Hidden

60 4 0
                                    

(3 rd person PoV)

Sesuai perkiraan Kana waktu itu, ia mendapatkan acc untuk revisi proposalnya di konsul kedua. Dengan didapatkannya acc itu, Kana bisa lanjut ke proses selanjutnya.

Cukup mudah proses Kana kali ini. Namun tentunya Kana tak lupa bagaimana sulitnya jalan yang ia temui dulu. Kala ia tak kunjung mendapat acc dari pembimbing saat mengajukan judul proposalnya.

"Gue nggak nyangka kalo proses setelah sempro gue bakal secepet ini." Kata Kana yang tengah menikmati macaron stroberi yang tadi ia pesan. Bagas yang menjadi lawan bicaranya menimpali, "Itu karena lo udah ngelaluin masa sulitnya di awal. Tapi proses selanjutnya juga bakal nggak segampang yang sekarang. So, you've to be ready for it." Kana yang setuju dengan perkataan Bagas menganggukkan kepala.

Setelah menyelesaikan waktu ngasonya bersama Bagas, Kana memutuskan untuk menemui Reno yang menjadi incarannya selama ini.

Entah hanya perasaan Kana saja atau tidak, tapi menurutnya, laki-laki jangkung setinggi 172 cm itu seperti menghindarinya setiap mereka bertemu atau berpapasan.

Sesuai informasi yang Kana dapat, Reno akan ada jam kuliah di pukul 1 siang dan Kana berencana menyusup ke kelas tersebut. Tak lama setelah kedatangannya di kelas, Kana menyadari kedatangan Reno dengan setelan kasualnya seperti biasa.

Sebenarnya Kana bisa saja menemui Reno nanti, tapi karena kehadirannya yang selalu tak dihiraukan bahkan dihindari laki-laki itu akhir-akhir ini, membuatnya mengambil jalan pintas. Untung saja dosen yang sedang mengajar kali ini bukan tipe yang hapal betul dengan siapa saja mahasiswa yang diajarnya. Jadi Kana dapat dengan tenang melakukan aksinya.

Jam perkuliahan itu pun berakhir di pukul 4 sore. Kana yang sudah tak sabar mendengar penjelasan Reno lantas menghampiri laki-laki itu saat kelas yang ia hadiri mulai sepi.

"Mau sampe kapan lo ngehindarin gue?"

Reno yang mendengar suara familiar tersebut lantas menutup matanya. Bagaimana bisa perempuan yang ia hindari akhir-akhir ini ada disini, batinnya.

"Lo nguntitin gue?" Selidik Reno dengan nada ketusnya. Kana yang mendengar itu hanya mendengus.

"Kalo iya kenapa? Salah lo juga yang ngehindarin gue. Lo masih punya utang penjelasan ke gue Ren." Balas Kana dengan nada menggebu-gebunya, sedangkan Reno yang tau akan ditodong seperti ini menghembuskan nafas kasarnya.

"Lo bakal tau nanti. Gue nggak bisa jelasin lebih lanjut lagi. Ini demi kebaikan lo juga."

Kana yang tak mengerti maksud Reno bersuara kembali, "Demi kebaikan gue? Maksud lo?"

Reno yang sedang malas berdebat dengan Kana mengakhiri percakapan mereka. "Karena semakin lo berusaha nyari tau kenyataannya, semakin sakit yang lo rasain nanti." Setelah menyelesaikan kalimatnya itu, Reno beranjak dari tempatnya berdiri tadi.

Kana yang mendengar itu semakin tak mengerti. Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan darinya?

Reno yang Kana kira akan menjawab semua pertanyaannya, nyatanya sama menyebalkannya seperti yang lain.

---

Setelah menunggu selama seminggu, Kana akhirnya mendapatkan surat izin penelitiannya. Dengan demikian, ia bisa memulai proses penelitiannya esok hari bersama Pak Tama selaku dosen pendampingnya di lapangan.

Sebenarnya Kana tak berharap jika Pak Tama yang akan mendampingi nanti. Tapi karena dosen pembimbing utamanya harus menghadiri workshop di luar negeri lagi, membuatnya tak punya pilihan.

Mengingat narasumbernya 'bukan orang biasa', membuat Kana membutuhkan pendampingan selama mencari data yang ia butuhkan. Oleh karena itulah ia akan bersama dosen pembimbing anggotanya itu selama seminggu.

Segala persiapan telah Kana cicil sejak beberapa hari yang lalu dan kini ia hanya perlu membereskan sisanya. Satu persatu barang yang Kana butuhkan telah tersusun rapi di dalam koper berukuran sedang. Joni yang juga membantu Kana prepare itu masih berada di kamar adeknya sejak beberapa jam lalu.

Untuk memastikan tak ada barang yang tertinggal, Kana kembali mengecek barang-barang bawaannya mulai dari kebutuhan penelitian seperti lembar wawancara hingga baju-baju yang ia butuhkan selama mengambil data di salah satu rumah sakit jiwa di luar kota itu.

"Udah yakin nggak ada yang ketinggalan?" Tanya Joni sambil membereskan beberapa paperbag berisi makanan ringan yang ia bawakan untuk Kana.

"Nggak" Balas Kana singkat seraya menutup resleting kopernya.

Setelah membereskan semua perlengkapan yang ia butuhkan, Kana memutuskan untuk pergi tidur. Setidaknya dengan begitu ia takkan telat bangun besok pagi.

Saat Kana baru saja memejamkan mata, sebuat notifikasi muncul di layar handphonenya dan nama kontak Bagas tertera disana.

"Na, udah tidur?" Kalimat pertama yang Kana dengar dari sambungan teleponnya dengan Bagas. Kana yang semula berbaring, kini menyenderkan punggungnya.

"Belum, kenapa?"

"Kirain udah tidur. Besok lo jadi berangkat sama Pak Tama?"

"Jadi, kenapa emang?"

"Ati-ati ya lo"

Kana yang tak mengerti maksud Bagas barusan mengerutkan dahi seraya bertanya, "Ati-ati? Maksud lo?"

"Ya ati-ati" Balas Bagas santai.

"Ada apa sih Gas?" Tanya Kana penasaran.

"Pokoknya lo ati-ati aja."

Bagas yang tak kunjung menjawab rasa penasarannya membuat Kana seketika badmood. "Gaje lo Gas. Yaudah ya, gue mau tidur." Ketus Kana hendak menutup sambungan telepon. Namun gerakan jari jempolnya terhenti saat Bagas membalas,

"This guy isn't like we thought all along."


-Tbc-

Desclaimer :
Semua yang ada di dalam cerita ini murni spontanitas berdasarkan imajinasi penulis. Jadi, jika ada ketidaksesuaian dengan di lapangan atau real life harap menjadi maklum.

Dospem | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang