36. Menjauh

851 61 14
                                    


Dengan gerakan lemah, Ervan memasukan lipatan-lipatan bajunya ke dalam koper hitam satu per satu. Tatapannya beralih ke atas nakas, ia kemudian meraih lukisan dalam bingkai ukuran 5R. Ervan menatap dirinya sendiri dalam hening. Lukisan ini pemberian Trisha, gadis yang amat ia sayangi sekaligus yang harus ia lupakan.

Ervan memasukan bingkai lukisan itu ke dalam ransel. Ia tidak yakin bisa melupakan gadis itu, kecuali kalau ia mengalami amnesia yang mengakibatkan terhapusnya seluruh memori tentang Trisha dari ingatannya. Biarlah lukisan ini ia bawa pergi jauh. Keberadaan Kinan yang selama ini menjadi misteri akhirnya terjawab. Sebagai gantinya, Ervan harus menjauhi Trisha dan meninggalkan kota ini.

"Jadi, selama ini kamu yang menyembunyikan kakakku, hah?" tanya Ervan dari atas ranjangnya.

"Harusnya kamu berterima kasih.
Selama ini justru aku yang merawatnya, walaupun enggak secara langsung."

"Kamu yang bikin kakakku jadi seperti itu dan aku harus berterima kasih?" Wajah Ervan merah padam meredam ledakan amarah.

"Terserah! Aku mau kamu pergi dari kota ini dan menjauhi Trisha! Jangan mimpi bisa dapetin dia. Sama seperti kakakmu yang bermimpi dapetin aku." Tristan menjeda. "Sampai suka rela menyerahkan mahkotanya."

Rahang Ervan mengeras. "Bajingan!"

Tristan tersenyum sinis. "Memang itu kenyataannya."

Ervan turun dari ranjangnya, tidak peduli rasa nyeri pada luka bekas tusukan. Tidak peduli pada jarum infus yang menancap di punggung tangan. Ervan mendekat ke arah Tristan yang duduk di kursi roda dan langsung melayangkan satu pukulan. Sedikit keributan itu dilerai oleh kedatangan seorang perawat.

***

"Mulai sekarang menjauhlah dari Ervan, Tris," ucap Admaja tenang, duduk Claudya di sampingnya. Sementara putri semata wayang mereka duduk bersembrangan, tampak hanya diam tertunduk.

Trisha tahu betul kalau papanya sudah membuat keputusan, maka tidak ada yang bisa membantah. Bahkan, papanya tidak segan mengusir anaknya sendiri saat tidak mau menurut pada aturannya.

Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Mengapa jagat raya ini menjauhkan dirinya dari Ervan? Kini Trisha hanya bisa menangis bersandar di balik pintu kamar. Pandangan gadis itu jatuh pada Snowy yang terdiam mendongak ke arahnya. Trisha meraih Swony kemudian meneruskan tangisnya yang tergugu bersama Snowy dalam dekapan.

***

Tiga cangkir kopi hitam tampak baru saja berpindah dari nampan ke meja  ruang utama kediaman Ervan.

"Tumben-tumbenan ini, dapat undangan ngopi di rumah, Bos," celetuk Zaki.

"Gue bukan Bos kalian lagi."

"Seneng bisa kumpul lagi kayak gini. Mungkin kita bisa bicarakan tentang bisnis kafe bareng-bareng, kongsi gitu." Adam menyahut.

"Gue setuju, sih, daripada cari kerja susah. Sampai hari ini aja gue masih nganggur." Zaki memimpali.

Ervan tampak menghela napas sebelum meneruskan ucapan. "Maksud gue ajak kalian ngopi di sini tu ... gue mau sekalian pamit."

Zaki tersedak.

"Buset! Pelan-pelan, Jek."

"Pamit?" Zaki tampak tidak mengerti.

Jagat Raya Trisha (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang