Rana berguling di atas ranjang mencari posisi ternyaman. Sudah lima belas menit berlalu setelah ia dan Anjani memutuskan menyudahi obrolan mereka, dikarenakan adik Aiden itu pasti lelah setelah perjalanan panjang dari Yogjakarta - Jakarta. Namun hingga kini, matanya belum bisa diajak berkompromi.
Rana melirik pada seseorang di sebelahnya yang sudah memejamkan mata. Walau jantungnya sudah tidak berdetak sekencang tadi, tetap saja ia penasaran dengan apa yang ia alami.
Rana merubah posisinya menjadi duduk. Ia menghela nafas panjang, mencoba meletakkan tangannya sendiri diatas kepalanya, seperti yang dilakukan Aiden tadi di dapur.
Biasa saja.
Tidak ada tambahan jantung yang berdebar.
Otak pintarnya seketika mengingat ponsel, sepertinya mencari jawaban di internet akan membantu menjawab keterbingungannya.
Tanpa Rana sadari, ranjang yang beberapa kali terasa bergerak, mengusik Anjani yang sudah tertidur memilih membuka mata.
"Mba Rana ngapain? Kok belum tidur"
Saking fokusnya, Rana sempat tersentak kaget saat Anjani membuka suara, padahal suaranya tidak terlalu besar.
"Mba, belum bisa tidur dek"
Setelah menghabiskan waktu hampir dua jam Anjani bercerita tentang keluarganya, niat kedatangannya, bahkan tentang kakaknya—Aiden pada Rana sampai tidak ada yang terlewat. Bahkan Rana juga sudah membahasakan dan memanggil Anjani dengan sebutan yang sama seperti. Rana belum sepenuhnya terbuka pada Anjani. Masih saja segan, sedangkan Anjani sudah biasa saja.
"Kenapa? Karena ada aku ya mba? Mba nggak terbiasa tidur sama orang lain ya"
Raut wajah Rana berubah menjadi panik, langsung menggeleng. "Bukan. Ini bukan karena kamu. Cuma kayaknya mba lagi nggak enak badan, tadi tiba-tiba jantung mba berdebar. Aneh rasanya" jawab Rana jujur.
"Berdebar yang kayak gimana? Mba punya penyakit jantung?" tanya Anjani dibuat penasaran oleh jawaban Rana.
Rana mengedikkan bahu tidak tahu, "Ini masih mba cari di internet"
"Sakit juga nggak mba, jantungnya? Sesak gitu? Dulu Jani pernah masuk smk jurusan kesehatan, belajar lah sedikit-sedikit tentang jantung. Siapa tahu gejalanya sama dengan yang Jani pelajari"
Rana yang tertarik dengan perkataan Anjani. Mulai menceritakan awal mula jantungnya terasa berdebar, tanpa kecuali.
Hingga saat sudah selesai menceritakan semua yang ia rasakan, tawa Anjani meledak hingga menutup mulutnya mencoba menghentikan tawa. Sedangkan Rana yang merasa tidak ada hal lucu yang perlu ditertawakan, hanya mendengus kesal.
"Kenapa?"
Anjani menggeleng, tertawa. "Hahaha.. maaf mba, Mba Rana umur berapa sih?"
"Dua empat tahun ini, tahun depan 25. Kenapa?"
"Serius?!"
Rana mengangguk. Tawa Anjani kembali pecah, kemudian menggeleng dramatis.
"Ya ampun, Mas Aiden pasti senang banget nih dapat yang polos-polos gemesin kayak Mba Rana begini"
Dahi Rana mengernyit.
"Itu bukan penyakit jantung mba. Itu reaksi kimia dalam tubuh, yang memang normal terjadi. Jawabannya mah gampang kalau kayak gitu"
Raut wajah Rana berubah menjadi antusias menunggu jawaban lebih lanjut Anjani. Ia mengangkat kedua alisnya, penasaran. "Kamu kayaknya sudah expert banget ya"
Anjani menggeleng "Bukan. Bukan kayak gitu. Tapi itu mah langsung kelihatan kenapanya"
"Memangnya kenapa sih? Itu penyakit kronis ya?" Gemas Rana, karena Anjani yang berbelit-belit.
![](https://img.wattpad.com/cover/307265426-288-k425444.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fated Girl [END]✓
RomanceMemutuskan pergi dari rumah karena menolak perjodohan yang diatur ayahnya membuat Ranaya Arabella Raharja (24 th) kalang kabut. Terbiasa hidup bergelimangan harta orang tua, Rana mendadak kaget dengan situasi yang terjadi, sang ayah mencabut seluruh...