Jieun perlahan membuka mata, dan langit langit putih adalah hal yang pertama kali dilihatnya. Mengingat kejadian sebelumnya, Jieun langsung tahu bahwa ia sedang berada di rumah sakit. Jieun melirik ke samping, mendapati Daewoo tengah tertidur dengan meletakan kepalanya di kasur. Entah sudah berapa lama Jieun tidak sadarkan diri.
Jieun berusaha untuk duduk, dan itu membuat Daewoo terbangun.
"Ahgasshi?!" Daewoo lekas membantu Jieun yang masih tidak punya tenaga.
"Pria yang-shh" Jieun menjeda kalimatnya ketika merasakan nyeri di tubuhnya. Namun tetap kekeh bertanya keadaan orang lain padahal dirinya juga hampir remuk. "Pria yang menolongku tadi, bagaimana?"
"Kita bicarakan nanti. Kamu baru bangun, jangan memaksakan diri."
"Bagaimana keadaannya?" Tukas Jieun tak mengindahkan ucapan Daewoo. Dan yang bersangkutan tahu jika Jieun sudah mengulangi ucapannya, gadis itu tidak akan menyerah dengan mudah.
Daewoo menarik napas, lalu meraih tangan Jieun, mengusapnya lembut agar Jieun tenang. "Pertama, dengar, ini bukan salah mu jadi jangan menyalahkan diri mu untuk apa yang terjadi-"
"Sesuatu yang buruk terjadi padanya?" Tukas Jieun lirih, sudah menebak dari cara bicara Daewoo yang mencurigakan.
Alih alih menanggapi, Daewoo malah diam. Jujur saja menurutnya untuk saat ini tidak tepat memberitahu Jieun mengenai kondisi pria itu, tapi dia tidak tahu harus beralasan apa. Sementara Jieun terus menarik lengan Daewoo, mendesaknya agar berbicara.
"Paman, apa yang terjadi?" Tanya Jieun lagi, masih tak mau menyerah.
Daewoo menghela napas. "....Beliau meninggal. Setelah operasi sempat mengalami kritis hingga akhirnya tidak bisa bertahan."
Perlahan Jieun melepas tangannya dari Daewoo, "Seseorang... meninggal karena aku?"
"Tidak!" sergah Daewoo, menggeleng tidak setuju, "Sudah kukatakan, jangan berpikir seperti itu." Tegasnya, tidak ingin Jieun menyalahkan diri sendiri.
"Lalu aku harus bagaimana, paman?" Jieun memandang kosong pada Daewoo, dan dia bisa melihat penyesalan yang mendalam di sana. Lalu pria itu langsung mendekapnya.
"Tidak apa apa. Kamu tidak perlu melakukan apapun. Itu adalah keputusan mulianya, kamu tidak bertanggung jawab untuk itu." Daewoo berusaha meyakinkan sembari menepuk pelan punggung gadis dipelukannya. Apa yang Jieun alami membuat Daewoo lebih sedih dari apapun, sejak gadis itu masih kecil ia sudah melihat semua hal yang terjadi kepadanya. Daewoo tidak mengerti mengapa semesta selalu memberi duka pada gadis yang tidak tahu apa apa.
Sejak pertama kali bekerja, Daewoo sudah berjanji pada Ayah Jieun untuk menjaganya, tapi dia merasa gagal untuk kesekian kalinya. Daewoo tidak pernah bisa mencegah duka yang terus dialami putri temannya itu.
Sedangkan Jieun yang berada dalam dekapan tidak bereaksi sama sekali, pun tidak menangis, semua kejadian ini benar benar memukulnya sampai dia sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Terjadi secara tiba tiba, dan Jieun masih mencoba mempercayainya.
"Paman, apa keluarganya sudah membawanya?"
"Kamu ingin menemuinya?" Daewoo perlahan menguraikan dekapannya, menepikan rambut yang menutupi wajah Jieun. Sementara gadis itu mengiyakan dengan anggukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crescendo
أدب الهواةJieun kehilangan orang tuanya, ekonomi keluarganya ambruk, bahkan kehilangan sang Kakak saat melalui krisis terbesar dalam hidupnya. Impian Jieun untuk bergabung dalam tim nasional basket juga kandas setelah kecelakaan menimpanya sebelum pertandinga...