Pagi ini Rana berkemas setelah Putri diperiksa kembali oleh dokter dan menebus obat di apotek rumah sakit. Tadi sang dokter yang mengatakan bahwa Putri sudah diperbolehkan pulang membuat Rana lega walau belum sepenuhnya karena Putri masih diharuskan istirahat demi memulihkan trombositnya nanti saat dirumah.
"Kak berarti nanti Putri sudah boleh mandi dong?" tanya Putri yang duduk dengan pakaian biasa di atas brangkar melihat Rana yang sedang mengemas pakaiannya.
Rana menoleh kemudian tersenyum mengangguk, membuat Putri bersorak kegirangan. Rana heran sendiri kenapa anak itu girang sekali saat diperbolehkan mandi.
"Kak, Om Aiden engga kesini?"
Rana yang awalnya berfokus pada Putri berpindah pandang melihat kearah Bagas yang duduk di sofa.
Semenjak kejadian semalam dimana sekarang Bagas telah mengetahui bahwa ia dan Aiden tinggal serumah. Bagas selalu menanyakan tentang lelaki itu. Bahkan anak laki-laki itu juga menceritakan tentang kebaikan Aiden semalam yang menghantarkannya pulang namun sebelum itu mengajaknya terlebih dahulu mampir supermarket untuk membelikan Bagas dan Putri mainan.
Aneh.
Aiden melakukannya? Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Rana tadi saat Bagas datang dengan wajah sumringah dan menceritakan hal itu dengan semangat. Tetapi mengingat kembali Aiden yang menyelipkan uang dalam paper bag tempo hari, Rana juga mengiyakan kebaikan Aiden yang tidak terduga.
"Om Aiden kan kerja" jawab Rana sekenanya.
Tidak ada percakapan lagi diantara mereka, dan kegiatan Rana berkemas pun sudah selesai.
"Sudah yuk pulang" ajak Rana di angguki keduanya.
Rana menurunkan Putri dari brangkar dan menuntunnya pelan untuk keluar bersama dari ruangan. Suasana rumah sakit yang ramai karena merupakan jam besuk membuat Rana baru mengingat bahwa dirinya belum memesan taksi, kondisi seperti ini akan susah dan membutuhkan waktu lama untuknya mendapatkan kendaraan tersebut dan harus menunggu.
Namun, langkahnya terhenti saat sudah di teras rumah sakit, seorang lelaki paruh baya dengan seragam biru muda pudar berjalan ke arahnya.
"Mba atas nama Rana?" tanya lelaki itu.
Kening Rana berkerut kebingungan karena lelaki tersebut mengenalnya, sedang ia sendiri tidak mengenal.
"Iya saya Rana. Bapak siapa ya? Kok bisa tahu nama saya?"
"Alhamdulillah benar. Saya supir taksi yang di booking pacar mba tadi pagi untuk menjemput mba"
"Pacar?"
Supir taksi itu mengangguk.
"Memangnya pacar saya yang bapak maksud itu engga bilang siapa namanya"
Sang sopir menggeleng. "Engga mba"
Rana mengangkat bahu, ia tersenyum mencoba acuh walaupun sebenarnya penasaran siapa lelaki yang berani mengaku sebagai pacar nya, sedangkan pacaran saja belum pernah. Ia memang sempat beberapa kali menyukai lelaki, namun hanya sekedar suka tidak sampai ketahap pacaran, karena dulu hampir setiap hari laki-laki yang dirinya suka itu selalu berganti bahkan kriterianya juga selalu berubah-ubah ketika melihat laki-laki yang berbeda.
"Bapak sudah lama disini?"
Sopir itu meringis, mengangguk "Lumayan. Saya menunggu disini sudah hampir tiga jam mba, mencari perempuan yang pacar mba bilang katanya pendek, berkulit putih, berambut sebahu dan membawa dua anak, satu anak perempuan dan satu laki-laki"
Rana menganga mendengar penuturan sopir itu. Ia menjadi bingung harus bahagia atau justru kesal. Ia memang tidak perlu bersusah payah mencari taksi, namun deskripsi tentang dirinya itu loh yang secara tidak langsung menjatuhkan harga dirinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/307265426-288-k425444.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fated Girl [END]✓
RomanceMemutuskan pergi dari rumah karena menolak perjodohan yang diatur ayahnya membuat Ranaya Arabella Raharja (24 th) kalang kabut. Terbiasa hidup bergelimangan harta orang tua, Rana mendadak kaget dengan situasi yang terjadi, sang ayah mencabut seluruh...