Winnie sudah memastikan untuk kembali sebelum senja. Ia bahkan meminta Peter mengantarnya hingga ke ujung koridor. Namun, ibunya tetap lebih dulu sampai ke kamar. Gadis itu lantas termangu di depan pintu, mengabsen wanita yang menyilangkan kaki dan menyeduh teh panas dari cangkir warna-warni. Perlahan ia masuk dan duduk bersila di kasur. Tidak ada sepatah kata pun terucap, toh siapa yang ingin berbasa-basi dengannya? Winnie mendengkus dan menelan ludah.
Hening. Suasana seperti ini lebih nyaman dibanding apa pun. Tidak ada desakan para wartawan cerewet, tidak ada bisikan ibu-ibu kepo, tidak ada ocehan ilmiah ala-ala dokter, dan tidak ada omelan klasik dari ibu sekaligus manajernya. Bagi Winnie, sunyi akan selalu menjadi sahabat terbaik panca indranya. Sayang, hal yang ia suka terkadang dibenci orang lain, begitu pula sebaliknya.
"Tadi dokter ke sini?"
Winnie menyandarkan tubuhnya pada dinding. "Belum."
"Kapan kamu boleh pulang?"
"Aku belum tau."
"Jadwalmu berantakan. Banyak klien yang batalin kontrak. Ibu harus refund sana-sini, bahkan rate card-mu mulai dikatakan 'mahal' untuk kelas sekarang."
Tahu, Winnie hampir mengumpat dalam hati. Sudah berulang kali kalimat itu keluar dari mulut ibunya. Lantas, mengapa? Ia harus berbuat apa? Lagi pula siapa yang menginginkan semua ini terjadi? Kalaupun ada bajingan di luar sana yang memang merencanakan, tentu bukan ia sendiri yang mau menerimanya. Winnie tidak bodoh. Ia hanya gila. Sedikit gila.
"Kenapa kamu harus membuat masalah dengan artis selevel Henzi? Sudah bagus kariermu naik karena menumpang namanya, ini malah kamu hancurkan sendiri."
"Dia yang melecehkanku, Bu. Harus berapa kali aku bilang?"
Nada bicara Winnie sontak meninggi. Ia lekas mencengkeram seprai dan menggigit bibir. Tatapannya pada sang ibu makin tajam setelah nama keramat yang ingin ia buang sejauh mungkin kembali hadir dan dibanggakan--secara tidak langsung.
"Nggak usah berlebihan, Win. Dia justru mengagumi kecantikanmu, memuji lekuk tubuhmu dan menyentuhnya sedikit. Bukan hal besar. Harusnya kamu tau risiko masuk industri ini."
"Kecil?" Winnie berdecak dan menyeringai. "Ibu emang nggak akan pernah berubah. Aku tau mana yang namanya profesionalitas."
Percuma menangis, batin Winnie menegur dirinya sendiri. Ia memang lemah, tetapi meratapi hal yang sama berturut-turut agaknya lebih gila dari kegilaannya sekarang. Ia tahu bagaimana ibunya memperdagangkan kemolekan dan keahliannya dalam berlakon ke stasiun-stasiun TV. Ia juga tahu bagaimana ibunya memperkenalkannya pada produser-produser perut buncit yang menggilai darah muda dengan bayaran standard. Ia juga tahu bagaimana ibunya membanggakan pencapaiannya hingga mampu menarik para lelaki papan atas. Hal yang tidak ia ketahui hanya alasan ibunya bersikeras tentang perlakuan Henzi beberapa waktu lalu. Ia yang terluka, ia yang tersakiti, lalu mengapa orang lain yang memberi keputusan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Unknownland ✔
Romance[Fairytale Series #1] "Semua anak akan tumbuh dewasa, kecuali aku. Kata dokter, jantungku akan berhenti berdetak di usia 20 tahun." Peter memutuskan membawa Winnie, gadis viral yang ia temui di atap rumah sakit ke Unknownland. Di sana mereka bertemu...