Aiden memijat keningnya, kepalanya terasa pening melihat berkas-berkas kerja sama dihadapannya sejak tadi. Memang setelah tuannya menikah-- Alarik, hampir setengah dari pekerjaan lelaki itu ia yang ambil alih. Bahkan ia yang awalnya hanya seorang asisten Alarik merangkap menjadi wakil CEO karena cara kerjanya selama ini yang begitu berdedikasi untuk perusahaan bahkan untuk Alarik.
Aiden mengecek arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Pantas saja tubuhnya terasa lelah, ternyata sudah empat jam ia terlalu fokus pada tumpukan kertas dihadapannya, dan bahkan ia melewatkan jam makan malam.
Aiden membereskan meja kerjanya, memilih menyudahi kegiatannya. Ia ingin segera pulang menginstirahatkan diri, dengan tidur lebih cepat. Padahal malam ini merupakan malam minggu, yang biasa digunakan para muda-mudi seperti dirinya menghabiskan waktu dengan bersenang-senang, namun sayangnya Aiden bukanlah tipe lelaki yang suka membuang waktunya demi hal yang tidak penting, menurutnya. Hidupnya terlalu datar untuk pria berusia dua puluh delapan tahun.
Aiden masuk ke dalam lift menuju lantai bawah. Pulang saat kondisi kantor sudah sepi seperti saat ini adalah hal yang biasa Aiden lakukan, sehingga ia tidak perlu mengecek kondisi kantor lagi karena dapat ia yakini bahwa dirinya lah orang terakhir yang akan pulang, atasannya---Alarik tidak mungkin lembur. Lelaki itu terlalu mencintai istrinya, jadi tidak akan meninggalkan sang istri dalam waktu yang lama.
Waktu terus bergulir. Denting suara lift berbunyi menandakan lift telah sampai dan terbuka. Aiden terkejut namun berhasil mengusai diri mendapati seorang perempuan berdiri di hadapannya dengan sebuah koper dalam genggaman perempuan itu.
"P-pak Aiden"
Aiden tahu, sebenarnya bukan hanya dirinya saja yang terkejut, perempuan dihadapannya itu juga sama seperti dirinya, wajah terkejutnya begitu ketara.
Pandangan Aiden beralih pada apa yang perempuan itu bawa. Dahinya mengernyit sebentar, koper? Untuk apa perempuan itu membawa koper ke kantor malam-malam.
"Kamu ngapain disini?" tanya Aiden membuka suara.
Dapat Aiden lihat perempuan di depannya itu terlihat gugup. Rana, perempuan ceroboh yang langganan masuk ke ruangannya karena kesalahan nya dalam menginput data.
"Em-- mau ambil barang yang tertinggal pak"
Aiden mengangguk, seolah percaya. "Kenapa tidak masuk?" tanya Aiden, tidak bergerak sedikitpun untuk keluar.
"Oh iya"
Rana masuk kedalam lift, diam menunggu Aiden yang tidak merubah posisinya sama sekali. Rana mendongak pada Aiden yang berdiri disampingnya dengan tubuh yang lebih tinggi darinya.
"Bapak-- tidak keluar?" tanya Rana ragu-ragu.
"Tidak."
Rana menelan ludahnya susah payah. Kenapa jadi begini? Jika seperti ini, ia tidak mungkin langsung menekan tombol menuju rooftop, alhasil ia menekan tombol menuju lantai tiga, divisinya. Rana kembali menoleh pada Aiden.
"Bapak ingin ke lantai berapa?"
"Sama"
"Ya?"
"Saya hanya ingin memastikan masih ada karyawan atau tidak di kantor"
Rana memejamkan matanya kesal. Kenapa disaat seperti ini, ia harus bertemu dengan pria menyebalkan seperti ini.
Tingg..
Pintu lift terbuka. Dengan langkah berat Rana keluar dari lift diikuti oleh Aiden. Rana berbalik menghadap Aiden dibelakangnya.
"Sepertinya sudah tidak ada karyawan di divisi saya pak, bapak bisa pulang sekarang" ucap Rana hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fated Girl [END]✓
RomanceMemutuskan pergi dari rumah karena menolak perjodohan yang diatur ayahnya membuat Ranaya Arabella Raharja (24 th) kalang kabut. Terbiasa hidup bergelimangan harta orang tua, Rana mendadak kaget dengan situasi yang terjadi, sang ayah mencabut seluruh...