CHAPTER 6
Arfi melepaskan tangan Rinta, dan tangannya itu kini berpindah kepinggang ramping perempuan cantik itu. Rinta sedikit kaget, apalagi dengan kedekatan tubuh mereka, harum parfum Arfi semerbak harum hingga ke hidungnya. Tapi karena ada Novan ia ikuti saja sikap manis Arfi. Harap-harap Novan cemburu mereka.
Novan terlihat acuh dan pergi, namun Arfi memanggilnya.
"Novan."
Dengan wajah malas Novan berhenti ditempat, tanpa membalikkan badan ia masih menanti ucapan lebih lanjut dari sang kakak.
"Rinta, kamu duluan aja ke mobil." Bisik Arfi pada Rinta sambil membuka kunci pintu mobil dengan remot di tangan kanannya.
Kini Arfi dan Novan saling berhadapan. Rinta hanya diam menyaksikan dari dalam mobil obrolan kakak beradik itu.
"Harus berapa kali mas negur kamu? Datang ke kantor itu tepat waktu."
"Gue-"
"Yang sopan kalo ngomong sama mas."
Novan memutar bola matanya jengah. Sebagai adik, ia masih ada sisi segan pada kakaknya. Meskipun sudah merasa dikhianati oleh kakaknya sendiri yang menikahi mantannya. "Aku cuci mobil kesayangan, emangnya kenapa? Kan aku cuma telat tiga jam." Sahut Novan dengan nada suara remeh.
"Cuma kata kamu?" Arfi menggeleng pelan kepalanya. "Kamu itu nggak tanggung jawab sama pekerjaan. Makanya jangan marah kalo papa nggak ngasih jabatan yang lebih baik ke kamu."
Novan tersenyum mengejek. "Mentang-mentang direktur, apasih yang disombongin banget." Novan menunjuk kearah mobil Arfi. "Mas juga sembarangan pergi-pergi sama perempuan saat jam kerja."
Mimik wajah Arfi seketika berubah. "Nggak heran sih kamu ngomong begitu. Soalnya nggak tau waktu." Arfi berusaha tersenyum ramah meskipun kesal. "Ini jam istirahat, terserah mas mau kemana aja, sama siapa aja. Nggak kaya kamu yang baru datang. Dan satu lagi, Rinta bukan perempuan sembarangan, dia istri mas sekarang. Jadi mau mas keluar buat istirahat sama sitri mas itu bukan urusan kamu."
"Iyadeh si yang paling punya istri." Ucap Novan nada mengejek yang menjijikkan. "Padahal istrinya juga bekas adeknya sendiri."
Amarah Arfi meluap, ia maju selangkah dan tangannya hendak melayangkan sebuah bogeman mentah diwajah penuh ejekan adiknya. Tapi Arfi masih bisa menahan diri untuk tidak melukai Novan. Ia tahu jika Rinta memperhatikan mereka berdua dari dalam mobil. Arfi tak ingin menyuguhi perkelahian adu jotos dihadapan Rinta yang tak tahu apa-apa. Biar saja Rinta mengetahui jika hubungan mereka hanya sebatas perang dingin, tidak sampai saling melukai. Meskipun nyatanya sebelum mereka sah menikah, Rinta tau Arfi dan Novan sempat bertengkar.
"Terserah kamu Novan."
Novan mengedikkan bahu acuh, ia menatap ke kaca depan mobil Arfi dan melambaikan tangannya pada Rinta dengan senyuman manis. Setelahnya ia langsung melenggang pergi meninggalkan Arfi yang tampak menahan kesal pada Novan. Keras kepala, sulit diatur dan dinasehati, adalah sikap yang mendominasi Novan sejak kecil. Namun ia pandai menyelimuti diri dengan bersikap layaknya anak manis dan baik dihadapan orang baru. Sehingga banyak orang yang salah menikah dengan cangkang indah Novan.
Arfi memilih masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil. Rinta memperhatikan kedua tangan sang suami yang tampak mencengkram stir mobil dengan kuat hingga urat-urat ditangannya terlihat. Garis rahang yang terlihat mengeras dari samping. Rinta tak berani membuka pembicaraan apapun. Ia hanya pasrah mau dibawa kemanapun oleh Arfi.
Tadinya Rinta hanya ingin mampir dan bicara di sekitaran kantor. Namun karena kebetulan waktu mengarah pada istirahat makan siang, jadinya Arfi bersikeras ingin keluar untuk makan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan impian
Romance"Saya bisa menikahi kamu. Dia, cuma bisa jadi pacar kamu, tapi saya bisa jadi suami kamu." ***** "Bisa nggak sekali aja setiap ketemu nggak usah bahas soal nikah?!" "Kamu udah janji bakal nikahin aku! Dan kamu tau kan ayahku udah sakit-sakitan. Aku...