• kotak nama •

265 52 13
                                    

Setiap memejamkan mata, Peter selalu bertanya: apakah ia boleh membukanya lagi? Saat sadar telah menghirup udara pertama kali, ia juga bertanya: apakah ia boleh memulai hari seperti kemarin? Kemudian ketika cahaya menembus jendela kayu dan membuat...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiap memejamkan mata, Peter selalu bertanya: apakah ia boleh membukanya lagi? Saat sadar telah menghirup udara pertama kali, ia juga bertanya: apakah ia boleh memulai hari seperti kemarin? Kemudian ketika cahaya menembus jendela kayu dan membuatnya mengernyit tak karuan, ia kembali bertanya: apakah ia boleh menemui malam tanpa halangan?

Boleh, bukan bisa. Ia meminta, bukan memaksa. Nyatanya, Tuhan memang Maha-Baik, bukan?

Hal selanjutnya yang ia cek adalah pergerakan jantung yang makin hari makin mengenaskan. Sudah lemah, nyeri pula. Kadang ia bingung, mengapa lubang di sana tetap menyusahkan meski telah ditutup berulang kali? Badannya saja sudah seperti kain rombeng yang penuh perca sana-sini. Namun, keluh kesahnya itu ia tutup sempurna setelah mengunjungi Unknownland. Tempat yang menyambung hidupnya ini memang tak menjawab apa pun, tetapi sejenak bisa mengalihkan perhatiannya.

"Peter!"

Belum berhasil duduk sempurna, tubuh Peter sudah dihadiahi sebuah pelukan. Dengan suara bergetar, Winnie yang berkaca-kaca sontak mengalungkan tangannya pada leher Peter. Gadis itu juga membantunya bangkit. Walau didekap erat, Peter tak merasa sesak napas. Justru, dadanya kini kian lapang dam gemuruh di perutnya turut mereda. Ia lekas membalas, mengusap punggung Winnie dan tak lupa menepuk-nepuknya.

"Akhirnya kamu bangun juga. Aku takut kamu kenapa-napa."

"Ini masih pagi, Win."

Winnie menggeleng. "Kayaknya udah siang. Aku nggak tau. Nggak ada jam di sini, aku nggak tau apa-apa. Aku …."

Peter mendengarkan seluruh ocehan Winnie tanpa menginterupsi. Gadis itu belum ingin melepaskan pelukannya, meski mereka telah benar-benar sadar bahwa hari masih bisa berjalan layaknya biasa. Tere yang masuk membawa bubur dan segelas susu pun tak dipedulikan. Seperti angin lalu, gadis yang kini menghias rambutnya dengan jepit bermotif kupu-kupu lekas keluar kamar, tak berniat menunggu. Ia hanya memberi syarat pada Peter untuk segera turun.

Lelaki yang berkaus tipis karena sempat demam semalaman itu sedikit mendorong Winnie agar menghentikan isakannya. Ia mengusap air mata di sekitar pipi, lalu mencubit gemas. Sontak Winnie mengernyit dan memukul lengan kanan Peter.

"Aku serius!"

"Serius kenapa?" Peter justru menggoda Winnie.

"Aku cuma tau, kenal, dan dekat denganmu di sini. Jangan kenapa-napa sebelum aku kenapa-napa, Pete."

Peter mendengkus dan menatap Winnie tajam. "Aku nggak suka kamu ngomong gitu."

"Terserah, yang penting kamu harus baik-baik aja."

Menjawab pernyataan itu sama halnya memberikan janji palsu. Peter hanya mengangkat bahu dan menyibak selimutnya. Ia kemudian mengambil kaus hitam yang digantung pada kapstok, lalu memakainya tanpa melepas pakaian sebelumnya. Winnie yang semula melihat itu buru-buru memalingkan wajah dan berdiri.

Finding Unknownland ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang