Haruto menunggu di ruang tunggu, dan yang sedang menangani keadaan mu sekarang adalah dokter lain bukan diri nya sendiri. Karena ia panik, takut nya tidak fokus dengan tujuan malah panik sendiri bukan nya membaikkan malah memperburuk keadaan.
Ia berusaha tetap tenang namun tidak bisa, keadaan dan situasi benar benar membuat nya tidak bisa tenang sama sekali. Haruto tidak bisa duduk, ia terus berjalan ke sana kemari tidak bisa menenangkan pikiran nya secara jernih. Sampai suara pintu terbuka, membuat nya menoleh cepat dan menghampiri teman nya sendiri yang menangani mu.
" Santai aja, to. Cewe itu gak apa apa, mungkin gara gara banyak pikiran terus dia nangis. Nyumbat pernafasan dia, lain kali awasin lebih ketat usahain lagi jangan buat dia kelelahan atau nangis misal nya? Menghirup asap atau semacam nya yang ganggu paru paru dia. Lo tenang aja, bentar lagi juga bangun dia. Sabar aja tapi, gw duluan ya, have fun bro " Tio melewati nya dan pergi mengurus pasien yang lain.
Ia tau kalau Haruto pasti panik, meskipun ia agak heran melihat teman nya bisa sepanik itu. Entah kenapa Haruto yang selalu tenang dan bersikap profesional itu, tapi karena posisi Haruto tidak ada jadwal sama sekali mungkin seperti itu lah sifat asli nya. Terlebih ia tau juga tentang kamu yang menjadi salah satu pasien, lebih ke pribadi.
Haruto hanya berdiri di depan pintu, ia membuang nafas panjang. Malam malam begini, untung saja ia belum tidur sama sekali. Kantuk tadi nya menyerang namun tidak lagi karena sudah seperti ini, pria itu berjalan masuk ke ruang inap tersebut dan melihat jelas jika di samping bangsal sudah ada tabung oksigen. Sebenarnya memang pemandangan yang sudah biasa ia lihat namun, jika itu kamu kenapa begitu asing?
Terlalu terbiasa melihat mu terlalu hiperaktif, sekaligus suka mengumpati diri nya. Suasana seperti ini benar benar tidak cocok untuk mu.
" Kenapa bisa? Harusnya gw gak ceroboh kayak gini " Haruto ambruk, di atas kursi dan kepala nya bersandar di bangsal mu.
Berada tepat di samping mu, pria berumur 25 tahun itu berada di sana tanpa ada minat beranjak dari tempat tersebut. Rasa khawatir semakin menjalar di dalam dada nya, wajah pucat itu membuat nya semakin memikirkan banyak hal. Sudah biasa, namun tetap tidak bisa terbiasa. Kenapa bisa mengalami semua ini?
" Ada yang belum saya tau tentang kamu? Apakah masih ada? Atau memang sengaja kamu sembunyikan dari saya. Tapi saya mohon jangan sembunyikan apa apa, saya khawatir "
" Sangat.. "
" Melihat mu sendiri ini, rasa nya sesak dan tidak nyaman.. "
•••
Matahari menembus jendela, cahaya nya yang begitu menusuk mata begitu memaksa mu segera membuka mata. Meskipun berat, namun kamu berusaha keras membuka mata mu dan melihat suasana tidak asing lagi. Serba putih, bersama dengan oksigen dingin dan bau obat berada di mana mana membuat mu muak.
Terasa berat tangan mu, menoleh ke arah samping susah payah dan menemukan seseorang di sana. Sejak kapan? Apa sejak tadi malam posisi nya seperti itu terus? Kamu mencoba bangun, terkesan memaksakan diri tetapi menang begitu ada nya. Suka memaksa padahal tidak melakukan hal yang mustahil.
Pergerakan mu di ketahui oleh nya, membuat pria itu bangun dan menemukan mu memaksa untuk duduk. Membuat nya seketika tegak berdiri dan menahan mu agar tetap berbaring.
" Tiduran saja dulu, jangan memaksa begitu.. "
" Pegel tidur terus " Paham dengan ekspresi tidak nyaman mu, Haruto mengambil banyak cadangan di lemari yang terletak tidak jauh.
Ia membawa bantal tersebut, ia membantu mu agak bangun kemudian memposisikan bantal nya di punggung mu agar bisa duduk. Ia agak heran, bisa bisa nya baru bangun langsung minta duduk di tambah tenaga mu yang sepertinya belum pulih sepenuhnya. Jangan meremehkan, beda dengan yang lain.
Kamu ati banding jika di sini, mau di bom juga masih hidup beda cerita kalau di lindes kereta api, itu sudah melayang.
" Masih sesak tidak? " Kamu hanya menjawab menggelengkan kepala mu dan mencari remot televisi. Peka dengan apa yang kamu cari, Haruto mengambil remot di sofa pojok kemudian memberikan nya kepada mu.
" Makasih "
" Iya, bentar lagi jadwal makan. Kamu harus makan terus minum obat " Kamu hanya mengangguk saja, lagi pula menentang Haruto sama saja membuang buang ludah. Berdebat dengan nya akan selalu kalah karena semua perkataan nya terkadang tidak bisa di duga, tidak bisa di sinkron.
Sibuk menonton televisi yang tidak jelas nonton apa, Haruto hanya duduk dan memotong buah di samping mu. Tidak membuka suara apa apa, ia sibuk dengan kegiatan nya itu. Menjadikan suara televisi pemecah keheningan, tidak terlalu sepi namun tetap saja tidak ada yang membuka suara sama sekali.
" Kamu kok bisa pingsan? Kamu nangis ya " Berakhir suara Haruto benar benar memecahkan lamunan mu.
Kamu mencoba agar tetap fokus ke depan mengabaikan pria itu yang kini menatap mu, tidak ada pertanyaan dengan jawaban memaksa. Ia hanya mau jawaban jujur terkesan tidak ada paksaan apa pun, Haruto juga mau kamu jujur dan cerita sendiri. Meskipun tidak untuk saat ini.
" Gak nangis, sok tau "
" Yaudah iya, ini buah nya di makan. Saya ada pasien nanti, saya tinggal sebentar "
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor | Haruto × You [ HIATUS ]
FanfictionMenyelamat seseorang memang sebuah kewajiban sebagai sesama makhluk hidup, namun bagaimana jika yang di selamatkan adalah musuh sendiri yang mengancam keselamatan?