Rana terus menatap Aiden yang masih fokus menyetir. Sekarang mereka sedang berada dalam perjalanan pulang setelah selesai makan malam bersama. Rana pamit pulang bersama Aiden. Terdengar lucu memang, tetapi ia yang belum sepenuhnya menunjukkan keberhasilannya hidup tanpa fasilitas ayahnya tidak ingin kembali ke rumah walaupun tadi ayahnya sempat memintanya kembali. Dan ia juga perlu menepati perkataannya membayar sewa di apartment Aiden.
"Saya tahu saya memang setampan itu tapi kenapa kamu liatin saya terus? Mulai terpesona?" tanya Aiden yang terdengar narsis.
Rana menganga terkejut Aiden yang mengatakan hal seperti itu, seperti bukan bosnya.
"Pak Aiden engga salah makan kan? Kayaknya menu makan kita sama sejak pagi"
Aiden berdecak pelan, namun tetap fokus pada stir kemudinya. "Tidak usah memberikan ekspresi seperti orang bodoh seperti itu Rana. Saya bertanya sekali lagi kenapa sejak tadi kamu liatin saya? Saya merasa risih kamu liatin seperti itu"
"Dan kenapa sekarang jadi kembali memanggil pak, sedangkan kamu tadi dengan santainya memanggil saya dengan sebutan nama. Dan apa itu tadi, sayang? Itu bahkan tidak ada di briefing kita"
Rana gelagapan mendapat pertanyaan beruntun dari Aiden. Walaupun ia bisa sedikit bernafas lega, Aidennya telah kembali. Eh— sifat bosnya maksudnya sudah kembali.
"Eeh—itu. Itu—hanya supaya ayah saya percaya pak. Maaf kalau lancang. Selain itu terdengar tidak sopan, saya bingung jika ingin memanggil bapak dengan sebutan nama saja"
"Apa yang kamu bingungkan, nama saya bukanlah hal sesusah itu untuk dilafalkan, tadi saja kamu begitu fasih menyebutkan nama saya"
"Memang tidak susah. Nama bapak, Aiden. Tetapi jika saya memanggil Ai saja serasa sedang memanggil bapak dengan panggilan sayang--"
"--Jika di panggil, Ai. Seperti sedang memanggil Aiyang" ucap Rana polos mengundang Aiden tanpa sadar tertawa.
Rana yang melihat itu membelalakkan matanya takjub, ikut tersenyum. Baru pertama kali baginya melihat Aiden bisa tertawa menunjukkan deretan giginya itu. Padahal menurutnya itu bukanlah hal yang luc, apalagi untuk ditertawakan.
Aiden yang menyadari bahwa ia lepas kendali dan Rana yang tersenyum, langsung berdehem merubah ekspresinya kembali.
"Yah pak, padahal bapak terlihat lebih tampan jika tertawa seperti barusan" ungkap Rana jujur, hingga Aiden tersedak ludahnya sendiri.
"Lebih baik kamu tidur dari pada banyak berbicara"
Rana menggeleng, ia merubah posisinya menjadi miring menghadap ke arah AIden, menyandarkan lengannya pada bantalan kursi memandang Aiden lebih dekat. "Saya itu hanya penasaran, apa yang sebenarnya ayah bicarakan tadi dengan bapak? Kenapa saya di suruh masuk ke kamar?"
Aiden menghela nafasnya, ternyata itu yang ingin ditanyakan Rana sejak tadi.
"Apa yang ingin kamu dengar?"
"Apapun. Bisa bapak ceritakan?"
Kini giliran Aiden yang menggeleng "Kamu hanya perlu tahu bahwa seperti yang kamu bilang sebelumnya, ayah kamu bukan seperti ayah kebanyakan"
Rana berdecak kesal. Bukan itu yang ia harapkan. Ia hanya ingin tahu apa saja yang ayahnya katakan pada Aiden.
Rana mengerucutkan bibirnya, kembali pada posisi semula menghadap depan. Mobil yang dikendarai Aiden sudah masuk di pelataran apartmen dan mulai menuju ke basement.
Mobilnya sudah ia parkirkan. Aiden melirik Rana yang masih bergeming ditempatnya dengan menyedekapkan kedua tangannya.
"Kamu mau sampai kapan disini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fated Girl [END]✓
RomanceMemutuskan pergi dari rumah karena menolak perjodohan yang diatur ayahnya membuat Ranaya Arabella Raharja (24 th) kalang kabut. Terbiasa hidup bergelimangan harta orang tua, Rana mendadak kaget dengan situasi yang terjadi, sang ayah mencabut seluruh...