25) Malam untuk Sang Cinderella

26 5 0
                                    

Perpisahan yang tak pernah terpikirkan, bisa terjadi tiba-tiba. Reun Night pun sama. Tak pernah Sabiya bayangkan ia akan kembali menghadiri pesta reuni dengan kawan-kawan sekolah menengah atasnya, bersama sang kekasih.

Sekarang, pukul tujuh kurang seperempat, Sabiya masih duduk bersila di ranjang. Berkali-kali ia tengok ponselnya menanti pesan seseorang. Embusan napas panjang untuk yang kesekian kalinya membawa Sabiya semakin overthinking. Apa ucapan saat itu hanya bercanda, untuk memanas-manasi hati Revi saja?

Sabiya mengacak rambut kesal. Tak tahu harus berbuat apa sekarang. Mana mungkin ia dulu yang menghubungi Devan tentang pergi bersama ke acara sekolahnya. Apa jangan-jangan Devan lupa? Ah! Bagaimana jika Devan benar-benar tak ingat? Sungguh Sabiya tak siap diolok-olok lagi seperti yang sudah-sudah.

Ponsel di genggamannya bergetar membuat Sabiya terlonjak kaget. Cepat-cepat ia lihat, ternyata bukan dari Devan, melainkan Zora.

"Kena--"

"Keluar cepetan! Kita hampir terlambat." Sabiya mengernyit. Ia berlari ke jendela kamar, melihat apakah Zora sungguh di depan rumahnya.

Dan ternyata sahabatnya tak berbohong. Bahkan Zora datang bersama kekasihnya dengan mobil hitam mahal, seperti mobil yang dipakai Devan waktu itu. Namun, Sabiya langsung mengenyahkan pikirannya lantas pergi hanya dengan membawa ponsel Samsungnya.

👠👠👠

Sabiya berusaha mengikuti langkah Zora yang tergesa-gesa mencari nomor kamar tujuan. 308, nomor kamar Galan. Meski tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi, Sabiya hanya diam tak berbicara. Ketika bertanya pun, ia hanya diberi jawaban singkat. Katanya, ia akan dirias menggunakan gaun cantik. Itu saja.

"Coba lo ratain lipstik-nya pakai bibir."

Walaupun tak begitu paham dunia tata rias, Sabiya sedikit tahu apa maksud Zora. Usai menyatukan bibirnya dan menggesekkannya beberapa kali agar pewarna bibir berfungsi merata. "Udah, Ra."

Zora melanjutkan dengan mengatur rambut Sabiya yang panjang berantakan menjadi sanggul. Bukan hanya Devan yang mungkin akan memuji kecantikannya, Zora bahkan terus terkagum-kagum melihat kemolekan sahabatnya yang jarang bahkan tak pernah terlihat. "Sumpah, Devan bakal klepek-klepek liat lo."

"Apaan, sih? Ini enggak ketebelan emang?" tanya Sabiya sembari bercermin, melihat kanan-kiri wajahnya terasa begitu berat.

Zora memutar bola matanya kesal. Sahabatnya terlalu berlebihan. Dandanan sederhana dikata ketebelan. Lantas, mau setipis apalagi yang Sabiya mau?

"Ini yang paling tipis, BTW."

"Gue enggak jelek didandanin gini?"

Pertanyaan dibalas pertanyaan. "Lo meremehkan kemampuan gue?"

"Bukan gitu ...."

Zora memeluk sahabatnya dari belakang. Rasa bangga berhasil memoles cantik wajah Sabiya tak kunjung reda. Akhirnya setelah sekian lama ingin melihat teman sehidup seperjuangan tampil anggun, kini tercapai sudah.

Hanya berlangsung semenit, Galan masuk ruangan. "Devan udah nunggu di bawah." Zora mengangguk dan segera keluar hunian Galan sambil membawa tas kecil.

Tidak hanya sekadar menunggunya di mobil, Devan bahkan keluar membantu Sabiya berjalan kesulitan sebab gaun yang lumayan panjang. Berjongkok di depan Sabiya, Devan tak malu untuk melakukan hal itu. Sepatu high heels putih ia keluarkan dan ditatapnya.

Dalam hati Devan terus berdoa supaya sepatu manis itu muat di kedua kaki Sabiya. Untung, kakinya sungguh langsung masuk dan pas. "Syukurlah," ucap Devan lega sambil mendongak ke atas, melihat senyum Sabiya yang mulai muncul.

Three Little Words✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang