Bagas mengatakan bahwa ia baru saja selesai menemui kawan lamanya. Sabiya memutuskan untuk mengajak pria tujuh puluh tahunan itu bergabung satu meja dengannya dan Revi. Awalnya sedikit canggung, Sabiya pun tak tahu harus berbuat apa. Sebenarnya bisa saja Sabiya berbicara panjang lebar di depan Bagas seperti tempo hari lalu, tetapi saat ini Revi tengah bersamanya. Tak mungkin ia bercerita tentang hubungannya dengan Devan.
"Kakek udah bilang ke De—"
"Kakek!" panggil Sabiya sedikit meninggikan suara, membuat Bagas dan Revi terperanjat dan menatap Sabiya bersamaan.
Sadar dua pria semejanya terkejut karena dirinya yang berusaha mengalihkan perhatian, Sabiya tersenyum Pepsodent. Mana mungkin Sabiya akan membiarkan Bagas membahas Devan di depan kekasihnya. Bisa-bisa hubungannya hancur malam ini juga.
"Coba deh, Kek, dagingnya empuk banget." Sabiya bangkit, mengambil sesendok penuh olahan ayam lalu menaruhnya di piring Bagas.
Meski sedikit bingung, pria baya itu tetap mengangguk sambil tertawa kecil, kemudian menyuap pemberian Sabiya ke mulut. Bagas melebarkan matanya sesaat setelahnya. Sabiya langsung dilanda khawatir, takut terjadi apa-apa pada kakek Devan. "Kenapa, Kek?"
"Saya kecewa sama kamu." Sabiya berkedip tak paham. Kecewa? Kenapa? Apa makanan yang ia berikan tidak cocok dengan selera Bagas? Atau mungkin Bagas sudah tahu soal dirinya yang hanya berstatus pacar pura-pura Devan? Namun, bukankah terlalu cepat jika Bagas benar-benar tahu mengenai hubungannya?
Semakin lama dilihat, raut Sabiya semakin bingung. Wanita itu memberanikan diri untuk bertanya sebab tak tahan jika terus penasaran. "Gimana, Kek?"
"Saya kecewa sama kamu. Kenapa baru kenal sekarang." Pria itu tertawa sembari mengambil menu ikan seperti yang tadi Sabiya berikan.
Huh! Ia kira apa. Ada-ada saja memang, sudah membuat panik hingga panas dingin dan mendebarkan jantungnya, rupanya hanya pujian kecil. Bodohnya, ia sempat berprasangka buruk bahwa Bagas sudah tahu tentang hubungan pura-puranya dengan Devan. Namun, tetap saja Sabiya menghela napas lega. "Kakek ada-ada aja."
Bagas tersenyum, kembali membuka mulut, bersiap menanyakan sesuatu. "Gimana kamu sama De—"
"Pan ini?" sambung Sabiya menunjuk sayur kubis yang sudah digarami dan difermentasi sedemikian rupa, hingga berakhir tersaji di mejanya.
Meski sempat melihat Bagas mengernyit bingung—mungkin heran dengan Sabiya yang bertingkah aneh, Sabiya tak peduli dan tetap akan kembali menjelaskan. "Saya cuma lihat kimci di drama Korea sih, Kek. Belum pernah coba. Jadi belum tahu gimana saya sama si kimci ini."
Jujur, ia ketar-ketir saat Bagas mulai terdengar akan membahas Devan. Terlebih Revi yang sejak tadi hanya diam menyaksikan perbincangan antara dirinya dan Bagas, membuat Sabiya semakin deg-degan. Ah! Kenapa ini semua harus terjadi padanya? Kesalahan apa yang membuat dirinya harus terus-terusan dihadapkan dengan keadaan yang membingungkan?
Tangan kanan memegang garpu, sedang sebelahnya menggenggam pisau kecil, Bagas fokus menyantap makanan lagi. Setidaknya Sabiya merasakan sedikit ketenangan meski sesaat, ia tak harus memutar otak untuk mengalihkan pembicaraan. Ah, pasti sangat tidak sopan didengar, tetapi mau bagaimana lagi? Sepertinya jika orang lain ada posisinya, akan berlaku sama.
"Kamu siapanya Sabiya?"
Baru juga akan menyuap kimci untuk pertama kalinya dan memberi kesan apakah makanan Korea yang sering dilihatnya di drama seenak yang terlihat atau tidak, Bagas kini bertanya kepada Revi.
Saat sang kekasih sudah membuka mulut bersiap menjawab, Sabiya tertawa kecil. Keduanya lagi-lagi menatapnya heran. "Dia kakak saya."
Revi terbatuk setelah sang kekasih mengakuinya sebagai kakak di depan pria tua yang tak ia kenal. Sabiya mengambilkan air mineral, membantu Revi minum dengan perlahan dan mengusap punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words✔
RomantizmIni bukan kisah Cinderella yang harus pulang sebelum pukul dua belas malam sebab kesempurnaan yang akan sirna, melainkan tentang Sabiya yang tidak diperbolehkan keluar rumah lewat dari jam sepuluh malam jika tak ingin dijodohkan oleh sang ayah. Dia...