• ikut kehilangan •

281 45 13
                                    

Hujan yang tiba-tiba datang seolah ikut menangisi kepergian sosok yang berhasil melewati sakitnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan yang tiba-tiba datang seolah ikut menangisi kepergian sosok yang berhasil melewati sakitnya. Langit mendung yang berkabung seakan menjadi atap para lelah yang meringkuk. Tiada yang menahan tangis. Mereka saling peluk, menguatkan diri yang memikirkan giliran selanjutnya. Setiap masa seperti ini, tidak ada yang hal penting yang teringat, selain kematian itu sendiri.

Peter semula menitikkan air matanya. Entah karena sudah habis atau dayanya telah terkuras, ia kini tak dapat berkutik. Kaki tegapnya sudah runtuh menyentuh lantai sejak beberapa waktu lalu. Pandangannya kosong, menatap pembaringan yang masih diratapi anak-anak lain.

Berulang kali Tere mengingatkan untuk segera mengambil tindakan. Namun, ia masih belum percaya kalau hari ini ia akan kehilangan. Meski bukan kali pertama, Peter tetap kepayahan dalam menerimanya. Terlebih, Dua adalah anak abadi yang cukup lama tinggal di rumah singgah. Ia memberi nama demikian berdasarkan urutan tiga di tempat ini. Mereka memutuskan merahasiakan latar belakang masing-masing demi kedamaian hari.

Hanya Winnie yang mematung di sudut kamar. Sebelumnya, ia sempat memeluk Peter dan berniat menenangkan lelaki itu. Namun, setelahnya dihempas hingga membentur dinding, ia menyingkir dan memberi ruang agar penghuni utama rumah singgah menikmati waktu terakhir mereka.

Awalnya pula, Winnie baik-baik saja dan merasa belum larut dalam suasana, mengingat ia tidak mengenal siapa-siapa sedekat ia mengenal Peter. Namun, makin berjalannya waktu, ia makin gemetaran. Luka, pedih, keluh, dan tangis yang tergambar di depannya seakan mengoyak hati, menampar pemikirannya yang hendak memainkan kematian. Ia sesekali menggeleng dan menggigit bibir, memikirkan apakah hal yang sama akan terjadi jika ia yang menghilang dari bumi. Apakah hal yang sama benar-benar akan terjadi jika ia mengakhiri semuanya? Akankah ada yang merasa kehilangan?

Ibunya?

Agensinya?

Penggemarnya?

Siapa? Ia bahkan tidak memiliki teman.

Winnie lantas menatap Peter dan bergeming, apa lelaki itu akan termasuk di dalamnya?

Detik demi detik berjalan, gadis itu lekas mengusap wajah dan mengacak rambut. Ia kembali berlari menghampiri Peter dan memeluknya. Kali ini, ia mendekap erat agar tak ditolak lagi. Ia sungguh enggan melepaskan, meski tatapan gadis di seberang kasur seakan ingin menceramahinya hingga petang.

"Bawa dia ke tempat yang tenang, Pete."

Mendengar itu, air mata Peter kembali hadir dan menetes. "Aku belum siap."

"Dia udah tenang. Udah saatnya kamu antar dia ke tempatnya."

"Aku butuh waktu buat baik-baik aja."

"Kamu nggak harus baik-baik aja dalam hal ini. Kita boleh sedih, kan? Kamu sendiri yang bilang."

"Aku butuh bersiap bukan untuk berpisah aja."

Winnie melepas pelukan dan menghadapkan tubuh Peter ke arahnya. "Terus?"

Finding Unknownland ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang