7.0 Gambaran Rasa

17 1 0
                                    

"Gue punya kembaran, namanya Dimas. Sebelum gue jumpa lo di taman malam itu, gue ribut sama dia."

Farsha bercerita demi menghentikan rasa penasaran Haidar. Cerita mengenai kedatangan Amel sudah terdengar hingga Gunawan. Dengan ekspresi menggebu Halwa menjelaskan sembari sesekali mereka ulang adegan. Entah karena Halwa yang terlalu menghayati atau Haidar yang dapat membayangkan sikap menyebalkan Amel, yang pasti setelah mendengarnya Haidar terus-menerus bertanya mengenai keluarganya.

"Bisa dibilang dia adalah orang terbaik yang gue punya di keluarga itu. Gak tau apa salah gue, tapi semenjak kecil gue gak pernah diperlakukan adil di sana."

Keduanya tengah berada di perjalanan pulang. Sengaja pisah mobil dari Gunawan dan Halwa yang katanya akan pergi berbelanja dulu. Hal itu membuat Farsha bebas bercerita meski sebenarnya perasaannya cukup kalut.

"Kami enggak identik, bahkan hampir terlalu banyak perbedaan. Dia adalah si cowok tampan terkenal, sedangkan gue adalah si upik abu yang selalu ngikutin dia kemana-mana. Dia adalah si cowok yang punya banyak teman, sedangkan gue adalah si manusia goa yang bahkan enggak punya kenalan di kelas. Kehidupan gue dan dia bagai bumi dan langit pas SMA. Sampai akhirnya gue mutusin buat berhenti bareng sama dia, kami kuliah di beda tempat, dia merantau ke Bandung."

Haidar tak bersuara, hanya mengelus punggung tangan Farsha sebagai tanda bahwa ia tetap di sana untuk mendengarkan ceritanya. Ia sempat menahan keinginan Farsha bercerita setidaknya hingga keduanya tiba di rumah, tetapi Farsha mengaku takut kehilangan momen dan niatnya. Akhirnya Haidar hanya bisa menyemangati lewat elusan.

"Malam itu adalah ulang tahun kami. Genap dua puluh tahun."

Farsha merasa elusan Haidar terhenti. Bibirnya tersenyum tipis, lalu melanjutkan kembali cerita pilu yang terhenti. Sebagai manusia, ia tidak ingin dikasihani apalagi oleh orang yang baru dikenalnya.

"Gak ada yang spesial di tiap tahunnya, sampai gue mikir tahun ini pun seharusnya sama. Dimas kerap kali membatalkan janji yang dia buat karena diajak teman-temannya. Gue berusaha sabar dan enggak memikirkan hal buruk. Sampai kemarin Dimas marah karena gue gak mau pergi sama dia. Gue kelepasan mengungkit semua derita gue dan akhirnya mutusin cabut karena merasa bersalah."

Haidar bisa melihat mata Farsha berkaca-kaca. Tampak jelas gadis itu berusaha menahan tangisnya di saat cerita mengalir lancar dari bibirnya.

"Gue kira, keputusan gue buat egois adalah pilihan yang baik. Gue kira gue boleh sesekali ngejahatin sodara sendiri. Tapi, yang gue dapat hari ini bikin gue sadar, gak seharusnya seorang upik abu ngelunjak."

"Farsha, dengerin gue. Lo bukan upik abu, lo bukan robot yang harus bergerak karena keinginan orang lain. Lo bebas melakukan keinginan lo apa pun itu, lo emang gak boleh nyakitin orang, tapi bukan berarti lo bebas nyakitin diri sendiri. Paham?"

Farsha terisak di dalam pelukan Haidar. Tangisannya mengisi kesunyian di dalam taksi, Haidar tak lagi bersuara, membiarkan Farsha meluapkan semua kesakitan yang dirasakan. Menenangkan si tua yang ternyata masih sangat rapuh. Lewat elusan tangannya, Haidar berusaha membagi kekuatan positif.

