Hujan masih cukup deras di luar. Setelah mendapatkan obatnya, Aiden melangkah menuju ke kamarnya melepas jaket, menggantungnya dan meletakkan kunci di atas nakas dekat ranjang. Ia kembali menuju dapur, berniat membuatkan Rana bubur.
Ditengah kesibukannya yang sudah setengah perjalanan membuat bubur, Aiden dikejutkan dengan sebuah teriakan yang berasal dari kamar tamu.
Aiden yang baru mencuci daun bawang terhenti. Mematikan kompor yang masih ia gunakan untuk memasak bubur. Dan langsung bergegas menuju ke kamar dimana Rana berada.
"Ada apa?" Dengan raut panik yang tidak dapat Aiden tutupi, ia memandang Rana yang sedang memberikan tatapan terkejutnya padanya.
"Bapak?! Bapak yang membawa saya kembali kesini dan menggantikan pakaian saya?!" tanya Rana dengan wajah garangnya yang entah mengapa malah terlihat lucu di mata Aiden.
Tidak langsung menjawab. Terlintas sebuah pemikiran jail yang hinggap dalam otak pintarnya, kemudian Aiden menyunggingkan senyum miring.
"Memangnya ada orang lain selain saya yang ada disini?"
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan yang dikatakan oleh Aiden. Namun, karena bosnya yang malah berbalik tanya kepadanya berhasil membuat Rana membelalakkan matanya, memberikan Aiden tatapan horror.
Rana menggeleng, tidak mungkinkan?
Rana lantas menunduk memperhatikan pakaiannya yang sekarang ia yakini ini adalah kemeja Aiden, karena tampak kebesaran di tubuhnya, ia mendongak kembali menatap Aiden yang sedang melipat kedua tangannya di depan dadanya bersandar pada daun pintu. Rana menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Bapak cari kesempatan dalam kesempitan ya?!" tuduh Rana.
Bukannya mendapat jawaban, Aiden langsung melenggang pergi yang tidak memperdulikan pertanyaan Rana dan kembali ke dapur.
***
Rana yang tidak terima diabaikan, berusaha bangkit dari ranjang berniat menyusul Aiden, mengabaikan kepalanya yang terasa akan pecah. Dengan sempoyongan dan memegang tembok membantunya berjalan. Rana masih menatap tajam punggung lelaki itu yang tengah sibuk, entah sibuk apa.
Rana mendengus kesal. Masih belum terima tindakan Aiden yang terkesan kurang ajar, walaupun lelaki itu berstatus sebagai atasannya. Apapun statusnya, jika bukan suaminya, tetap saja itu kurang ajar.
Punggung Aiden yang terasa panas terkena tatapan maut yang dilayangkan oleh Rana itu berbalik. Kedua tangannya bertumpu pada meja pantry, dan menaikkan sebelah alisnya.
"Kenapa melihat saya seperti itu? Mau marah?"
Rana yang ditatap tajam oleh Aiden seperti itu, membuang pandangannya ke sembarang arah.
Aiden kembali sibuk dengan kegiatannya, "Kamu tenang saja, saya tidak akan tertarik dengan apa yang ada di balik kemeja itu. Rata" lanjut Aiden santai.
Rana yang mendengar membelalak tidak terima, darahnya terasa mendidih. Apa katanya tadi? Rata? Ia baru saja dikatakan rata?
Rana membasahi bibirnya yang terasa kering, berusaha mati-matian untuk menahan semua umpatan yang akan ia keluarkan, mengingatkan diri bahwa lelaki dihadapannya itu, masih atasannya dan juga mengingat kembali dimana ia berada sekarang.
"Daripada berdiri seperti orang yang tidak berguna di situ, lebih baik kamu duduk disana" perintah Aiden melirik sofa yang ada di living room.
Dengan langkah kesal, Rana melangkah sembari memijit kepalanya yang terasa pening dan beberapa kali mengusap hidungnya yang gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fated Girl [END]✓
RomanceMemutuskan pergi dari rumah karena menolak perjodohan yang diatur ayahnya membuat Ranaya Arabella Raharja (24 th) kalang kabut. Terbiasa hidup bergelimangan harta orang tua, Rana mendadak kaget dengan situasi yang terjadi, sang ayah mencabut seluruh...