Sejak ada Winnie, Tere selalu repot-repot ke lantai dua untuk membuka kelambu. Tak lupa juga menyiapkan baju ganti yang ia ambil dari lemari pakaian tak terpakai. Sebagian miliknya, sebagian lagi hasil donasi orang baik. Ia tidak pernah bertanya apakah Winnie menyukai pilihannya itu, yang jelas tugas dari Peter telah terlaksana tanpa banyak drama.
"Bangun, Win."
Tere tidak pernah keberatan saat harus mengucapkan dua kata itu setiap pagi. Meski gadis yang menyambutnya hanya mengacak rambut dan merentangkan tangan, ia tetap kembali pada esok hari. Kadang sepiring nasi dan segelas susu juga ia hidangkan. Namun, hari ini ia belum menyiapkan apa pun, selain beberapa potongan buah di dapur dan roti isi sisa semalam.
"Pakai ini," ucap Tere seraya menyerahkan dress merah muda dengan pita kupu-kupu di dekat bahu kanan.
"Cantiknya," Mata Winnie sontak terbuka lebar, "makasih, ya."
Tere mengangguk. "Peter yang bantuin milih itu. Cepet mandi dan langsung turun, ya."
"Peter?"
Hanya anggukan yang Tere berikan. Ia tidak berbohong, memang baru hari ini sahabatnya itu mau bergulat dengan pakaian miliknya--yang sudah tak muat lagi. Ia memilah dari atas hingga bawah dan memutuskan dress sepanjang lutut yang agak ketinggalan zaman. Katanya, itu klasik. Terserahlah, pikir Tere. Banyak bertanya akan membuang-buang waktunya.
"Emang kita mau ke mana?" tanya Winnie lagi. Kali ini ia telah berdiri dan mengikat rambut.
"Nanti kamu tau sendiri."
Tere segera turun dan kembali menyiapkan makan pagi. Beberapa potong roti yang didampingi selai buatan Peter telah tertata rapi di atas meja. Ia tinggal menambahkan lauk pendamping yang dibuat dadakan, seperti telur mata sapi dan sosis panggang.
Setiap pergantian waktu, mulai dari bangun tidur, mandi hingga makan, Tere memukul kentongan yang digantung di dekat pintu belakang. Bunyi itu menjadi pertana rutin yang memanggil para anak abadi untuk melanjutkan hari mereka, termasuk Peter. Lelaki itu keluar dari pemandian samping taman sambil mengeringkan rambut. Tere buru-buru mengambil bubur dari dapur dan menghidangkannya di kursi favorit Peter.
"Mana Winnie?" tanya lelaki itu setelah benar-benar duduk.
"Mandi, mungkin. Kamu mau ke mana hari ini?"
"Kita, Re."
"Aku ikut?"
Peter mengangguk dan tersenyum manis. "Kita naik sepeda bertiga."
"Satu sepeda?"
"Iya, pakai si Merah, yang paling kuat. Dulu pernah buat rame-rame, kan?"
Tere menelan ludah. "Tapi kan--"
"Tempat ini masih baru, Re. Aku mau kamu melihatnya juga. Mau, ya?"
"Di mana?"
"Nggak seru kalau kukasih tau sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Unknownland ✔
Romance[Fairytale Series #1] "Semua anak akan tumbuh dewasa, kecuali aku. Kata dokter, jantungku akan berhenti berdetak di usia 20 tahun." Peter memutuskan membawa Winnie, gadis viral yang ia temui di atap rumah sakit ke Unknownland. Di sana mereka bertemu...