~Part 27~

2.7K 211 7
                                    

Happy Reading:)

Ares tidak langsung pulang kerumahnya, Ares lebih memilih pergi ke apart daripada harus pulang dengan keadaan yang cukup kacau.

Bola mata hitam pekatnya yang selalu terlihat mengintimidasi setiap orang yang menatap kearahnya, kini bahkan lebih parah, matanya yang memerah karena menangis terlalu lama membuatnya terlihat lebih seram.

Namun tetap saja ketampanan seorang Ares tidak pernah pudar mau seberantak apapun dirinya. Ares memang memiliki kepercayaaan diri yang begitu tinggi.

Memasuki lift, lalu menekat tombol lantai enam dimana tempat kamarnya berada, dengan langkah tegapnya Ares memasuki kamar apartnya tanpa ingin memikirkan hal yang membuat kepalanya pusing.

Langkahnya mendekti dimana sofa berada, lalu menjatuhkan dirinya guna untuk mengistirahatkan pikiran, hati dan tentu fisiknya.

Suara dentingan ponselnya tanda pesan masuk, bahkan para sahabatnya yang terus menghubunginya tidak ia hiraukan. sudah dirinya katakan bukan, jika dia butuh waktu, kenapa tidak ada yang mengerti!.

Membanting ponselnya ke arah sofa yang berbeda, berharap tidak terlalu terganggu, Ares pun mulai tertidur dengan lengannya yang menutupi mata. posisi seperti ini memang lebih nyaman bagi dirinya.

"Apa kita cari bos aja?" tanya Chandra ketika telponnya tidak kunjung diangkat.

"Nggak usah, biarin dia tenang dulu" ujar Kevin dan tak lama menghela nafas lelah.

Kini mereka tengah berkumpul diroftoop sekolah, tidak ingin memasuki pelajaran apapun karena pasti akan masuk telinga kanan keluar telinga kiri, tidak ada pelajaran yang bisa mereka tangkap, jadi akan percuma.

"Salah nggak si kalau kita perjuangin orang yang kita cinta?" tanya Iqbal menatap ke arah mereka satu-persatu, meminta pencerahan tentu saja.

"Beneran cinta lo?" tanya Arnold menatap Iqbal dengan kening yang berkerut.

"Iyalah cinta, gue bahkan sayang banget sama Leta" pengakuan Iqbal sudah cukup membuat kelimanya terdiam dengan pikiran masing-masing.

"Mau berjuang si nggak masalah," jawab Reyhan menatap Iqbal yang juga tengah menatap ke arahnya dengan tampang yang begitu serius. "Tapi masalahnya cuma satu-" tatapannya kini menatap kelima sahabatnya yang juga tengah menatap ke arahnya dengan tampang yang begitu serius.

"Siap nggak buat bersaing sama sahabat sendiri?"

"Itu yang jadi permasalahannya" ujar Iqbal yang kini terlihat lesu seraya menatap langi-langit yang tampak begitu cerah.

"Tapi lo pada inget nggak si?" tanya Arnold dengan tampang datarnya seraya menatap lurus kedepan.

"Apaan?" tanya Chandra terlihat penasaran.

"Kita punya perjanjian" ujar Arnold yang kini menatap ke arah para sahabatnya dengan tampangnya yang kembali serius.

"Perjanjian apa?" Iqbal terlihat mengingat-ingat apa saja yang pernah dia lalui sampai melupakan suatu perjanjian yang bahkan Arnold saja masi mengingatkannya.

"Perjanjian masa kecil" lirih Kenan yang kini mulai berbaring dengan matanya yang mulai tertutup. tentu lirihan sang waketu terdengar cukup jelas dalam telinga tajam para sahabatnya.

Ternyata Kenan lebih peka akan maksud dari Arnold yang terdengar masi membingungkan bagi para sahabatnya yang lain.

Kamar terlihat gelap karena Carletta memang membiarkan kamarnya gelap tanpa adanya penerang apapun. kelopak matanya walau terlihat tertutup bukan berarti ia tengah tertidur. 

Namun Carletta dalam diamnya tengah berfikir keras tentang bagaimana dengan sifatnya pada mereka untuk kedepannya. jika memang mereka benar-benar menginginkan dirinya, itu berarti dirinya harus bersikap sabar dan tentunya harus adil.

Tapi, melihat respon Ares tadi membuatnya harus kembali memutar otak, jika dirinya menyuruh mereka untuk mendapati hatinya, akankah terjadi pertumpahan darah dari para inti dangerous tersebut. 

Jika menjauh dan menjaga jarak itu tidak akan mungkin, karena Carletta pastikan mereka akan tetap merecoki dirinya, menempel padanya dan akan terus seperti itu.

"Sialan!" lirih Carletta dengan mata yang masi terpejam. dirinya akan tetap mengikuti alur kehidupan ini, dan dirinya akan menempatkan diri pada situasi apapun.

Carletta akan berusaha untuk membuat mereka bahagia dan tidak merasa harus saling bersaing apalagi sampai terjadi pertumpahan darah, Carletta harap rencananya kali ini dapat dimengerti oleh Ares.

Berbeda dengan mereka, Axel terlihat terus menatap foto candid sosok gadis cantik yang masi mengenakan seragam sekolahnya. tersenyum tipis kala mengingat kejadian tadi pagi di sekolah.

Tentu Axel tau siapa itu sosok laki-laki bernama Ares tersebut, Ares adalah ketua dari Dangerous, namun diapun mempunyai keponakan laki-laki yang sama-sama menjadi ketua dari geng motor besar sepertinya. Alex adalah keponakan Axel, yang tentunya tidak ada yang tau.

Niat hati ingin menugaskan sang keponakan untuk menjaga berliannya, namun sudah ada yang lebih dulu menjaganya, dan Axel cukup bernafas lega.

Untuk saat ini biarkan mereka yang bermain-main, tetapi nanti jika sang pujaan hati telah lulus, maka Axel akan berusaha untuk mengambilnya kembali.

"Tidak sekarang" gumamnya dengan mentup mata dengan bingkai foto sang gadis yang kini sudah berada dalam dekapan hangatnya.

Transmigrasi CarlittaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang