Hari Itu

40 2 0
                                    

(54 jam yang lalu, 3rd person PoV)

Setelah mengantar Kana ke cafe,  Tama bergegas menuju tempat pertemuannya dengan seseorang yang satu jam lalu menghubunginya.

Tama tahu, pertemuan mereka hari ini bukanlah pertemuan biasa. Boleh jadi, setelah ini ia akan babak belur di tangan seseorang itu. Hal yang sebenarnya sudah ia prediksi sejak tiga tahun lalu, tepatnya saat ia kembali bertemu dengan seseorang yang delapan tahun terakhir membencinya.  

(Flashback on)

"Gue nggak nyangka akhirnya gue ketemu lagi sama lo bang. "

Tama tak menjawab perkataan lawan bicaranya. Ia tahu semua yang diucapkan laki-laki berparas Indo itu hanya basa-basi semata.

"Setelah kejadian itu, lo kelihatan baik-baik aja dibanding yang gue kira." Lanjut laki-laki itu sambil mendekat ke arah Tama. Tama yang tahu arah pembicaraan ini hanya bergeming di tempatnya berdiri.

"Gue yakin, bahkan setelah kejadian itu lo masih bisa hidup tenang. Lo bener-bener cowok terbrengsek yang pernah gue kenal." Kata demi kata terus teralun dari bibir laki-laki jangkung itu. Amarah dan kesedihan mengiringi setiap kalimat yang diucapkannya.

"Andai aja Sissy milih gue, dia pasti masih hidup sampai sekarang!" Sambung laki-laki itu lagi dengan suara paraunya.

Tama tak menyalahkan jika kejadian delapan tahun lalu masih membekaskan luka pada laki-laki itu. Luka yang juga masih ia rasakan hingga kini yang mungkin sampai kapanpun tak pernah bisa diobati.

"Gue juga nggak nyangka kalo dia bakal senekat itu." Balas Tama seraya menatap lawan bicaranya yang kini sedang menatapnya tajam.

"Lo tau kalo Sissy itu cinta mati sama lo bang, tapi kenapa lo lebih milih cewek bocah itu daripada dia ha?!" Sahut laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah Jeffrey.

Perkataan Jeffrey membuat Tama kembali ke kejadian saat ia memutuskan untuk meninggalkan kekasihnya, Sissy. Sebenarnya Tama tak bermaksud demikian. Tapi situasi dan kondisi yang mengharuskannya.

Jika ditanya apakah ia sudah tak mencintai Sissy, Tama tanpa ragu akan menjawab tidak. Baginya Sissy adalah orang yang sangat ia cintai. Bahkan sampai sekarang pun rasa itu masih ada. 

"Gue harus bertanggung jawab sama apa yang udah gue perbuat Jeff, lo tau itu." Ucap Tama berusaha menjelaskan keadaan. Jeffrey yang mendengarnya semakin tersulut emosi.

"Tapi masih ada cara lain buat lo tanggungjawab bang. Dan kejadian itupun bukan sepenuhnya kesalahan lo!" Bentak Jeffrey sambil berjalan mendekat ke arah Tama.

"Tapi mau gimanapun gue yang ngebuat adeknya Bang Joni koma Jeff! Bahkan dia juga amnesia sampe sekarang. Dan gue harus bertanggungjawab atas itu semua."

"Ck, gue tahu itu cuman alasan lo buat mutusin pertunangan antara lo sama Sissy waktu itu." "Lo tau, semenjak lo ninggalin Sissy, dia nggak mau lagi interaksi sama siapa-siapa bahkan sama gue yang sabahatnya dari kecil! Sampai akhirnya dia ngelakuin hal konyol yang ngebuat dia pergi ninggalin gue buat selama-lamanya."

Tama yang mendengar perkataan Jeffrey hanya diam. Tak ada alasan baginya untuk membantah semua perkataan Jeffrey tersebut.

"Gue nggak punya pilihan lain Jeff. Gue udah janji ke Bag Joni buat tanggungjawab. Gue udah janji buat jaga dan ngelindungin adeknya itu. Meskipun gue tahu itu sama artinya gue harus ngelepasin Sissy."

Jeffrey yang mendengar penjelasan Tama geram dan sedetik kemudian ia melayangkan tinjunya. Tama yang tak menduga serangan tiba-tiba dari Jeffrey langsung tersungkur ke lantai. Jeffrey yang melihat lawannya itu tumbang tertawa mengejek.

Dospem | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang