15. RUMAH

367 48 5
                                    

CHPATER 15

Flashback

"Ma pa, mulai dari sekarang mas bakalan jemput Novan selalu ditempat les-nya ya."

Dimeja makan saat usai sarapan itu membuat semua mata menatap sang putra sulung. Papa dan mama tampak tersenyum lega, setidaknya pengeluaran bisa lebih direm untuk menyuruh supir papa mengantar jemput Novan yang jarak les-nya cukup jauh.

Arfi merasakan siku tangannya disenggol oleh Novan, si bungsu berseragam putih biru dongker itu kini berbisik disebelah telinganya. "Mas apaan sih, kan kemaren aku udah bilang bakalan rajin belajar dirumah. Semalam aku nggak main PS lho, aku belajar."

Mata Arfi menyorot Novan dengan tajam. Tatapan yang membuat Novan semakin takut dan segan pada kakaknya sendiri. "Kalo emang kamu les, nggak bolos ke Warnet, ngapain takut?" Arfi menyeringai.

"Ck!" Novan yang berdecak kesal langsung mengambil tas dan pergi kedepan menunggu papa yang nanti akan diantar sekalian dengan supirnya.

"Novan... Nggak ada sopan-sopannya." Gumam mama geleng-geleng kepala.

"Pa, motor Arfi harus diganti Oli." Adu Arfi pada sang papa.

"Papa, nggak kasian apa anaknya ganteng-ganteng kok dikasih motor Beat? Beliin ajalah motor Gede, Ninja gitu biar keren dikit? Kaya nggak mampu aja." Omel mama.

"Emangnya motor Gede nggak mesti ganti Oli? Justru perawatannya lebih mahal. Lagian, anaknya juga nggak pernah protes dikasih motor Beat doang." Tambah papa, mama jadi semakin mendengus.

"Mas Arfi! Mintalah motor Gede sama papa! Mumpung minggu depan kamu ulangtahun!"

Arfi tersenyum lebar dan menatap sang papa dengan memohon. "Papa, beliin dong pa, mas hadiah ulangtahun motor Gede biar keren."

"Gitu ya? Tadinya papa mau beli saham MDKA 255 Lot untuk hadiah ulangtahun mas." Ucap papa dengan santai tapi berhasil membuat mata mama dan Arfi yang mendengarnya melebar, mulut mereka ikut terbuka mendengar opsi papa. "Jadi gimana? Mau keren sekarang naik motor Gede, atau keren nanti?"

"Mas Arfi! Udah kamu naik Beat aja." Mama mengedipkan matanya penuh arti.

"Lah, mama tadi suruh minta kado motor Gede."

"Nggak usah! Orang ganteng kaya kamu, naik Beat juga oke."

"Gimana mas?" Tanya papa sambil membenarkan jam tangan rantai yang ia kenakan.

"Motor Beat aja pa, nggakpapa."

"Nggak jadi motor Gede-nya?"

"Ng-nggak dulu, hehe.."

"Berarti mulai dari sekarang, Novan kamu yang jemput kan?" Arfi mengangguk. "Nanti papa tambahin uang bensin."

Setelah pulang sekolah, kebetulan Arfi ada janji dengan teman-temannya untuk main basket disekolah. Ia melihat jam untuk memastikan ada waktu bermain basket sebelum akhirnya nanti harus pamit lebih cepat karena menjemput Novan di tempat les-nya.

Benar saja, Novan keluar dari gedung les dengan wajah berkerut sambil menenteng tas sekolahnya dengan ogah-ogahan. Menyapa sang kakak, ia baru bisa tersenyum setelah ditimpuki uang jajan oleh Arfi.

"Tuh muka najis banget, sana jajan dulu!" Sudah dapat jajan dari papa, dari mama juga, dapat lagi dari mas-nya. Ia merasa kaya raya.

Novan tersenyum senang dan berlari girang ke toko terdekat untuk jajan. Arfi setidaknya mengulur waktu, karena Novan cukup lama membeli jajan. Sepeninggal sang adik, Arfi masih mencari-cari gadis yang membuatnya mau datang berlawanan arah dari sekolah hanya untuk melihat gadis itu, yang dipanggil teman-temannya dengan Bella.

Pernikahan impianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang