamil di luar nikah itu ga biasa." air matanya kini jatuh.

"Oke," El membuat jarak, dia berlalu untuk mengurus semua yang perlu dia urus.

***

Andira membawa bantal menuju kamar El, malam ini tidurnya kembali gelisah dan tidak nyaman, kalau sudah begitu dia hanya butuh usapan El di kepalanya atau di punggungnya.

"El.."

El tersentak pelan saat Andira sudah berdiri di ambang pintu.

Andira menatap El yang memakai handuk saja.

"Kok malem-malem mandi?"

El hanya berdehem pelan, meraih kaos dan boxernya.

"Kok mandi?" ulang Andira sambil membawa langkahnya masuk.

El memakai kaosnya. "Rahasia." jawabnya.

Semoga dengan jawabannya Andira paham, dia laki-laki normal yang tegang dan butuh pelepasan walau caranya solo sekalipun.

El tegang karena saat dia dan Andira nonton, Andira ketiduran di atas tubuhnya.

El memindahkan Andira setelah lelap dan dia sibuk di kamar mandi sendirian setelahnya.

Eh siapa sangka, pelakunya kini sudah berdiri di kamarnya. Mau menyiksanya lagikah?

"Ha? Rahasia?" beo Andira lalu detik berikutnya si mesum pun paham. "Oh, solo.. Kenapa ga minta bantuin?" lanjutnya.

El terbatuk pelan, sontak menatap Andira. "Jangan mulai! Ngapain ke sini?" tanyanya lalu menuju kamar mandi.

El tidak mungkin memakai celana di depan Andira.

"Mau tidur.." Andira pun merangkak naik ke atas kasur El.

El pun hilang, masuk ke kamar mandi. Tak lama kembali keluar.

"Susah tidur?" El merangkak ke atas kasurnya, di sambut hangat oleh Andira.

El pun mengatur posisi untuk mengusap punggung Andira.

"Tegang lagi bilang, nanti di bantuin."

"Jangan mulai." El merespon acuh tak acuh, terus mengusap punggung Andira lembut.

Oh, Andira begitu nyaman dan aman kalau sudah begitu.

El memejamkan matanya, berusaha tidak berpikir hal-hal aneh yang mengundang panas di jiwanya.

Dia dan Andira harus banyak istirahat supaya bisa bertahan dan berjuang untuk kehidupan.

Besok orang tua Andira datang, El akan pasrah kena pukulan atau cacian karena lalai menjaga Andira.

El sudah siap.

One Night Stand (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang