"Rana enggak mau, yah. C'mon, ini bukan jaman siti nurbaya yang main jodoh-jodohan"
Rana menatap tidak terima Pramono, yang duduk santai di sofa memandangnya berdiri. Ayahnya tiba-tiba mengatur perjodohan dengan anak rekan bisnisnya seenaknya. Dan ia tidak suka masalah percintaannya diikut campuri.
"Nak, usia ayah sudah tua. Lagipula kamu itu sekarang sudah 24 tahun, dan tahun depan sudah 25 tahun—"
"Kenapa memangnya kalau tahun depan Rana berusia 25 tahun? Aku tahu alasan ayah menikahkanku untuk merger perusahaan kan, bukan masalah umur?"
Pramono menghela nafas, anaknya itu mirip sekali dengan istrinya yang keras kepala. Dan tebakan putrinya juga dirinya tidak bisa mengelak, itu memang kenyataannya.
"Kalau ayah tetap maksa Rana untuk melakukan perjodohan dengan pria yang tidak kukenal. Maka siap-siap saja ayah akan kehilangan aku. Aku akan pergi dari rumah ini" ucap Rana dengan berani.
"Kamu yakin?" tanya Pramono dengan dahi mengernyit, meragukan jawaban anaknya.
"Iya. Kenapa enggak? Toh yang dipikirkan ayah selama ini cuma perusahaan" ketus Rana.
Lama Pramono terdiam, kemudian dalam satu tarikan nafas, "Baiklah"
Kini gantian Rana yang bingung jawaban ayahnya. "Baiklah apa? Ayah tidak jadi melanjutkan perjodohan konyol ini?" tanya Rana mati-matian menahan diri untuk tidak mengulum senyum.
"Bukan—"
"—maksud ayah, baiklah jika kamu menolak perjodohan ini. Kamu bisa pergi dari rumah ini" koreksi Pramono tenang.
Rana menganga tidak percaya. Ia cukup terkejut dengan jawaban tidak terduga ayahnya. Rana terkekeh, ia tidak salah dengar kan?
"Ayah serius?" ulang Rana membulatkan matanya.
"Bukannya kamu sendiri yang bilang kan? Lagipula, ayah yakin kamu tetap memilih melanjutkan perjodohan ini, karena ayah tahu kamu tidak bisa hidup tanpa kemewahan dan nama besar ayah"
Ego Rana tersentil mendengar penuturan Pramono, apakah di mata sang ayah selama ini ia memang semanja itu? Nyali Rana untuk melakukan pembuktian terpancing, Rana tidak suka di remehkan apalagi diragukan oleh orang lain termasuk ayahnya sendiri.
"Jadi ayah meragukanku? Oke! Kalau gitu Rana pergi malam ini juga!" putus Rana kesal menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua.
Hal itu pun tidak luput dari penglihatan Pramono yang masih setia duduk di sofa tanpa berniat merubah posisinya.
Tidak lama, Rana kembali turun kebawah membawa koper berukuran cukup besar, yang dibawanya dengan kesusahan dan berhenti dihadapan ayahnya.
"Ini kan yang ayah mau?"
"Itu kemauan kamu sendiri, nak"
Rana mencebik, kemudian pamit "Aku pergi. Jangan coba-coba cari aku! Kecuali kalau ayah berniat membatalkan perjodohan ini!"
"Memangnya kamu bisa hidup tanpa semua ini?" tanya Pramono enteng.
"Bisa!" jawab Rana tanpa ragu.
Tangan Rana meraih kopernya dan menariknya perlahan. Baru beberapa langkah Rana terhenti saat Pramono memanggilnya.
"Rana"
Rana berbalik menatap ayahnya yang kini berdiri "Kenapa? Ayah berubah pikiran?"
"Bukan—"
"Berikan semua kartu yang sempat ayah kasih dan kunci mobil kamu. Ayah sita seluruh fasilitas itu" papar Pramono menyodorkan tangannya menunggu anaknya memberikan apa yang ia sebutkan barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fated Girl [END]✓
RomanceMemutuskan pergi dari rumah karena menolak perjodohan yang diatur ayahnya membuat Ranaya Arabella Raharja (24 th) kalang kabut. Terbiasa hidup bergelimangan harta orang tua, Rana mendadak kaget dengan situasi yang terjadi, sang ayah mencabut seluruh...