8│Part 8

47.1K 4K 71
                                    

"Apa jaminan yang akan kamu berikan jika ternyata ini bukan kesalahanmu yang terakhir?"

Aiden mengangkat sebelah alisnya bertanya menunggu jawaban Rana.

Gadis itu diam, memilin kedua jemarinya. Berpikir keras kira-kira jaminan apa yang akan ia berikan.

"Apapun" jawab Rana cepat.

Rana memberanikan diri balas menatap Aiden. "Apapun pak. Selama saya tidak di pecat"

Dengan mata sayunya, ia menangkap sudut bibir Aiden sebelah kanan tertarik ke atas, tersenyum remeh.

"Apapun? Memangnya apa yang kamu punya?" tanya Aiden mengejek.

Rana mencebikkan bibirnya kesal, mau bagaimanapun juga. Dirinya yang sekarang tidak bisa menjaminkan apapun selain omongannya.

Aiden menghela nafas, mengusap wajahnya kesal. "Perusahaan ini bukan milik kamu ataupun milik saya, Rana. Kita sama-sama bekerja disini. Walau saya bukan penanggung jawab langsung divisimu, kamu tetap bawahan saya. Jadi secara tidak langsung saya juga yang akan bertanggungjawab jika terjadi kesalahan di hadapan CEO nanti. Ini bukan pertama kalinya kamu melakukan kesalahan fatal dan bukan pertama kalinya juga saya mengatakan akan memecat kamu, kamu pasti ingat kan. Kalau kamu sudah bosan bekerja, silahkan buat surat pengunduran diri dan berikan ke bagian HRD. Sebelum sampai pada Pak Alarik, saya akan dengan senang hati meng-approve nya"

Rana menggeleng cepat. Selain karena hidungnya yang tersumbat, ia juga ingin menangis membuat matanya sudah berkaca-kaca sekarang.

Apa dia bilang, Aiden tidak pernah main-main jika berbicara tentang pekerjaan. Desas-desus tentang lelaki itu di kantor, sudah menjadi rahasia umum yang telah sampai di telinganya, bahwa setengah dari hidup lelaki itu, di dedikasikan pada pekerjaannya.

Rana menunduk di hadapan Aiden, terdiam cukup lama. Hingga hanya terdengar beberapa kali Rana menghirup ingusnya. Dahi Aiden mengernyit. Apakah gadis itu menangis karena perkataan yang ia lontarkan?

"Kenapa kamu malah menangis?"

"Saya flu pak, bukan menangis. Sebenarnya hampir sih" jujur Rana dengan suara sengau.

Rana mendongak. Dapat Aiden lihat bahwa hidung gadis itu memerah dengan mata yang berkaca-kaca.

Aiden meraih obat yang telah diresepkan dokter tadi di atas meja dan menyerahkan pada Rana. "Minumlah. Disini juga ada obat flu"

Rana menerimanya tanpa berkomentar apapun. Kepalanya tambah terasa berdenyut sekarang, apalagi setelah mendengar perkataan bos nya itu. Kenapa Aiden tega sekali berbicara sarkas disaat kondisinya tidak dapat membalas semua perkataan yang lelaki itu lontarkan. Padahal tadi merupakan kalimat terpanjang yang Rana pernah dengar dari Aiden.

Setelah meminum obatnya, Rana kembali menatap Aiden. "Pak"

"Hm"

Melihat wajah pucat gadis itu, Aiden sedikit merasa kasihan telah mengungkapkan semua keluh kesahnya. Ia jadi seperti orang jahat tidak memiliki hati. Padahal kondisi Rana saat ini sedang tidak baik.

"Istirahatlah"

Mengabaikan ucapan Aiden, Rana kembali bersuara. "Bapak barusan memecat saya ya?" tanya Rana mengerjapkan mata sayu nya.

"Jaminannya diri saya sendiri jika saya melakukan kesalahan kembali, pak. Tapi jangan pecat saya"

Aiden menggelengkan kepalanya mendengar perkataan ngelantur yang Rana ucapkan, memilih beranjak dari sofa hendak menuju kamar.

Rana juga ikut berdiri, nasibnya sedang dipertaruhkan saat ini. Sudah di usir dari rumah di pecat dari pekerjaannya pula. Rana menggeleng tidak mau. Ia melangkah mengikuti Aiden, dengan sesekali memejamkan matanya menahan pening di kepala.

My Fated Girl [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang