8 Oktober 2011
Ketukan terdengar sesaat sebelum pintu terbuka, dan Jieun yang tengah bermain ponsel di kasurnya hanya melirik sekilas ketika kakak laki lakinya memasuki kamar.
"Jieun, apa kamu memerlukan sesuatu untuk pertandingan besok? Kamu mau kubuatkan bekal?" Tanya Jiho seraya merapikan meja belajar Jieun yang berantakan. Ia meletakan buku buku ke rak dengan hati hati, sementara Jieun tampak tak terlalu peduli.
"Jika kamu ingin membeli-"
"Tidak ada. Lebih baik gunakan uangnya untuk bayar hutang." Jieun berujar datar tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.
"Aku punya simpanan khusus untukmu, kamu bisa gunakan sesuai kebutuhan. Perusahaan keluarga kita juga mulai bangkit sedikit demi sedikit, tenang saja kita akan kembali seperti dulu."
Jiho bicara begitu yakin, sedangkan Jieun tak menanggapi.
"Jieun-"
"AKU SUDAH BILANG TIDAK ADA! TIDAK ADA YANG KUPERLUKAN!"
Ledakan tiba tiba Jieun, membuat Jiho terdiam. Adiknya kini berdiri di hadapannya dengan amarah.
"Jieun, Aku mendesakmu karena kupikir kamu tidak mau bilang sebab tidak ingin menyusahkan-"
"AKU MUAK MENDENGAR BETAPA MISKINNYA KITA, TIDAK BISAKAH KAMU MENINGGALKANKU SENDIRI?"
Jiho yang tak ingin adiknya menjadi lebih marah hanya menghela napas pelan lalu meletakan uang di laci. Jiho kemudian segera beranjak pergi.
"Aku tahu suasana hatimu buruk karena hari peringatan Ayah dan Ibu sudah dekat. Kakak tinggalkan uang di sini, gunakan dengan baik."
"Kamu bukan Kakakku."
Jiho berhenti. Tanpa berbalik ia berkata, "Kamu selalu mengatakan itu ketika kita bertengkar. Kamu sudah terlalu sering mengataiku anak adopsi, kamu harus mencari kata lain jika ingin aku memukulmu." Jiho kembali melakangkah ke arah pintu, "Kita akan makan malam di luar, bersiaplah."
.
.
.
Jieun menyandarkan kepalanya pada jendela mobil, melihat rintik hujan mulai membasahi bagian luar kaca. Jieun yang bosan sesekali membuat embun dengan napasnya, sementara Jiho menatap sang adik yang tak bersemangat.
"Lusa ulang tahunku." celetuk Jiho.
"Kenapa? Kamu ingin hadiah lebih awal?" tanya Jieun tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.
"Benar."
"Belum bisa, Aku sudah menggunakan uangku, dan aku tidak bisa menggunakan uang darimu."
Jiho tersenyum seraya menggeleng, "Kamu tidak butuh uang untuk ini."
Jieun lantas menatap Jiho dengan menyipitkan mata curiga, "Jangan bilang kamu ingin Aku mencari bunga di ladang seperti dulu?""Panggil Aku kakak."
"Menggelikan. Kenapa tiba-tiba? Bukannya dulu kamu tidak masalah tentang panggilan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Crescendo
FanfictionJieun kehilangan orang tuanya, ekonomi keluarganya ambruk, bahkan kehilangan sang Kakak saat melalui krisis terbesar dalam hidupnya. Impian Jieun untuk bergabung dalam tim nasional basket juga kandas setelah kecelakaan menimpanya sebelum pertandinga...