10 | Masa Remaja

5.8K 655 35
                                    

Genta berdiri di belakan Jola, kedua tangannya terulur ke depan memengangi tangan wanita itu yang tengah mengacungkan pistol ke salah satu dari lima pria yang berdiri berjejer menyunggu apel.

"Percaya pada dirimu sendiri, Sweety," bisik Genta tepat di telinga Jola yang gemetar dengan mata terpejam, kentara sekali dia gugup, lagi pula siapa yang tidak akan gugup jika percobaan pertama kali menembakkan senjata api harus tepat ke apel yang diletakan di atas kepala manusia.

"Buka matamu, Sayang, lihat ke depan," bisik Genta lagi.

Pelan-pelan Jola membuka mata, jelas juga dia melihat laki-laki berjas hitam yang tak kalah gemetar dan berkeringat dingin di depan sana.

"Fokus,"

Beng!

Tangan Jola dalam gengaman Genta sedikit tersentak ke belakang bersamaan dengan lepasnya peluru dan pejaman matanya lagi.

"Lihat, kamu berhasil!" sorak Genta, dia sumringah sekali, menunjuk lelaki berjas hitam yang gemetar dan berkeringat dingin tadi kini bernapas lega.

Jola ikut bernapas lega.

"Sekarang cobalah lagi," Genta mengajak bergeser tiga langkah ke kiri, di mana tepat di depan pria berjas hitam lain berdiri menyunggu apel yang lainnya. "Dan aku percaya padamu," Lanjut Genta dengan binar kepercayaan tinggi.

Jola mengangguk ragu, dia mulai mengangkat pistol, mengacungkannya dan menarik napas dalam.

Beng!

"Aak!" pekik Jola tertahan karena dengan reflek dia membekap mulutnya sendiri, jantungnya berdebar hebat, rasa takut dan bersalah tersemat.

"Tidak apa-apa ... tidak apa-apa," Genta langsung memeluk tubuh Jola yang hendak jatuh merosot ke lantai. "Dia hanya mati," Lanjut Genta seraya mengusap naik turun punggung sempit wanita itu.

Dirasa napas pendek-pendek Jola mulai teratur, Genta merenggangkan pelukannya, memberi senyum hangat dengan menatap tepat ke manik sewarna madu Jola dengan tak kalah hangat. "Lihat dan pelajari," ucap Genta. Memang kurang ajar sekali bos Gentala Lingga Madana si pemilik gedung exsekusi ini, dia langsung menyerahkan senjata apinya pada Jola dan menyuruhnya menembak tanpa belajar terlebih dahulu.

Genta mengambil alih pistol di tangan Jola, melirik sekilas pria berjas malang yang tergeletak tak bernyawa dengan satu bola mata pecah di seberang depan sana, kemudian dilanjutkan menyorot tembok berbrecak merah darah. "Cipratannya estetik sekali," Dia tersenyum aneh.

Genta bergeser tiga langkah lagi ke kiri, kali ini Jola tak mengikuti, dia tetap berdiri di tempatnya, dia hanya akan melihat untuk mempelajari meski jiwanya memberontak menghianati dan ingin berhenti.

Dari lima pria berjas penyunggu apel tadi, kini tersisalah tiga, setelah satu berhasil dan satu mati.

Beng!

Tepat sasaran, Genta bergeser tiga langkah lagi ke kiri.

Beng!

Dengan satu tangan, bidikanya kali ini juga tak meleset semili pun.

"Gentala," suara Dean berbarengan dengan Genta menarik pelatuk pistol di tanganya.

Beng!

"Dee," Genta menoleh ke sumber suara—fokusnya pudar—berbarengan dengan bunyi senapan yang dia hasilkan. Entah kenapa rasanya ingin sekali memeluk karib sialanya itu setelah hampir dua hari tak bertemu, mengabaikan pria berjas hitam terakir yang kini terkapar dengan lubang tepat di antara dua alisnya, dan pekikan Jola serta Jessy yang berada di belakang Dean.

Alter Ego [BoysLove]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang