CHAPTER 1
Wajah laki-laki itu terlihat amat murung. Ia meremas ponsel dan melemparnya ke sofa, meremas rambut berusaha menahan diri untuk tidak menghantam apapun disekitarnya.
Sementara hal itu tak luput dari amatan sang saudara yang baru saja memutuskan untuk mendekat dan ikut bergabung duduk ke sofa. Matanya melirik sekilas kearah sang adik yang terlihat sedang dikuasai amarah.
"Masalah apalagi?" Tidak mendapatkan jawaban, ia kembali bertanya. "Apa masih masalah yang sama?" Dan jawabannya adalah anggukan dengan wajah ditekuk. Sang kakak hanya menghela nafas dan menggelindingkan bolamatanya mengamati seisi rumah, seolah ikut membantu mencari solusi pada masalah yang sedang terjadi.
"Apa... Bella juga begitu sama kamu, mas?" Tanya Novan ragu.
"Be-Bella pacarku?" Tanya Arfi, kakak Novan memastikan.
"Hmm.."
"Kenapa sama dia?"
"Mas tau masalahnya, ngapain masih nanya?"
Mendengar nada suara jengkel dari adiknya, Arfi mengerjapkan matanya beberapa kali sambil menggaruk kening. "Menurut aku, cewek minta kepastian itu wajar."
"Kepastian udah aku kasih."
"Berarti satu level diatasnya, tunangan atau yang paling pasti, ni-kah.."
"Iya, maksud aku tuh... Apa si Bella Bella itu nggak pernah ngajak mas nikah?"
"Per-pernah." Sahut Arfi menggaruk tengkuk.
Novan menggerakkan tubuhnya untuk menghadap Arfi. "Tapi kenapa mas nggak pernah kenalin kita sekeluarga sama si Bella itu? Kayak aku kenalin Rinta ke kalian semua?" Tanya Novan. Sementara Arfi langsung terdiam memikirkan jawaban. "Atau mas sebenarnya nggak pernah ada niatan ya untuk nikahin Bella?" Tuding Novan dengan senyuman miring.
"Ada! Masa enggak sih, kita kan udah pacaran jauh lebih lama dari kamu dan Rinta!" Tegas Arfi.
"Tapi kenapa aneh ya hubungan mas sama Bella. Mas nggak pernah sekalipun publish hubungan kalian kemanapun. Gara-gara ini, semua orang bisa salah paham sama mas, kirainnya mas Arfi nggak punya pacar." Ucap Novan. Seolah tidak menanggapi ucapan sang adik, Arfi terlihat membersihkan telinga kanannya dengan kunci mobil. "Bebal banget mas denger omongan tante-tante rempong di keluarga ini."
"Hubungan kamu sama Rinta aja yang masih cupu. Nggak semua hal harus di publish. Nggak semua orang harus tahu." Jawab Arfi santai.
"Bisa diterima, tapi aku sebagai keluarga, apa kamu nggak ada niatan kenalin si Bella sama aku lah minimal, kalo mas nggak mau papa mama kenal dia dulu." Novan menatap Arfi penuh curiga dan selidik. Ia kemudian tertawa pelan. "Atau Bella nggak ada apa-apanya dibandingkan Rinta? Rinta jauh lebih cantik? Pinter, mungkin?" Sebelah alis Novan terjangkit naik.
Arfi menghembuskan nafasnya menatap Novan. Wajah tampan itu berubah serius, melunturkan segala lekukan senyuman mengejek diwajah adiknya.
"Suatu saat nanti, kamu juga bakal tau siapa Bella karena mas bakal nikah sama dia. Setiap doa aku selalu minta dia sama Tuhan. Dan Tuhan pasti akan kabulin. Tapi kalo nggak, Yaudah aja."
"Ya, itumah pasti." Seolah belum puas dengan obrolannya dengan Arfi, Novan kembali membuka topik. "Umur kan udah 28, mas. Kenapa nggak mas aja yang duluan nikah sama Bella?"
"Biar?"
"Biar aku ada alasan untuk nunda nikahin Rinta ke tahun depan." Mengusap dagu, Novan kemudian kembali menimpali. "Atau gini aja-"
"Halo Bella!" Arfi berdiri dari duduknya seraya menempelkan ponsel miliknya ke telinga, bahasa tubuhnya seolah meminta izin pada Novan untuk menjauh agar bisa bicara dengan leluasa di telpon. Novan hanya mengibaskan tangannya dengan wajah malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan impian
Romance"Saya bisa menikahi kamu. Dia, cuma bisa jadi pacar kamu, tapi saya bisa jadi suami kamu." ***** "Bisa nggak sekali aja setiap ketemu nggak usah bahas soal nikah?!" "Kamu udah janji bakal nikahin aku! Dan kamu tau kan ayahku udah sakit-sakitan. Aku...