Winnie bersandar pada pohon rindang yang melindungi ayunan dari terik matahari. Ia mendengkus, mengulang kalimat Tere yang belum enyah dari benak. Sejujurnya tidak masalah, yang dikatakan juga ada benarnya, tetapi reaksi Peter saat mendengarnya membuat pikirannya berkeliaran ke mana-mana. Lelaki itu bahkan membawa Tere ke belakang rumah cukup lama, sampai sekarang saja belum ada tanda-tanda kemunculan mereka. Entah apa yang dibicarakan, ia dibiarkan sendiri menikmati semilir angin yang terasa membosankan.
"Kakak Cantik!"
Gadis yang memakai dress putih--dengan model berbeda dari kemarin--menoleh dan tersenyum pada dua bocah lelaki yang berebut sembunyi di belakang punggung. Mereka perlahan mendekat, meski harus saling dorong dan mengomel tanpa henti. Lirih, memang, tetapi Winnie tetap bisa mendengarnya. Ia makin tak kuasa menahan tawa, sebisa mungkin menutup mulut dan memalingkan wajah.
Setelah dirasa cukup dekat--sekitar tiga kaki, anak yang bercelana pendek sedikit membungkuk. "Ka-kami minta maaf, ya."
Winnie menggeleng pelan, masih dengan senyuman yang mencairkan kecanggungan. Ia tahu, kalimat itu muncul berkat kejadian memalukan yang belum bisa ia hindari. Sebelumnya mungkin ia akan kalang kabut dan mendorong siapa pun yang menderanya dengan berbagai sapaan hingga pertanyaan, tetapi berbeda dengan sekarang. Anak-anak di depannya ini tidak lebih dari sosok menggemaskan yang meminta agar ia baik-baik saja.
"Mau duduk di sini?"
"Boleh?"
"Tentu."
"Yeay!"
Dua bocah itu lekas mengadu kepalan tangan mereka, lalu duduk bersila tepat di depan Winnie. Gadis yang kini menekuk lutut dan meletakkan kedua tangan di atasnya itu tersenyum dan menatap ramah. Ia memperhatikan penampilan anggota anak abadi dari atas hingga bawah dan kesimpulannya hanya satu: persis seperti Peter.
"Kalian sedang apa?" tanya Winnie berbasa-basi. Ia tidak tahu harus membuka percakapan dengan cara apa.
"Menemani Kak Winnie."
Tidak salah, tetapi bukan itu yang Winnie mau. "Biasanya kalau nggak nemenin Kakak, kalian ngapain?"
"Main atau belajar sama Kak Tere."
Winnie mengangguk. "Kalian udah lama di sini?"
Dua bocah itu saling tatap, lalu yang berkulit lebih gelap menjawab, "Kira-kira sebelum aku sebesar sekarang, Kak."
Sudah cukup, Winnie menepuk jidat. Mereka benar-benar sama saja dengan Peter. Irit bicara, susah dicerna. Ia pun menghela napas panjang dan memainkan kukunya. Hawa panas makin mendominasi dan ia tidak ingin mendidihkan kepala hanya karena menuruti jawaban yang amat kurang jelas.
"Peter ke mana?"
"Menyiapkan bekal untuk piknik."
"Piknik?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Unknownland ✔
Romance[Fairytale Series #1] "Semua anak akan tumbuh dewasa, kecuali aku. Kata dokter, jantungku akan berhenti berdetak di usia 20 tahun." Peter memutuskan membawa Winnie, gadis viral yang ia temui di atap rumah sakit ke Unknownland. Di sana mereka bertemu...