• teringat rindu •

221 39 7
                                    

Berat hari yang dilewati kemarin membuat Winnie tidur seharian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berat hari yang dilewati kemarin membuat Winnie tidur seharian. Ia baru membuka mata dan keluar kamar saat terik tidak bisa diajak kompromi. Padahal, ia sudah berusaha mengurung diri dari sore. Ia juga menghindari seluruh usaha Peter dalam mendekatinya. Bukan karena kesal atau kecewa atas permainan kurang ajar sebelumnya, melainkan malu dan ingin terlihat pantas lebih dulu.

Winnie turun tanpa mengganti pakaian. Biasanya, Tere sudah membawakan baju berenda yang lama-kelamaan menjadi favoritnya. Namun, beda dengan hari ini. Ia belum melihat keberadaan gadis itu sama sekali. Bahkan, suasana rumah tampak sepi tanpa lalu-lalang anak-anak abadi, maupun suara bincang-bincang mereka. Pagi seharusnya belum usai, lantas mengapa dapur sudah bersih tak bersisa?

"Pada ke mana, ya? Peter nggak mungkin ninggalin aku sendirian, kan?"

Tiba-tiba Winnie menggigit kuku jarinya. Ia menoleh ke kiri-kanan, mencari siapa pun yang bisa ditanyai. Kakinya berjinjit dan berjalan mengendap-endap, hendak mendekati ruangan yang belum pernah sama sekali dikunjungi. Namun, belum sampai di tempat, ia dikagetkan dengan kedatangan Tere yang membawa sebaskom air.

"Astaga!" ucapnya seraya mengelus dada. Ia juga refleks memejamkan mata.

"Kamu ngapain ke sini?"

"Em, rumah sepi. Aku bingung kalian ke mana."

"Peter dan anak-anak di dalam. Kamu boleh masuk kalau mau. Aku ke dapur dulu."

Winnie menelan ludah. Pernyataan Tere seolah mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang menyeramkan di dalam sana. Entah hanya perasaannya atau bukan, yang jelas kata 'mau' yang terucap sangatlah dingin. Akan tetapi, tidak lengkap rasanya jika hanya berdiri di ambang pintu tanpa kejelasan apa-apa. Alhasil, Winnie berbisik meminta izin dan masuk ke satu-satunya kamar yang berbau obat.

"Kak Winnie!"

"Ssttt!" Peter meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. "Jangan berisik, ya."

"Maaf, Kak."

Fokus Winnie terpaku pada sosok anak kecil--yang ia ingat bernama Dua--tengah tertidur dengan peluh di sekitar pelipis. Suara rintihan mengiringi dahinya yang terus mengernyit. Ia lantas menghampiri Peter dan duduk di sampingnya.

"Dia kenapa?"

"Berjuang."

"Sakit? Kenapa nggak dibawa ke dokter?"

Peter belum melepaskan genggamannya pada anak itu. "Mereka nggak akan di sini kalau masih bisa menggantungkan harapan."

"Terus? Mau dibiarin aja?" Winnie menyentuh dahi dan leher anak laki-laki di depannya. "Badannya panas-dingin gini."

Tere masuk membawa air dan kain lap baru. Ia meminta anak-anak abadi untuk keluar lebih dulu. Winnie yang belum memahami situasi pun hanya memandangi orang-orang di sekitarnya bergantian.

"Kamu nggak lihat kalau kami sedang merawatnya?" tanya Tere sambil menyeka tubuh anak yang sudah lama ia kenal.

"Seperti ini?"

Finding Unknownland ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang