• batu kenangan •

273 52 11
                                    

Hawa panas yang menyerang kepala Winnie seketika dingin dan membuat hatinya lapang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hawa panas yang menyerang kepala Winnie seketika dingin dan membuat hatinya lapang. Masalah yang sebenarnya masih tetap di sana seolah tersingkir dalam sejenak, digantikan oleh ketenangan diri yang sudah lama tidak terasa. Dalam kesunyian ini, ia sendiri. Ralat, berdua dengan Peter. Mereka sama-sama menenggelamkan tubuh di danau, lalu kompak membuka mata tanpa membicarakannya lebih dulu. Keduanya juga bertukar senyum kemudian naik ke permukaan.

"Kamu gila, Pete," ucap Winnie di sela-sela batuknya.

"Aku tau itu."

"Tapi, aku suka."

Peter tertawa kecil seraya mengusap wajah. "Aku mengharapkan itu."

Winnie menggeleng, lalu menjulurkan lidahnya. Ia kemudian menjaili Peter dengan kembali berenang menjauhi lelaki itu. Mereka pun kejar-kejaran seolah luas danau--yang semula--tak berperahu itu sanggup memenuhi tingkah yang ada-ada saja. Tawa yang terdengar renyah berkat saling serang cipratan air mengisi suasana sekitar yang hanya memperdengarkan bunyi-bunyian hewan--entah apa.

Peter terus mengejar Winnie hingga sampai ke tepi. Perahu yang membawa mereka ke tengah nyatanya kini terabaikan dan tak berguna lagi. Sejoli itu lekas merebahkan diri dan menatap rimbunnya pepohonan di atas mereka. Dengan napas terengah-engah, mereka masih tertawa dan saling cubit satu sama lain.

"Perahumu gimana, Pete?"

"Biarkan."

"Dia, kan, nggak bisa ke pinggir sendiri."

"Aku tau." Peter memiringkan tubuhnya dan menatap Winnie. "Kalau ada yang mau pakai, ya, biarkan mereka ambil sendiri."

Winnie menelan ludah. Wajah Peter terlalu dekat dengannya. Ia lekas duduk dan menatap depan, menetralkan debaran jantung yang berbuat ulah. Sesekali ia melirik Peter. Beruntunglah lelaki itu tetap pada posisinya, yakni berbaring miring dengan berbantalkan lengan kanannya.

"Sebelum berterima kasih, boleh aku bertanya?"

"Sekarang pun kamu bertanya, Win."

Benar juga, Winnie menampar pipinya sendiri, menyadari kebodohannya. "Maksudku, bukan yang ini."

"Iya, iya, aku paham, kok. Apa?"

"Kenapa kamu membawaku ke sini, Pete?"

Tanpa menatap Winnie dan beralih telentang layaknya sekarang, Peter mengangkat kaki dan menyilangkannya. "Nggak ada alasan khusus. Aku cuma berpikir kalau tempat ini cocok buat mendinginkan kepala."

"Hanya itu?"

Kali ini Peter duduk bersila dan mendekati wajah Winnie. "Apa yang ingin kamu dengar, Win?"

Winnie menelan ludah dan menggigit bibir. Ia refleks membenahi rambut basahnya ke belakang telinga. "Apa pun yang berkaitan dengan depresiku."

"Emangnya mendinginkan kepala nggak termasuk ke dalamnya?"

Finding Unknownland ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang