Chapter 10 (Certainty)

104 68 47
                                    

"Mencintaimu bagai bermain boomerang bagiku, sudah ku lempar sejauh apapun akan tetap kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mencintaimu bagai bermain boomerang bagiku, sudah ku lempar sejauh apapun akan tetap kembali. Kembali menyakiti diriku sendiri."
.
.
.

Anak tiri dari Caraka itu kini meraung bagai anak kecil yang meminta permen, memukuli Rafael yang tengah menatapnya dengan bingung. "Ya abis, gak sopan nolak tawaran temen."

"Kakak tau, gara gara pulang sama dia Ace sekarang marah. Marah sama dia, coba kakak jemput Ace tadi!"

"Ce, kakak mana tau. Udah ayo masuk, jangan nangis."

"Ck! Minggir!"

Yasella menabrak tubuh Rafael, yang hanya dibalas dengan tatapan pasrah oleh laki laki itu. "Kebahagiaan gak lama dateng kok, Ce. Kakak tau kamu anak baik." Gumam Rafael sembari menutup pintu rumahnya.

"Lo yang bodoh."

"Gue.. bodoh."

"Lareska yang jahat."

"No, lo yang bodoh."

"Ck, arghh.."

Gadis yang tengah mengumpati diri nya itu kini bersandar di meja rias kamarnya, menunduk dalam dan terus mengutuki dirinya yang bodoh. "Bodoh bodoh bodoh."

tok tok tok

"Apa kak?"

Yasella menatap pintu kamarnya, disusul mendekati benda kayu tersebut dan menampakkan wajah Rafael. "Kok tau ini kakak?"

"Papah sama mamah gak ada kak dirumah, mau siapa lagi?" Sang adik pun berpangku dada dan bersender pada dinding pembatas kamarnya.

"Iya sih, eh itu ada temen kamu kali dek dibawah. Dia mau ketemu, kakak belum pernah liat sebelumnya sih." Rafael menunjuk kearah bawah, dan menggidikkan bahunya sekilas.

Yang diajak bicara pun mengerutkan keningnya dalam sembari menatap wajah kakaknya yang jauh terlihat lebih tinggi darinya.

"Hah? Siapa deh?"

"Gih samperin."

Rafael mengusap poni adik semata wayangnya itu, menggiring untuk turun sambil merangkul bahu Yasella.

"Ona? Lo ngapain?"

Gadis berparas cantik berambut panjang itu pun tersenyum, manis sekali. Tuhan, Yasella sadar sekarang kenapa Lareska begitu mencintai Ona.

"Hai, kita perlu bicara."

Yasella mengerutkan keningnya, duduk diseberang sofa yang di duduki Ona lantas meletakkan bantal sofa ke pahanya.

"Tentang?"

"Ares." Yasella makin mengerutkan keningnya, apa dia tau perihal kedekatannya dengan Lareska?

VANILLA [❌]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang