Peter menyambung hidupnya dengan meminum dua pil putih tanpa bantuan air. Meski pahit, ia sudah terbiasa. Segala macam rasa telah ia telan bulat-bulat sampai tiba di titik jenuh. Mungkin, hanya kematian yang belum pernah ia singgahi dan andai bisa, ia tidak ingin berkenalan sama sekali dengannya. Dokter memang berkata macam-macam hingga ia bosan dan mual, tetapi Peter berjanji padanya--juga Tere dan anak-anak abadi--untuk menjelajahi dunia liar terlebih dulu.
Goncangan mobil bak yang melintasi jalanan terjal membuat Peter tersentak. Ia lekas menyentuh kepala Winnie yang sedang bersandar di bahunya. Gadis itu tertidur lelap tanpa terusik. Tadi, setelah turun dari atap dan melewati gerbang besar rumah sakit, mereka memutuskan segera mencari tumpangan ke Unknownland, tempat tanpa nama yang memperpanjang masa hidup Peter. Syukurlah tak perlu menunggu lama karena ketika malam, banyak orang yang mampir ke hutan seberang. Peter hanya perlu turun di perempatan dan melanjutkan perjalanan menggunakan transportasi klasik nan estetik langganannya.
Tere yang duduk di depan mereka--bersandar pada pembatas pikap--pun berdeham. Sesekali ia menyalakan senter yang ada di ujung korek api, mengecek apakah Peter dapat menahan diri untuk tidak berperilaku jail. Sayangnya, yang dilakukan gadis itu sangatlah sia-sia karena sepanjang jalan Peter hanya menata rambut Winnie, menepuk-nepuk lengannya sambil menggumamkan lagu baru--yang tidak ketahui Tere sebelumnya--dan membenahi letak jaket yang selalu merosot karena kondisi bebatuan jalanan.
"Apa keputusanmu ini tepat, Pete?" tanya Tere sebab tidak tahan dengan bunyi jangkrik yang terlalu mendominasi.
"Mungkin."
"Gimana kalau ada yang mencarinya?"
"Biarkan itu menjadi urusan ibunya."
"Peter, dia nggak izin sama sekali. Kamu juga nggak bilang ke siapa-siapa."
"Aku cuma butuh izinnya. Dia yang berhak atas dirinya sendiri, Re."
"Kalau terjadi sesuatu, gimana?"
"Dihadapi. Susahnya di mana? Masih lebih susah lari dari kematian, kan?"
Tere mengusap wajahnya gusar. Peter lekas memalingkan wajah dan mendengkus. Ia tahu, setelah sekian lama, baru ini ia mengajak orang lain bersenang-senang ke Unknownland. Itu pun kalau mereka benar-benar menikmatinya nanti. Ia juga tahu, apa yang dilakukannya ini sangat memiliki risiko. Tidak kecil, sepertinya. Ia kurang yakin. Namun, yang jelas, yang paling ia ketahui sekarang, Winnie adalah sosok yang ingin berdekatan dengan kematian, sedangkan ia sebaliknya.
"Bertukar sudut pandang nggak salah, Re."
Peter masih ingin membela diri. Lirih, suaranya bahkan hampir tak terdengar. Ia tidak ingin merusak mimpi Winnie yang entah berisi baik atau buruk. Geram karena diabaikan, Tere pun mendekat dan duduk di sebelah sahabatnya. Ia turut bersandar pada kepala mobil dan melirik Peter yang menatap bagaimana jalanan bergerak mundur.
"Terus, apa yang mau kamu lakukan setelah ini?"
"Kamu bisa bertanya saat fajar tiba nanti."
"Peter--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Unknownland ✔
Romance[Fairytale Series #1] "Semua anak akan tumbuh dewasa, kecuali aku. Kata dokter, jantungku akan berhenti berdetak di usia 20 tahun." Peter memutuskan membawa Winnie, gadis viral yang ia temui di atap rumah sakit ke Unknownland. Di sana mereka bertemu...