Pulang ≠ Rumah
Rumah = PulangBatam, 4 April 2017.
'Happy birthday, Adek! Mari hidup 100 tahun lebih lama bersama-bersama! Siang ini kita makan di kantin Mpok Ani, ya! Abang tunggu di kelas.'
Pesan singkat itu belum sempat ia balas. Karena baru memiliki waktu saat jam istirahat, Farsha berniat memberi ucapan secara langsung kepada Dimas Pratama.
Bagi Farsha, Dimas adalah segalanya. Meski sebenarnya lelaki itu tak cukup baik sebagai seorang kakak laki-laki, tapi setidaknya tidak sejahat kedua orang tua mereka yang tidak pernah memiliki waktu bersama dan menuntut banyak hal.
Hari ini adalah ulang tahun mereka. Si kembar tak identik yang juga memiliki nasib berbeda. Di selasar, Farsha menyaksikan kembarannya dikerubungin beberapa perempuan tak dikenal yang menyanyikan lagu 'selamat ulang tahun' dengan tangan memegang kado. Senyum lebar Dimas membuatnya tenang, meski gadis itu sadar kalau ia akan menerima pesan berisi pembatalan makan bersama karena dirinya sendiri menyaksikan Dimas tengah ditarik oleh gerombolan gadis tadi.
Kembarannya memang lelaki yang terkenal setidaknya seantero sekolah, perempuan tadi bisa dipastikan ialah kenalannya mengingat betapa ramahnya Si Ganteng Farsha. Farsha masih berdiri di tempat yang sama meski tubuh jangkung Dimas telah hilang, penyebabnya ialah dua orang perempuan yang membicarakan dirinya. Cap sebagai perempuan menyedihkan memang sering kali didengar, rasanya kalimat itu pernah disebut hampir seluruh siswi di sekolah ini.
"Lagian mana mau Dimas sama si Farsha, menang cantik doang. Sifatnya jelek," ujar salah satu penggosip.
Ia tak bersuara, memberi ruang si penggosip menelan apapun yang mereka dapat melalui mata. Alasannya sepele, informasi yang disebar tak ada yang benar-benar tentang dirinya. Bahkan tidak ada yang mengetahui hubungan asli antara dirinya dan Dimas. Akan menghabiskan waktu dan energi membungkam asumsi dengan fakta. Setelah kedua siswi itu pergi, barulah ia beranjak. Farsha, si gadis penyendiri, memilih kembali ke kelas dan menyibukkan diri.
'U too, Abang. Mari hidup bersama-sama sampai lelah.'
Pesan itu telah terkirim kepada tuannya.
===
Batam, 4 April 2019.
Farsha tetap berdiri di bawah rambu lalu lintas meski hujan semakin deras. Ada beberapa alasan yang membuatnya enggan beranjak, yang pertama karena telah terlanjur basah, sedangkan alasan lainnya karena takut Dimas tak dapat menemukan dirinya karena di sekitar tempat mereka berjanji tidak ada tempat teduh yang memadai. Harus berjalan sekitar 50 meter untuk mendapati halte.
"Tenang, sepuluh menit yang lalu Dimas bilang dia udah di jalan, mandi hujan ini enggak akan lebih dari setengah jam," bisik Farsha saat tangannya menyeka air hujan.
Namun, setelah menungu lebih dari tiga jam Dimas tetap tak kunjung datang. Bahkan, ketika langit mendung telah terganti mentari yang menyengat, Dimas tetap tak terlihat. Farsha sama sekali tak merasa kedinginan meski sekujur tubuhnya basah, karena hal yang paling diingatnya saat itu ialah rasa sakit yang semakin menjelajahi jiwa dan raganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gambarasa (revisi)
General Fiction"Hidup segan mati tak mau." Farsha tidak pernah meminta kebahagiaan pada Tuhan, karena semakin banyak doanya, realita terasa semakin menyakitkan. Di usia 20 tahun, satu-satunya hal yang bisa ia percaya hanyalah waktu yang terus berputar. Tak pernah...