"Sedangkan Amel, dia adalah salah satu dari sekian banyaknya sepupu dari pihak papa. Papa adalah anak ke empat dari enam bersaudara, kebayangkan sebesar apa itu keluarga? Di sana sistemnya siapa yang kuat, dia gak bakal ditindas. Dan sayangnya cuma gue yang lemah," tambah Farsha di sela-sela tangisnya. "Gue dikucilkan sejak kecil, Dar. Sampai rasanya terbiasa dengan segala kejahatan mereka."

"Dimas gak bela lo?"

"Dulu Dimas tahu kalau gue sering dapat perlakuan jahat, dia sempat lindungin gue sampai semua sepupu gue dipaksa untuk minta maaf. Namun, semenjak hari itu gue enggak berhenti mendapatkan perlakuan jahat, tapi bedanya Dimas enggak tahu."

"Dimas terlalu polos dalam memandang dunia, kembaran gue itu terlampau cuek untuk bisa ngelindungin gue yang banyak bohongnya ini," tambah Farsha.

~Gambarasa~

Sesampainya di rumah Haidar, Halwa menyambut bersama tiga orang remaja laki-laki. Hal itu membuat Farsha dan Haidar turun dengan ekspresi yang berbeda. Farsha yang tersenyum kikuk karena kebingungan, sedangkan Haidar memasang wajah datar karena kehadiran ketiga temannya sungguh tidak diharapkan.

Farsha akhirnya memilih ikut Haidar karena tak memiliki tujuan lain. Gadis itu awalnya ingin mencari kost-kostan murah di dekat kampusnya agar mudah berangkat kuliah, tetapi dibantah Halwa dengan alasan keamanan. Haidar juga beralasan ia perlu mengetahui perkembangan kesehatan Farsha karena ia adalah orang yang bertanggung jawab atas diri Farsha semenjak kecelakaan kemarin, sedangkan Halwa berkata ia tidak ingin berpisah dengan anak perempuannya setidaknya untuk saat ini.

"Lo beneran anak tunggal atau kembar empat, Dar?" tanya Farsha saat keduanya telah turun dari taksi. Tak lupa perempuan itu menyeka air matanya agar tak diketahui orang lain, cukup Haidar dan sopir taksi saja yang mengetahui ia menangis di sepanjang jalan tadi.

"Bukan, mereka sohib gue," jawab Haidar lesu. "Pak, uangnya sudah saya bayar melalui aplikasi, ya. Terima kasih, hati-hati di jalan."

Sopir yang telah selesai membantu menurunkan beberapa barang yang sengaja dibawa mereka karena bagasi Halwa akan penuh dengan belanjaan tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Setelahnya ia menjalankan mobil meninggalkan Farsha dan haidar yang masih terdiam di depan pagar yang terbuka lebar.

"Kalian bertiga sini! Bantuin gue bawa ini barang cepat!" seru Haidar yang langsung disambut delikan ketiganya. "Cepat atau mau gue rusakin basecamp kita?"

Ancaman itu membuat ketiganya lantas berlari dan mengambil masing-masing satu tas. Farsha juga sempat heran saat mendapati barang yang harus dibawa pulang menjadi sebanyak itu, mengingat ia tak membawa apa pun selain tas kecil berisi dompet dan ponsel.

"Kalian bukan kaya habis dari rumah sakit, tapi kaya pasangan habis bulan madu," celetuk seseorang yang paling pendek.

"Syukur kalau baru balik bulan madu, Ren. Paling engga kita dapat oleh-oleh. Lah ini yang ada malah dijadiin babu sama Yang Mulia Haidar Nataprawira," sahut yang lainnya.

"Gue gak ada nyuruh kalian bertiga datang! Gak usah nyebelin kalau gak mau dikerjain," sahut Haidar. "Barang-barangnya disimpan di ruang tamu aja, di dekat sebelah pintu. Cha, ayo masuk!"

Bersambung ...
Day 7 - 10 April 2022
Jumlah kata : 1119 kata.

Gambarasa (revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang