3. HARI MENJELANG

433 86 5
                                    

CHAPTER 3

Menatap rumah mewah kedua orangtuanya, Arfi turun dari mobil tanpa gentar. Ia melangkah masuk dan menemukan orang yang ia cari-cari ada di ruang keluarga. Mama sedang merajut tas sementara papa terlihat sedang menonton tv dengan kaki bergoyang kecil diatas meja. Keduanya mengalihkan etensi sejenak kepada Arfi.

"Baru pulang mas?"

"Iya, pa."

"Sekertaris kamu bilang, kamu nggak masuk kantor. Kemana aja tuh?" Tanya papa sambil menurunkan kaki dari atas meja.

"Ada urusan tadi."

"Novan juga nggak masuk kantor." Papa kini menatap Arfi. "Apa-apaan kalian ini. Harusnya kalian janjian dulu kalo mau keluar, jangan sampe dua-duanya nggak ada di kantor. Kalo memang kepentingan mendesak ya gantian." Kata papa menasehati.

"Maaf pa, tadi ada urusan." Arfi menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Kepala Arfi mulai berpikir keras untuk bisa bicara kepada papa dan mama terkait tentang dirinya dengan Rinta. Harus memulai dari mana menjelaskan pada kedua orangtuanya jika ternyata yang sudah melamar Rinta, gadis yang papa dan mama tahu adalah kekasih Novan.

Arfi meneguk ludahnya sejenak dan mengatur nafas. Tangan kanannya mengambil remote tv dan seketika ruang keluarga itu menjadi hening.

"Mas?! Apa-apaan maen matiin tv? Papa masih mau nonton. Seru ini Asnawi mau adu mekanik sama King Messi di laga bola musim depan!" Papa berusaha meraih remote tv, tapi Arfi menjauhkannya.

"Mas mau ngomong penting sama papa juga mama." Ucap Arfi, raut wajahnya berubah serius.

"Ngomong apa?" Tanya mama sambil asik merajut.

"Nanti aja ah, orang papa lagi nonton." Papa sudah berhasil mendapatkan remote, pria setengah baya itu pun menghidupkan tv kembali.

Arfi kini menatap mama yang sibuk dengn rajutannya dan papa yang sibuk dengan tv.

"Arfi mau nikah."

"Hmm." Papa menolehkan kepala sekilas pada Arfi dan fokusnya kembali ke tv. Sementara mama terlihat diam seperti menganggap angin lalu.

"Papa, mama, mas Arfi mau me-ni-kah!"

"HAHH?!!" Mama dan papa sama-sama terkaget. Keduanya saling tatap.

"Papa denger?" Tanya mama, papa pun mengangguk yakin. Lalu mama merampas remot tv dari genggaman sang suami dan mematikannya. Kini keduanya menghadap kearah si putra sulung.

"Kamu tadi bilang apa?" Tanya papa.

"Kurang jelas sama suara tv." Mama kali ini meletakkan benang dan seperangkat alat rajutannya ke atas meja.

"Mas Arfi... mau menikah." Arfi menatap papa dan mama bergantian. "Udah jelas?"

Reaksi papa dan mama sudah sesuai dengan dugaan Arfi, kaget.

"Sama siapa?" Tanya papa.

"Sama perempuan lah papa."

"Ohh syukur Tuhan. Alhamdulillah."

"Yaudah, kapan kita ke rumah calon istrinya mas Arfi?" Tanya mama antusias.

"Mas siang tadi baru abis ketemu orang tuanya. Mas udah janji dalam waktu dekat mau bawa papa dan mama kesana, untuk bahas tanggal dan mahar nikah."

Mata papa membulat. "Wahh!! Gercep bener anak ini. Kamu emang titisan papa."

"Yee papa. Giliran dulu mas Arfi dipanggil BK aja nggak mau ngaku anaknya bandel." Kini perhatian mama kembali pada Arfi. "Tapi kamu kan belum kenalin calonnya ke papa dan mama."

Pernikahan impianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang