CHAPTER 4
Hari ini, Sabtu 07 Juni. Rinta Azara akhirnya resmi menyandang status sebagai istri dari putra pertama keluarga Muljadi, Arfi Muljadi.
Semuanya tampak bahagia, tak terlepas Rinta yang akhirnya dapat merasakan bagaimana rasanya dinikahkan langsung oleh ayah. Meski laki-laki yang menjabat tangan ayahnya dihadapan para saksi nikah, bukanlah laki-laki yang Rinta cintai, tapi Rinta tak dapat membendung rasa haru yang menyelimuti hari bahagia ini. Rinta terus menangis dalam pelukan kedua kakaknya, ia bahagia karena ayah, dan sedikit sedih karena menikah dengan Arfi. Bahkan terlintas pun tidak jika ia akan menikah dengan laki-laki ini.
Rinta ingat bagaimana ayah menelponnya pagi-pagi sekali saat ia sedang di dandan oleh perias pengantin profesional. Dari panggilan video itu ayah terlihat sangat bersemangat bangkit dari brankar.
"Rinta lagi diapain?"
"Lagi dandan nih."
"Buat apa lagi dandan? Rinta anak ayah kan memang udah cantik." Kata ayah.
"Biar makin cantik, yah." Tambah ibu dari dalam panggilan video.
"Ayah semangat banget bangun pagi, Rinta. Semalaman nggak bisa tidur, hafalin ijab qabul nanti sama suami kamu."
"Ahh enggak, ayah tidur kok. Cuma telat dari biasanya aja. Gugup hehe.."
"Yee ayah, yang nikah siapa yang gugup siapa."
"Ayah beneran sanggup naik kursi roda kan?" Tanya Rinta.
"Sanggup kalo buat nikahin anak ayah hari ini."
Meski ayah terlihat lemah dengan kursi roda yang terus di dorong oleh suami mbak Riska, tapi ayah terlihat hebat dalam mengontrol diri. Ia memaksakan dirinya untuk bisa tampil maksimal di hari pernikahan Rinta. Bersemangat berfoto diatas panggung dengan gaya apapun anjuran fotografer. Karena bagi ayah, inilah kebahagiaan yang putri bungsunya harus rasakan setelah sekian lama. Sehingga untuk memperlihatkan rasa lemah, tidak seharunya hari ini. Dan jika pun nanti ia pergi, raganya sudah tenang. Putri bungsunya sudah ada yang menjaga. Seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap nan gagah, berdiri disebelah Rinta pada hari ini diatas panggung pelaminan.
"Tamunya rame banget ya?" Bisik Arfi di telinga kanan Rinta. Setelah berjam-jam berdiri di pelaminan, menyalami satu persatu tamu undangan yang datang, akhirnya kedua mempelai bisa sedikit beristirahat karena antrian tamu mulai lenggang.
"Lumayan."
"Ini kebanyakan tamu orangtua saya. Saya nyaris nggak banyak kenal sama mereka."
Sementara Rinta tidak dapat menanggapi ucapan Arfi setelah kedua matanya tak sengaja terarahkan ke sudut gedung pernikahan. Novan terlihat duduk disana dengan tangan kiri memegang minuman. Tatapan Novan jelas-jelas menatap keatas panggung, beradu tatap dengan sang kakak ipar yang merupakan mantan kekasihnya sendiri.
Rinta pikir, dihari pernikahannya dengan Arfi, Novan tidak akan datang. Tapi ternyata tidak, laki-laki itu datang dengan wajah datar tak berekspresi. Rinta tahu jika ia dan Arfi seringkali jadi fokus tatapan mata itu.
Tapi, apakah dirinya salah? Salah menikah dengan laki-laki yang sungguh-sungguh bersedia untuk menikahinya? Dan mewujudkan mimpinya untuk bisa dinikahkan langsung oleh ayah yang sudah sakit-sakitan bahkan kondisinya makin parah.
"Rinta?"
"Iya!" Rinta berseru sedikit kaget. Ia baru menyadari jika Dihadapannya ada sepasang suami istri yang hendak menyalaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan impian
Romance"Saya bisa menikahi kamu. Dia, cuma bisa jadi pacar kamu, tapi saya bisa jadi suami kamu." ***** "Bisa nggak sekali aja setiap ketemu nggak usah bahas soal nikah?!" "Kamu udah janji bakal nikahin aku! Dan kamu tau kan ayahku udah sakit-sakitan. Aku...