CHAPTER 8
Seperti keinginan Rinta. Arfi pada akhirnya membawanya pulang ke rumah kedua orangtuanya. Ada banyak opsi yang Arfi tawarkan hanya untuk membuat Rinta merasa nyaman. Tapi gadis itu menolaknya dengan gelengan kepala. Dan Arfi menawarkannya berulang kali, misalnya seperti...
"Saya antar kamu ke hotel aja mau? Nanti kita pesan kamar yang sebelahan."
"Atau ada bawa kunci rumah nggak? Saya antar Kamu pulang ke rumah, kan disana kosong. Pagi-pagi nanti saya jemput kamu, antar ke RS."
Rinta terus-terusan menggeleng dan ia pun tak berkata apa-apa kala Arfi membawanya pulang kerumah milik papa dan mamanya.
Turun dari mobil mengekori Arfi, Rinta menghela nafas berat dan melangkah pelan.
"RINTA!!" Seru mama dari ruang tengah. Sempat terlihat mama tadi sibuk dengan rajutan diatas pangkuannya yang sudah seminggu belum selesai juga. Melihat kedatangan Rinta, ia langsung meletakkan asal rajutan itu dan menghampiri sang menantu. "Mama seneng banget kamu kesini. Mas Arfi jemput ya?!" Tanya mama dengan antusias.
Rinta hanya tersenyum dan menatap Arfi untuk meminta jawaban.
"Iya ma, mas yang jemput."
"Wahh!! Ada Rinta, nginap kan?" Papa tiba-tiba datang dengan membawa buah-buahan potong di dalam piring.
Pertanyaan papa lantas membuat Rinta mengangguk kaku.
Mama dan papa mempersilahkan Arfi dan Rinta untuk duduk bersama mereka di ruang keluarga. Papa mama masih ingin mengobrol dengan Rinta untuk bertanya kabar keluarga gadis itu hingga pekerjaannya.
"Waduh, kasian banget ya. Tapi kamu nggakpapa?" Tanya papa Arfi.
"Ya nggakpapa pa, soalnya sekolah nggak bisa ngasih cuti panjang, apalagi Rinta disana cuma honor. Jadinya mereka cari pengganti." Jelas Rinta singkat.
"Kalo kerja di perusahaan Arfi? Mau?"
Arfi dan Rinta saling tatap. Namun Rinta kembali tersenyum kikuk. Canggung sekali rasanya karena mereka tak sering bertemu. "Rinta juga ada ditawar kerjaan sama temen kuliah sih, pa. Di travel untuk perjalanan domestik aja."
"Mending kerja sama suami sendiri. Banyak bonusnya tau." Tambah mama sambil tersenyum penuh arti pada Rinta dan Arfi.
Seolah mengerti maksud bonus yang disebut sang mama, Arfi berkata. "Apaan sih ma. Biarin aja Rinta mau kerja di manapun yang dia suka. Yang penting lingkungannya baik dan Rinta nyaman."
Jawaban Arfi membuat Rinta merasa tenang. Ia menatap pria yang sedang berdebat kecil dengan ibunya itu dengan lamat.
Tanpa sadar, Arfi selalu ada dipihaknya. Arfi seperti ada untuk meringankan beban hidupnya yang terasa amat berat.
Selama ini Rinta merasa sendirian, bahkan saat masih bersama Novan. Tapi kini, meskipun ia dan Arfi tak sering bertemu, peran Arfi terasa amat berarti untuk Rinta yang kadang butuh teman dan dukungan.
Hingga ke topik berikutnya.
"Terus gimana? Udah putuskan kalian mau tinggal dimana?" Tanya papa lalu mengunyah buah potong di dalam mulut.
Rinta dan Arfi saling tatap. Rinta amat terlihat canggung. Bahkan duduk kedua pasangan pengantin baru ini dipisahkan oleh jarak satu meter di sofa besar itu.
"Udah pa." Sahut Arfi. Kini pandangan Arfi dan Rinta sama-sama mengarah pada Novan yang baru saja melintas dari taman belakang dengan celana selututnya. Ia terlihat berdiri disana. Papa dan mama tidak tahu karena berada di posisi memunggunginya. "Mas Arfi dan Rinta udah putuskan untuk tinggal disini sementara waktu." Sahut Arfi dengan mata lurus kearah Novan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan impian
Romance"Saya bisa menikahi kamu. Dia, cuma bisa jadi pacar kamu, tapi saya bisa jadi suami kamu." ***** "Bisa nggak sekali aja setiap ketemu nggak usah bahas soal nikah?!" "Kamu udah janji bakal nikahin aku! Dan kamu tau kan ayahku udah sakit-sakitan. Aku...