R A I L A_0.8_

100 18 0
                                    

Jangan lupa Voment

Happy Reading

Hotel

O 0.0.0

Nomor kamar hotel yang di khususkan untuk Raila. Jika banyak masalah dan frustasi maka Raila akan berada di kamar hotelnya. Hotel A.D. hotel kepunyaan Papa Nya.

Seorang gadis terduduk dengan badan bergetar hebat. Mengacak rambutnya frsutasi dengan wajah ketakutan sangat kentara dari wajahnya. Dia Raila, berusaha melupakan bayangan dimana Ai dengan tidak berperikemanusiaan membunuh orang lain tanpa bisa di kendalikan nya. Dan itu semua berpengaruh pada jantungnya yang kini memompa hebat.

Bayangan masa lalu kembali hadir dalam pikirannya. Raila meremas kuat rambutnya. Menangis. Raila menangis.

"Bodoh! Lo bodoh!!"

Raila memaki dirinya sendiri meremas kuat rambutnya yang membuat kulit kepalanya sakit.

"Lo gila Raila! Lo bunuh mereka! Lo gila! Lo gila!!!" tanpa ampun Raila melantukkan kepalanya di dinding berulang kali. Berdiri dan memukul tembok bagai samsak. Tanpa ampun dan tak memperdulikan tanganya yang luka. Kini hanya ingin melepaskan emosi nya.

"Ai! Gue benci sama lo! Kenapa lo ada di diri gue?!".

Darah berceceran dari tangan Raila. Wajahnya memerah padam. Kesal, emosi, dan takut. Takut jika tak bisa mengontrol Ai yang akan membunuh semua orang yang menurutnya pantas mati.

Tok tok tok

Raila menoleh kearah pintu. Penampilannya sangat acak acakan. Tidak mungkin untuk keluar. Raila membiarkan pintu terketuk. Tak peduli.

Kringgg

Ponsel dalam sakunya bergetar, dengan tangan penuh darah Raila mengambil ponselnya dan tertera nama Diego disana. Raila mengangkatnya.

"Aku di depan. Kamu bisa buka pintu?".

Dahi Raila berkerut Rapi. Bagaimana Diego tau jika dirinya ada di Hotel.

"Ngapain?" tanya Raila dingin.

"Gak pa-pa. Kamu bisa buka pintunya?".

"Gak. Kalo gak penting mending lo pulang". Desis Raila.

"Ada yang mau aku omongin".

"Sekarang. Gak ada waktu". Kata Raila tak sabaran. Untuk sekarang Raila hanya butuh sendiri untuk menenangkan emosinya.

"Penting, buka ya Rai?"

Dengan kesal Raila mematikan telpon sepihak. Dan tanpa mementingkan penampilannya dan tak peduli dengan reaksi Diego nanti Raila membuka pintu tanpa ekspresi. Menaikan sebelah alisnya saat tepat berada di depan Diego yang cengo. Raila memutar bola matanya malas.
"Kenapa?". Tanya Raila.

Diego menormalkan wajahnya. Dengan baju kemeja panjang, celana kain panjang dan tak lupa kacamata besarnya dan rambut tersisir rapi ke bawah, menyerahkan satu kantong plastik berisi kue brownis kesukaan Raila.

Raila menatap datar plastik itu tanpa minat.

"Buat kamu".

Raila menaikkan pandangannya menatap Diego.

"Masuk".

Raila berjalan masuk meninggalkan Diego yang tetap menampilkan senyumnya. Diego masuk dan terkesan melihat interior kamar Raila yang sama persis seperti miliknya. Penuh dengan warna hitam dan putih gading. Diego duduk di sofa menunggu Raila yang sedang mencari sesuatu di laci dekat kasurnya.

RAILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang