CHAPTER 9
Setelah turun dari kamar. Arfi melangkah menuju kedepan untuk memanaskan mesin mobil. Supaya setelah sarapan, ia bisa langsung pergi ke kantor dengan mobilnya yang sudah siap.
Urusan dengan mobil sudah selesai. Arfi melangkah menuju dapur dan kini ia memperhatikan gerak gerik mama yang sedang memasak nasi uduk dibantu bi Mul. Tidak biasa mama memasak nasi untuk sarapan pagi, biasa juga cuma makan roti.
Arfi melangkah mendekat dan berdiri disebelah mama. "Selamat pagi, ma."
"Pagi, mas." Sapa mama balik dengan nada riang.
Tiba-tiba papa juga hadir ke dapur. Dengan kaos putih oblong serta celana panjang hitam kotak-kotak yang ia kenakan, sudah menjadi pertanda jelas jika pria berumur 50-an itu belum mandi.
"Pagi juga, papa."
"Hmm.." Sahut papa sambil menarik kursi, duduk dan bengong mengembalikan nyawa.
Mama hanya menggelengkan kepala pelan melihat sang suami. Semalam papa tidak bisa tidur karena begadang nonton bola hingga subuh bersama satpam di gerbang komplek. Meskipun tv dirumah lebih besar, malah mereka memiliki layar tancap beserta layar khususnya sendiri. Papa tetap memilih ke depan komplek menonton bersama bapak-bapak lain. Auforia, teriakan dan kehebohan disanalah yang membuat papa memilih nonton di depan komplek. Setelah bola habis, papa pulang dan malah berlanjut tidak bisa tidur.
Mengabaikan papa, mama kembali menatap sang putra sulung dengan tatapan menggoda penuh arti. "Cie.. yang semalam tidur ada temennya." Mama menyenggol bahu Arfi yang sedang mencicipi nasi uduk di dekat kompor hingga sendok berisi nasi itu terayun sedikit kedepan. "Nggak kesepian lagi kan udah tidur sama istri."
Arfi tersenyum dengan bodoh. "Hehe... iya."
Saat mama hendak bertanya-tanya lagi lebih jauh terkait malam pertama mereka setelah hampir seminggu lebih menikah, Rinta tiba-tiba datang dengan senyuman canggungnya.
Papa yang berada di meja makan sambil bertopang dagu dengan mata terpejampun menyuruh Rinta duduk.
"Duduk, Rin."
"Hehe... iya pa."
"Ini kenapa sih jawabannya pada hehe iya... hehe iya ma, pa semua sihh." Ucap mama mencibir.
Rinta sambil tersenyum malu-malu mendekat kearah sang mama mertua. "Lagi masak apa ma?" Tanya Rinta basa-basi.
"Masak nasi uduk, Rinta suka nasi uduk?"
"Suka, ma."
"Tumben mama masak nasi uduk? Biasanya kita makan roti aja pagi-pagi." Arfi kini duduk di kursi meja makan.
"Beda dong, hari ini kan ada Rinta. Siapa tau Rinta nggak mau makan roti. Maunya makan nasi uduk."
"Rinta sarapan pake apa aja nggak masalah kok ma." Ucap Rinta semakin tidak enak. Pasalnya mama mertua sengaja memasak nasi uduk pagi-pagi karena sarapan pertamanya dirumah ini.
Mengingat waktu, sarapan langsung dimulai tanpa menunggu salah satu anggota keluarga lagi. Disela sarapan hangat itu.
"Cie mas Arfi, akhirnya setiap malam nggak bakalan sering kesepian lagi nih." Goda mama.
Mungkin jika mama bicara seperti tadi tanpa disaksikan oleh Rinta rasanya biasa saja. Tapi Arfi dan Rinta malah saling curi-ciri pandang, ketika mata itu saling bertemu keduanya malah mengalihkan pandangan.
"Huss, mama jangan ngomong gitu ah." Ucap Arfi sedikit melotot hingga Intan hanya terkekeh usil.
Disela-sela makan itu, Novan tiba-tiba saja datang. Ia sudah rapi dengan setelan kantor. Hal itu tak jauh dari pengamatan Arfi. Biasanya Novan masih dengan kaos oblong dan celana puntung jam segini. Tapi lihat, hari ini dia sudah rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan impian
Romance"Saya bisa menikahi kamu. Dia, cuma bisa jadi pacar kamu, tapi saya bisa jadi suami kamu." ***** "Bisa nggak sekali aja setiap ketemu nggak usah bahas soal nikah?!" "Kamu udah janji bakal nikahin aku! Dan kamu tau kan ayahku udah sakit-sakitan. Aku...