Harus Sabiya syukuri, atas perpisahan di malam Minggu yang disebabkan karena pertemuan dengan si jones—meski gagal, hari Minggu sekitar pukul dua siang, Revi mengajaknya pergi nonton bioskop. Tak peduli apa yang akan ditonton di sana, Sabiya kini sibuk mematut diri di depan cermin.
Lagu Next Level milik Aespa yang sedari tadi berputar dari ponsel, tiba-tiba saja terhenti dan berganti menjadi nada masuk panggilan. Ditilikinya siapa penelepon itu. Rupanya sang ibu.
"Halo? Kenapa, Bu?" tanya Sabiya mendekatkan ponsel ke telinga.
Hanya suara perbincangan ibunya dan orang lain (mungkin pelanggan) yang terdengar masuk ke gendang telinga Sabiya. "Bu?" panggilnya lagi, memastikan ibunya benar-benar menelepon, atau tak sengaja menekan tombol panggilan suara padanya.
Ditunggu sekitar lima belas detik, akhirnya sang ibu menyahut. "Biya?"
"Kenapa, Bu?"
Hening lagi. Sabiya mengelus dadanya, memerintahkan diri agar tidak emosi dan berakhir badmood.
"Ibu nanti pulang telat, ya? Kamu jangan pulang malam kalau jadi pergi sama Revi. Nanti bapakmu marah, loh."
Sabiya menahan napas, setelahnya membuang udara yang sempat ditahan. "Iya, Bu. Jam sepuluh udah di rumah," sahutnya agak ketus.
"Hati-hati perginya, ya." Sabiya hanya mengiakan, hingga lagu Next Level yang belum tuntas itu kembali berdendang, Sabiya langsung kembali sibuk berdandan di depan cermin.
Kaos biru muda dipadukan dengan celana jeans, ditambah lagi tas selempang hitam, kiranya cukup dikenakan Sabiya untuk kencan dengan kekasihnya hari ini. Setelah mendapat chat dari Revi, sekali lagi Sabiya bercermin, setelah yakin dengan penampilannya, barulah ia segera keluar.
Mobil hitam terparkir di depan rumahnya. Revi melambaikan tangan dari dalam kendaraan roda empat itu, Sabiya pun langsung masuk dan duduk di sebelah pengemudi yang tak lain dan tak bukan adalah kekasihnya sendiri.
"Berani, kan, nonton horor?" Sabiya masih terpaku dengan apa yang dilihatnya sekarang. Poster film hantu yang menyeramkan itu tak bisa diserap oleh pikirannya.
Pelan-pelan Sabiya menatap Revi dengan tatapan bingung. "Kok hantu?"
"Kan semalem kamu bilang 'terserah' waktu aku tanya mau nonton apa."
Seketika ingatan semalam—saat Revi menelepon dan mengajaknya nonton di bioskop—berputar di kepalanya. Ia terlalu bersemangat hingga tak peduli apa yang sebenarnya akan dilakukan bersama Revi, tiba-tiba kini merasa menyesal karena terlalu terlena dengan ajakan pacarnya.
Film horor bukan ide baik bagi Sabiya. Bayang-bayang hantu dalam film itu akan terus meneror hingga membuatnya parno sendiri. Sabiya menyentuh tengkuknya. Belum apa-apa saja, ia sudah merinding duluan membayangkan.
Sabiya benar-benar definisi penakut yang sesungguhnya. Sepanjang jalannya film, kedua tangan dinginnya menutupi mata rapat-rapat. Revi hanya mampu tertawa pelan melihat kelakuan aneh pacarnya.
Empat puluh tiga menit berlalu, Sabiya tak lelah menutupi wajah cantiknya sendiri. Revi yang mulai tak tega, kini menggenggam tangan kanan Sabiya yang benar-benar dingin, kemudian menurunkannya agar wajah cantik kekasihnya terlihat. Bukannya terbawa perasaan atau apa, Sabiya malah memukul tangan Revi dan kembali menutupi matanya dengan kedua tangan.
"Hantunya bolak-balik, ih!"
Lagi-lagi Revi tersenyum. "Mau keluar?"
Sabiya langsung membuka mata, tentu dengan tangan kiri berusaha menutupi pandangannya dari layar lebar. "Boleh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words✔
RomanceIni bukan kisah Cinderella yang harus pulang sebelum pukul dua belas malam sebab kesempurnaan yang akan sirna, melainkan tentang Sabiya yang tidak diperbolehkan keluar rumah lewat dari jam sepuluh malam jika tak ingin dijodohkan oleh sang ayah. Dia...