• hujan pagi buta •

339 66 14
                                    

Mulanya Winnie mengira ia tidak akan baik-baik saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mulanya Winnie mengira ia tidak akan baik-baik saja. Tanpa obat tidur yang biasa ia konsumsi, bagaimana cara memejamkan mata dan menyelami dunia mimpi yang menyenangkan? Namun, semua itu terpatahkan saat ia justru tertidur di pangkuan Peter, sebelum akhirnya dipindahkan ke kamar yang ada di dekat tangga. Ia baru terbangun ketika hawa dingin menyerang tubuh yang tak terbalut selimut. Dress putih sebetis yang diberikan Tere tak cukup menghangatkannya.

Gadis itu lantas turun dari ranjang tak berbusa--yang lumayan keras--dan keluar ruangan. Sembari berjalan mendekati langkan lantai dua, ia memeluk tubuh yang merinding tak karuan. Perlahan ia pun menyapa hujan melalui telapak tangannya yang kaku. Tetesan air itu lekas menjalar hingga membuatnya tenang. Kesejukan ini sudah lama tak dirasakannya.

Winnie mendongak, mencoba mengamati langit mendung yang menghalangi sinar matahari. Ia tak tahu-menahu pukul berapa sekarang. Tidak ada penanda yang bisa ia pegang. Suasana seperti ini bisa terjadi kapan saja, mengingat awan gelap tidak hanya muncul saat malam datang. Ia pun mendengkus dan berniat kembali ke dalam. Namun, langkahnya terhenti saat Peter menghampirinya dengan senyum lebar dan wajah yang bercahaya.

"Masih sepagi ini, kenapa kamu udah bangun?"

"Ini jam berapa?"

Peter menggeleng. "Aku nggak tau, yang jelas ini masih pagi."

"Tau dari mana?"

Winnie menunggu jawaban Peter, sayangnya lelaki itu melenggang turun dan mengabaikan kekonyolan tampangnya begitu saja. Ia pun segera menyusul dengan tangan di kedua pinggang, hendak mencak-mencak. Namun, hasratnya itu runtuh ketika Peter melepas alas kakinya dan membiarkan hujan menimpa tubuh tanpa pelindung. Winnie lantas mendekat--masih di teras--dan memandangi Peter lekat-lekat. Ia ingin ikut menapaki rerumputan, tetapi di satu sisi masih ragu dan bertanya-tanya.

"Ayo! Hujan jam segini belum tentu datang dua kali."

Peter mengulurkan tangannya. Ia terus mengajak Winnie untuk memberanikan diri. Ia bahkan menghampiri seolah ingin menjemput dan menanti gadis itu menyambut telapak tangan kanannya yang kosong. Winnie pun mengangguk dan membiarkan Peter menggenggamnya erat.

"Wuu!!"

Setelah sampai di tengah halaman, Peter berputar-putar sambil berseru riang. Winnie yang masih berpegangan padanya mau tak mau ikut menikmati sensasi pusing yang mendera. Namun, lama-kelamaan, gadis yang sudah lama tidak mandi hujan itu merasa nyaman dan ingin melepaskan diri. Ia menari, melompat-lompat, berteriak sesukanya, dan menyenandungkan lagu baru yang seharusnya rilis setelah proyeknya meluncur. Sayang, semua itu gagal--mungkin tertunda--akibat skandal yang tidak ia perbuat.

Sesekali Winnie menatap Peter, lelaki konyol yang tak kaget akan keinginannya dalam mengakhiri hidup, lelaki yang membuatnya tersenyum setelah sekian lama, lelaki yang membawanya ke antah-berantah, dan lelaki yang kini memandangnya bangga seakan ia telah menemukan jati diri. Menyadari ini semua jauh dari ibu, rumah sakit, kejaran wartawan, tuntutan agensi, dan berbagai kabar miring membuatnya tertawa lepas yang diiringi tangis. Konyol, memang, tetapi Winnie tak tahu lagi dengan perasaannya.

Finding Unknownland ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang