• rumah singgah •

362 75 7
                                    

Tere berulang kali menoleh dan menggigit bibir, lelah memastikan apakah Peter masih bernyawa atau malah telah melayang karena terlalu semangat mengayuh sepeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tere berulang kali menoleh dan menggigit bibir, lelah memastikan apakah Peter masih bernyawa atau malah telah melayang karena terlalu semangat mengayuh sepeda. Ia menggeleng, tak habis pikir dengan betapa kerasnya kepala lelaki itu. Namun, mau bagaimana lagi? Peter tetaplah Peter, sosok yang menyepelekan segala hal, selain kematian.

Perjalanan mereka belum berakhir. Mungkin sekitar satu jam lagi, itu pun kalau Peter tidak kalang kabut menyuruhnya berhenti dan bermain-main di area bunga liar warna-warni. Pemandangan baru untuk Winnie agaknya menaikkan antusias teman kecilnya tersebut. Alhasil, mereka oleng ke sana kemari hingga matahari mulai terlihat gagah menembus pepohonan.

"Kamu mau istirahat, Pete?"

Tere memelankan sepedanya agar bisa berdampingan dengan Peter. Ia langsung mendengkus, berdecak, juga mengumpat saat mendapati tubuh lelaki itu dipenuhi keringat di mana-mana. Kulitnya yang pucat ditambah dengan kaus putih curian dari loker rumah sakit membuat Tere dapat melihat dengan jelas.

"Sebentar lagi sampai jembatan, kan? Lanjut aja."

"Kalau gitu, biarkan Winnie sama aku."

"Nggak perlu."

Tersenyum tipis--sembari melirik Winnie yang menutup mulut, Peter melambaikan tangannya pada Tere dan mendahului gadis itu. Ia kini memimpin dengan kayuhannya yang payah dan tersendat-sendat. Tere pun menghela napas pasrah dan merutuk dalam hati, menyumpahi Peter dengan kata 'awas' dan 'kalau saja'. Namun, ia lantas meralatnya sebelum hal buruk terjadi dan merepotkan siapa pun, termasuk dirinya sendiri.

Satu-satunya jembatan yang menghubungkan hutan dengan Unknownland telah terlihat. Tere membiarkan Peter melaju lebih dulu dan menunggu di tepi karena tidak ingin kayu-kayu memprihatinkan di depannya meronta-ronta. Mungkin sebelumnya menopang ia dan Peter masih kuat, tetapi tampak meragukan jika ada Winnie di sadel belakang.

"Pelan-pelan, Pete!"

Tere berteriak saat Peter berseru dan merentangkan kedua tangan, seolah berhasil memasuki tempat menakjubkan yang bisa menghindarkannya dari momok paling menyeramkan di muka bumi. Winnie yang linglung hanya melirik sekilas ke arah Tere dan kembali mengeratkan pegangannya pada pinggang Peter. Ia cukup terkejut saat lagi-lagi Peter bersorak dan itu lantas membuat Tere tertawa kecil.

Setelah melewati dua belokan yang cukup panjang, akhirnya sebuah rumah klasik bertingkat tampak dari kejauhan. Halaman luas dan asri lekas menyambut kedatangan mereka. Anak-anak kecil yang berlarian di taman seberang--sebelah kanan--turut menjadi perhatian. Itu pun belum semua, mengingat ada yang sekadar berseluncur dan bermain ayunan di samping teras.

"Peter! Pete!"

Tere mempercepat sepedanya saat Winnie berulang kali memanggil nama Peter. Kayuhan lelaki itu memang tampak bisa kapan saja ambruk dan mengkhawatirkan. Tere lantas buru-buru mendekat, tetapi sayang agak terlambat karena sahabatnya itu telah menjatuhkan diri di hamparan rerumputan. Winnie yang juga tertimpa sepeda langsung bangun dan memindahkan benda itu ke pinggir. Ia kemudian menepuk pundak Peter dan menanyakan kesadarannya.

Finding Unknownland ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang