Tak pernah terbayangkan oleh Sabiya akan diajak pergi ke tempat ini, ia kira hendak menemani kakek Devan pergi berlibur ke tempat wisata alam yang menyejukkan. Realita sungguh tak sesuai ekspektasi. Sabiya hanya berdiri mematung di depan gerbang kebun binatang yang sudah dipenuhi pengunjung.
"Lo yakin?" tanya Sabiya menatap Devan tak percaya. Sulit untuk memahami pemikiran orang yang disebut-sebut kaya itu.
Devan hanya melipat tangan di depan dada, pandangannya yang sebelumnya menatap lurus ke dalam tempat wisata, kini menoleh sedikit menunduk sebab tinggi badan Sabiya yang kalah darinya.
"Kenapa? Lo kira kita bakal ke mana?"
Sabiya menatap mata Devan yang fokus memandangnya. "Pantai, villa, atau ke tempat makan."
Devan memalingkan wajah sambil tersenyum kambing, tetapi kembali menatap pacar pura-puranya lagi. "Lo jangan kaget, kakek emang aneh."
"Aneh?" Dari belakang keduanya, suara pria baya menimpali ucapan Devan membuat mereka berbalik badan secara bersamaan.
Tentu mereka terkejut dengan kehadiran Bagas yang tak diduga-duga. Beberapa detik saling melempar pandang, Sabiya maju lebih dulu, menyalami tangan yang sudah sedikit berkerut termakan usia. "Kakek baru datang?" tanya Sabiya tersenyum senang.
Bagas membalas salaman dengan Sabiya sambil tersenyum. "Sampai juga kamu." Bagas giliran melirik
tajam ke arah Devan yang kini menatap takut kakeknya. Tak lama kemudian pukulan keras mendarat di lengan Devan."Kamu ternyata suka ngomongin kakek di belakang, ya!" Devan mulai mengaduh sambil mengusap bekas pukulan.
"Beraninya bilang kakek aneh di depan pacar kamu!" Pukulan kedua kembali mendarat. Devan memundurkan diri beberapa langkah demi menghindari kakeknya. Tangan pun berusaha memghalau agar tubuhnya selamat dari pukulan maut.
"Awas kalau ngomong yang jelek-jelek ten—" Belum sempat melayangkan pukulan ketiganya, Devan berlindung di belakang tubuh Sabiya.
Sabiya hanya diam saat berhadapan dengan wajah Bagas. Ia melirik lengan kanan-kirinya yang kuat-kuat dipegang Devan. Tanpa sadar ia menyunggingkan senyum kecil, melihat keributan Devan dan kakeknya membuatnya terhibur.
Melihat Bagas yang memundurkan diri dan membenarkan pakaiannya, Devan langsung berdiri di samping Sabiya. "Enggak begitu, Kek. Tadi tuh—" Melihat mata Bagas memelotot tajam, Devan mengatupkan mulut, mengunci agar mulutnya tak berbicara lagi. Sabiya heran, sikap mereka berdua sungguh seperti anak kecil, tetapi sungguh menaikkan mood-nya.
"Ayo masuk, makin siang nanti makin ramai." Sabiya tersenyum, lalu mengangguk cepat.
Sabiya menautkan jemarinya dengan jemari Devan. Ini bukan bagian dari rencana mereka, sehingga Devan sempat terkejut. Tak peduli dengan wajah Devan yang dipenuhi tanda tanya saat melihatnya, Sabiya melempar senyum supermanis. "Ayo, Sayang." Bagas menyaksikan keduanya dari belakang, tersenyum sumringah melihat cucu kesayangannya bergandengan tangan dengan kekasihnya.
"Wortel lagi, dong," pinta Sabiya menengadahkan tangan kepada Devan yang berdiri di belakangnya. Posisinya berjongkok, meminta makanan kelinci tanpa berpaling dari binatang berkuping panjang yang sibuk ia beri makan.
Dengan santainya Devan meletakkan batu kerikil di telapak tangan Sabiya, barulah wanita itu menoleh, bahkan kini tak segan berdiri. "Rese banget si ja—" Sabiya mengurungkan niatnya memukul Devan, dari arah kanan, Bagas datang membawa sayuran.
Sabiya memeluk lengan kekasih bohongannya itu tanpa aba-aba, membuat Devan tak sengaja menjatuhkan wortel yang masih di tangan. Sabiya berakting lagi. Sungguh, Sabiya pantas menjadi aktris yang berperan sebagai pemilik dua kekasih di waktu yang sama: playgirl.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words✔
RomanceIni bukan kisah Cinderella yang harus pulang sebelum pukul dua belas malam sebab kesempurnaan yang akan sirna, melainkan tentang Sabiya yang tidak diperbolehkan keluar rumah lewat dari jam sepuluh malam jika tak ingin dijodohkan oleh sang ayah. Dia...