Tak tahu kebetulan macam apa ini. Pukul empat sore, tepatnya saat istirahat, Sabiya kedatangan pelanggan yang tak diduga-duga. Zora. Tentu bukan itu yang membuatnya terkejut setengah mati, melainkan Galan yang berjalan beriringan dengannya memasuki kafe.
Ia memang tahu sahabatnya akan mampir ke kafe sepulang kerja. Namun, tak disangka akan datang bersama teman Devan yang sempat membujuknya bertemu pria menyebalkan tempo hari lalu.
Sabiya segera menghampiri sahabatnya. "Ra?" panggilnya menatap Zora sejenak, lalu melirik Galan.
"Ja-di, kalian bukan cuma teman, tapi pacaran?"
Zora langsung menggeleng, tak membenarkan penuturan Sabiya. Ia menoleh sejenak ke arah Galan yang hanya diam menyaksikan. "Enggak. Kita cuma teman. Dia bilang kalian mau ketemu buat mengakrabkan diri, ja---"
"Wait! Beneran kalian cuma temenan? Ah, enggak percaya gue," tukas Sabiya melirik Galan.
"Bener, Sabiya. Udah, ah. Ayo minum, haus gue. Keburu jam istirahat lo abis juga 'ntar."
Sabiya mengangguk dan mengajak mereka duduk di pojok samping kaca depan. Setelah menanyai dan mencatat pesanan dua orang pelanggannya, Sabiya pergi ke belakang untuk membuatkan kopi.
"Kamu enggak pa-pa ngopi di sini? Bos kamu gimana?"
"Lagi ketemu sama model yang jadi brand ambasador perusahaan. Katanya mau bicara berdua, ya udah gue ke sini aja."
Galan mengakhiri ucapannya dengan senyuman manis. Ditambah lesung di kedua pipi membuat pria itu semakin manis di mata Zora. Zora menatapnya lalu mengangguk paham. Dilihat-lihat, semakin dalam Zora menatap Galan, semakin tampan pula pria berkemeja itu. Astaga! Segera Zora alihkan pandangan saat otaknya mulai berpikir macam-macam.
"Kok bisa, ya, Sabiya nerima tawaran itu lagi padahal pas cerita ke aku, dia kelihatan kesel banget sama temen kamu."
Lagi-lagi Galan menanggapi ucapan Zora dengan senyuman. Zora sungguh wanita ekspresif, terlebih saat membicarakan orang lain. "Temenku ngajak bicara baik-baik. Terus dia mau, deh."
"Masa?" Zora bergeser agar sedikit tebih dekat dengan Galan. "Demi apa?"
"Aku belum dengar cerita dari mulut temanku langsung, sih. Kemarin ditanya malah enggak jawab. Dia cuma bilang kalau mereka udah sepakat lagi."
"Wah! Gue jadi kepo, asli. Gue tahu banget Sabiya, tuh, anaknya keras kepala dan kalau udah bikin keputusan, susah diganggu gugat."
"Kata siapa?" tanya Sabiya menimpali.
Diletakannya dua gelas Caramel Latte milik dua pelanggan specialnya dan satu Vanilla Latte miliknya di meja. "Lo jangan macem-macem ngomongin gue di belakang, ya, Ra!" Memang tak keras Sabiya mengatakan demikian, tetapi cukup dingin.
"Ngomongin lo enggak bakalan ngehasilin duit."
Sabiya berdecih, kemudian meneguk minumannya. "Bisa aja kalau lo pemberita."
"Iya, dah." Memang yang paling tepat adalah mengiakan saja. Dari pada harus panjang lebar urusannya.
Diam-diam Galan kagum dengan dua wanita yang tengah bersamanya. Persahabatan yang agaknya dekat sekali, seperti ia dan Devan. Ah, teringat dengan bosnya itu, Galan menegakkan badan. "Aku masih heran, kalian kok bisa balikan?"
Sabiya tersedak minumannya sendiri mendengar pertanyaan Galan yang tiba-tiba. "Bahasa lo, please. Balikan? Udah kayak pacaran aja."
"Ya maksudnya itu."
Tak langsung menjawab, Sabiya lantas meregangkan badannya yang kaku. "Rahasia, dong," ucap Sabiya setelahnya. Zora dan Galan yang sudah duduk tegak, siap menyimak cerita Sabiya, merasa kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words✔
RomanceIni bukan kisah Cinderella yang harus pulang sebelum pukul dua belas malam sebab kesempurnaan yang akan sirna, melainkan tentang Sabiya yang tidak diperbolehkan keluar rumah lewat dari jam sepuluh malam jika tak ingin dijodohkan oleh sang ayah. Dia...